Sebagai makhluk, kita senantiasa mencari-cari siapa sesungguhnya pencipta kita, siapakah yang menciptakan alam semesta, langit, bumi beserta makhluk-makhluk yang menghuninya. Dengan berbagai metodelogi, mungkin kita dapat menemukan-Nya, bahkan berkenalan langsung dengan-Nya. Koq bisa ya?...bagaimana caranya?... Untuk dapat bisa menemukan-Nya dan bahkan bisa berkenalan dengan-Nya, kita bisa memaksimalkan tiga unsur kecerdasan manusia yang tentunya semenjak terlahir ke dunia ini kita sudah memilikinya, hanya saja bergantung bagaimana cara kita memanfaatkannya. Ketiga unsur itu adalah : kecerdasan berfikir (IQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ). dengan memaksimalkan ketiga unsur tersebut kita akan dibawa ke suatu pemahaman yang sangat luar biasa, sehingga kita akan mampu dipertemukan dengan yang maha tinggi. Mari sedikit bercengkrama dengan orang-orang yang pernah hidup di jaman dahulu, agar kita juga dapat diperkenalkan dengan pencarian mereka akan hakikinya kehidupan. Lihatlah, Newton (1642-1727 M.), menemukan gaya grafitasi melalui renungannya setelah dia melihat buah apel yang jatuh tidak jauh dari tempat duduknya. Sebelumnya, Archimedes (212-287 M.), ahli matematika Yunani kuno kebingungan apakah mahkota Raja Hieron murni atau telah dicampur oleh sang pandai emas dengan bahan-bahan selain emas?... Akhirnya ia pun menemukan jawabannya ketika sedang berendam mandi. Ide tentang apa yang kemudian dinamai berat jenis ditemukannya ketika itu, demikian dan masih banyak lagi. Akan tetapi, apakah ini hanya suatu kebetulan atau itu adalah contoh hidayah Tuhan yang dianugerahkan-Nya kepada mereka yang berjalan dengan giat dan tekun menelusuri hukum-hukum (
sunnatullah) yang ditetapkan-Nya?... Sepertinya demikian. Newton dan Archimedes adalah beberapa orang yang dapat memanfaatkan kecerdasan berfikir (IQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dengan baik, sehingga pencarian dan rasa penasarannya dapat terpenuhi. Sementara ini banyak dari kita yang hanya mampu mengoptimalkan kecerdasan berfikir (IQ) saja, sehingga dapat disimpulkan pencarian akan hadirnya Tuhan mengalami kegagalan. Dengan demikian untuk memperhatikan kehadiran-Nya tidak cukup hanya dengan kecerdasan berfikir (IQ) saja, melainkan juga dengan kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional (EQ), atau mata hati. Tanpa keterlibatan kecerdasan emosional dan spiritual, tanda-tanda Tuhan tersebut tidak akan terjangkau, persis seperti seseorang yang akan menikmati merdunya musik, dengan menggunakan kedua matanya tetapi sambil menutup kedua telinganya. Namun, trio kecerdasan tadi masih belum juga cukup untuk mencapai kesuksesan dunia dan akhirat. Siapa yang meragukan Fir’aun tidak mempunyai SQ tinggi, Qorun tidak memiliki EQ tinggi dan Haman tidak memiliki IQ yang tinggi?... Datanglah Anda ke Mesir, di sana terdapat peninggalan mereka bertiga misalnya pyramid dan situs Luxor. Maka anda akan mengira betapa cerdasnya mereka! Siapa bilang Fir’aun tidak mengenal SQ?... Bila SQ berhubungan dengan ketuhanan, maka Fir’aun bukan hanya membicarakannya, tapi ia mengaku bahwa dirinyalah Tuhan. Jika SQ berhubungan dengan makna hidup seperti dikatakan oleh Zohar dan Marshall, bahwa jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain, maka apa yang tidak dimiliki oleh Fir’aun?... Bahkan, ada yang berpendapat Fir’aun membangun pyramid sebagai pemakaman untuk dirinya, beserta hartanya sebagai bekal di alam abadi. Artinya, ia menyadari ada dunia lain setelah alam dunia. Tetapi ia tetap sombong.
Dan berkata Fir’aun, ’Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ilah bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat ilah Musa, dan sesungguhnya aku yakin bahwa dia adalah termasuk orang-orang pendusta (Q.S. Al Qashash [28]: 38). Siapa bilang Haman tidak memiliki IQ?... Untuk membuat pyramid semegah itu, tanpa menggunakan peralatan canggih seperti sekarang, tentu butuh IQ yang superior, atau bahkan jenius. Tanpa visualisasi dan hitungan yang jitu, pyramid tersebut pasti runtuh, tidak bertahan lama . Namun, hingga sekarang pyramid itu masih kokoh berdiri. Siapa bilang Qorun tidak mempunyai EQ?...Tanpa kecerdasannya dalam berhubungan dengan manusia, mana mungkin dia bisa menjadi konglomerat, yang memiliki kekuasaan dan bisa bersanding duduk sejajar dengan Fir’aun. Tentu saja ia memiliki kemampuan interpersonal yang tinggi.
Dan sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata kepada Fir’aun, Haman dan Qorun; maka mereka berkata, ”(ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta”. (Q.S. Al Mukmin [40]: 24). Lalu apa yang kurang pada Fir’aun, Haman dan Qorun? Kekurangan mereka cuma satu, yaitu tidak mengikuti tuntunan wahyu dari Allah yang dibawa oleh Nabi Musa As, hingga akhirnya mereka pun dibinasakan oleh Allah. Hal ini berkesesuaian dengan firman-Nya :
Aku akan memalingkan dari ayat-ayat-Ku orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat setiap ayat-ayat-Ku, mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya (Q.S Al Araaf [7]: 146). Ayat di atas merupakan peringatan bagi setiap mereka yang sombong, bahwa Allah akan memalingkan mereka dari kebenaran ayat-ayat-Nya, baik yang terhampar di alam raya, maupun yang termaktub dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, walau seandainya mereka melihat ayat-ayat tersebut dengan pandangan mata atau mengetahuinya dengan nalar, tetap tidak akan mampu mengantarnya memahami makna, fungsi, dan tujuan hidup dalam pentas sandiwara dunia ini. Tuhan hadir di mana-mana, segala sesuatu yang nampak jelas—baik yang mampu dijangkau oleh mata maupun tidak—merupakan bukti keberadaan-Nya. Betapa alam raya ini tidak akan dapat terwujud apalagi dengan segala keindahan, keserasian, dan keharmonisannya, tanpa kehadiran-Nya. Dia telah menunjukkan kepada kita kerajaan dan kekuasaan-Nya, dengan membentangkan tanda-tanda-Nya di segala penjuru. Segala sesuatu yang diciptakan-Nya—walau bisu sekalipun—adalah
hujjah yangberbicara tentangwujud-Nya. Walau mata tidak dapat melihat-Nya, tetapi Dia berada di balik setiap ciptaan-Nya, seperti yang saya ungkap dari rasa penasarannya Newton dan Archimedes di atas. Memang, Tuhan yang memiliki nama agung
al Bathin, Yang tersembunyi hakikat, Dzat, dan sifat-Nya, namun sifat ini bukan menunjukkan sesuatu yang tidak jelas, tetapi justru karena Dia demikian jelas sehingga mata dan pikiran seringkali silau bahkan tumpul. Imam al Ghazali menuliskan :
“Ketersembunyian-Nya disebabkan oleh kejelasan-Nya yang luar biasa, dan kejelasan-Nya yang luar biasa disebabkan oleh ketersembunyian-Nya. Cahaya-Nya adalah tirai cahaya-Nya, karena semua yang melampaui batas akan berakibat sesuatu yang bertentangan dengannya.” Ayat-ayat-Nya yakni bukti-bukti, tanda-tanda wujud dan keesaan-Nya terhampar di mana-mana. Ia tertuang dalam kitab suci-Nya, juga terhampar di alam raya yang merupakan ciptaan-Nya. Yang terhampar itu, ada yang ditemukan pada diri manusia, secara individu atau kolektif, dan ada juga pada benda-benda, atau peristiwa alam dan masyarakat. Ayat-ayat-Nya menunjukkan bahwa Tuhan wujud dan ”berada” di mana-mana. Tanda-tanda itu mampu membimbing manusia untuk mencapai puncak evolusinya dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Tuhan dan khalifah dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Tanda-tanda-Nya merupakan pelajaran berharga bagi yang mau memperhatikannya, sekaligus dapat menjadi siksa bagi yang mengabaikannya. Bahkan, ayat-ayat-Nya dapat juga menjadi sarana latihan olah jiwa, yang pada akhirnya mampu menggerakkan pemerhatinya, meluas melampaui alam fisika, masuk ke alam metafisika dan merasakan kenikmatan alam pikiran dan ruhani yang bersih. Ayat-ayat atau tanda-tanda Tuhan sangat jelas dan sesuai dengan semua tingkatan pemikiran manusia. Ia sangat rapi dan siap untuk difahami oleh setiap hamba-Nya. Tuhan ada di mana-mana, memenuhi setiap ruang semesta ini karena kebesaran dan keagungan dzat-Nya. Kita dapat menemukan tanda-tanda-Nya kemanapun kita melangkah, ke arah manapun kita memandang. Jika seseorang tidak menemukan-Nya, maka itu berarti mata hatinya buta, sehingga tidak melihat-Nya. Telinganya tuli sehingga tidak mendengarNya. Mulutnya pun bisu sehingga tidak bertanya atau bermohon kepada-Nya.
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S. Al A’raaf [7]: 179). Memikirkan dan merenungkan Tanda-tanda-Nya, jika dilakukan bersamaan dengan kesadaran tentang kuasa-Nya, dapat membawa hasil yang sangat mengagumkan. Cobalah tinggalkan sejenak kesibukan dan hiruk pikuk kegiatan, dan mengarahlah kepada-Nya, Niscaya Anda akan menemukan-Nya lalu yakinlah bahwa Dia akan memberi petunjuk kepada apa yang Anda harapkan.
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S. Yunus [10]:
3) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya ( Q.S. Qaaf [50]:
16 ) Kedua ayat tersebut menerangkan tentang keberadaan Tuhan. Dapat ditafsirkan juga bahwa Allah itu adanya di atas ‘Arasy yang lebih dekat dari pada urat leher manusia. Dalam penafsiran yang lain kedua ayat tersebut tidak ada kaitannya, melainkan berdiri sendiri dalam menjawab konteks yang berbeda. Ayat pertama ditafsirkan lebih kepada menjelaskan posisi Tuhan secara fisik, di mana Tuhan diartikan memerintah dari ‘Arasy (semacam singgasana), dan Tuhan berdiam di tempat tersebut.Ayat kedua ditafsirkan lebih kepada bagaimana sifat Allah yang tahu segalanya. Termasuk tahu segala tindakan kita sebagai manusia makhluk ciptaan-Nya, sehingga disebutkan bahwa Tuhan lebih dekat daripada urat lehernya yang sangat dekat itu. Sekali lagi, sedikit yang terhidang dalam tulisan ini semoga dapat mengantar kita untuk bertemu dan berkenalan dengan-Nya melalui ciptaan dan peristiwa-peristiwa yang akan kita alami, menemui-Nya di dunia sebelum menemui-Nya kelak di sana—di alam Baqa’—dalam keadaan ridha dan diridhai-Nya. Semoga… Amin. Maka, sudahkah anda tahu di mana Tuhan berada???....
KEMBALI KE ARTIKEL