Di belakang Gereja, malam itu tanpa ada yang menyuruh atau mengajak sebelumnya.
Dia berlari mendekat patung Bunda Maria, dia membuat tanda salib dan berdoa.
Dia, dia, dan dia.
Pemandangan itu menggelitik hatiku, aku datangi dan melihat dia sedang menutup mata dan berdoa.
Setelah dia membuka matanya, aku pegang tangannya dan aku berkata : " kamu kenapa? Apa yang kamu doakan?"
Dia menjawab dengan suara getar dan lirih : "Aku berdoa buat Ibuk, supaya ibuk cepet sembuh."
Aku terdiam sejenak dan menarik nafas dalam-dalam.
Aku pun berkata lagi : "Ibu udah sembuh kok, Ibu bahagia di Surga, Ibu doain kita, Ibu sedang menyiapkan banyak hal disana untuk kita juga, seperti saat Ibu setiap kali menyiapkan sarapan dan pakaian kita di pagi hari-bahkan melebihi itu. Ibu sayang kamu. Ibu pasti seneng punya anak kayak kamu, km pinter, km hebat."
Aku raih tubuh kecilnya, aku gendong , aku peluk erat dan kuciumi dia.
,,
Sepanjang perjalanan pulang dari Gereja, dia berkata lagi dengan rengekan khasnya : "Kangen Ibuk, aku mau jadi dokter kalo udah besar. Biar Ibu ngga sakit-sakit terus dan bisa sembuh. Aku mau di rumah sakit mana ya besok? Aku tak di rumah sakit tempat Ibuk meninggal dulu ya?"
Kembali lagi aku diam, rasanya hatiku tak menentu, aku gemetaran, tapi kututupi itu dengan kembali semakin mendekap tubuhnya, dan sesekali mengelus rambut halusnya.
'Dia, dia sedang merasakan rindu yang teramat dalam'
Aku menutup malam itu dengan berkata : "Ayo kita doa bareng buat Ibu,kamu niruin kata2 doanya ya? Km mau jadi dokter khan? Sekolah yang pinter, rajin belajar biar bisa nyembuhin orang sakit.
Ibu sayang sama kamu, Ibu bangga sama kamu.
Kamu ya dia, ya adikku
mylittleAngel
("Ibu benar....Tak ada yang perlu disesali. Tak ada yang perlu ditakuti. Biarkan dia jatuh sebagaimana mestinya. Biarkan angin merengkuhnya, membawanya pergi entah kemana. Dan kami akan mengerti, kami akan memahami, .....dan kami akan menerima semuanya.")