Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Data C1 Bermasalah, Antara KPU, Burhanuddin Muhtadi dan Hukum

13 Juli 2014   22:37 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:26 3469 15
Masih di suasana bulan Ramadhan yang dikenal dengan istilah hari baik, bulan baik, banyak sekali masalah-masalah yang lahir dari rahim Pilpres 2014. Padahal, rahim Pilpres 2014 sudah berjalan baik, damai dan tentram dan tidak ada yang lahir dalam bentuk caesar. Semuanya di seluruh Indonesia, rakyat bergembira dan saling bersama sama ikut mensukseskan Pilpres. Malah ada kemungkinan tingkat golongan yang tidak ikut Pilpres makin mengecil, artinya Pilpres 2014 berhasil membuka mata dan hati banyak rakyat Indonesia yang dulu tidak peduli pada Pilpres. Sekarang saling berduyun-duyun tertarik ikut mencoplos di TPS yang ada di semua daerah di Indonesia.

Namun, semua itu seakan akan sirna dan terlupakan, manakala saat setelah pencoblosan dilakukan, dan pada siang tanggal 9 Juli 2014, dilakukan perhitungan cepat oleh berbagai lembaga, dan itu bisa dilihat dari siaran televisi, semua pergerakan dan kemudian hasilnya juga sudah bisa diketahui. Entah bagaimana sebab dan awal muawalnya, yang dulu hasil dari perhitungan cepat itu dipercaya, dan banyak digunakan oleh kalangan elite untuk dijadikan gambaran dari hasil yang sebenarnya. Tiba-tiba keyakinan itu berubah, karena hasil perhitungan cepat yang di iarkan salah satu dari stasiun televisi, ada hasil yang berbeda di antara sekian banyak lembaga Quick Count yang melakukan perhitungan cepat tersebut. Perbedaan hasil quick count ini membuat Rakyat pada bingung dan lebih lagi para calon masing-masing kubu, saling mengatakan dan memastikan kubu merekalah yang keluar sebagai pemenang.

Di perjalanan waktu, karena ada perdebatan hasil dan tingkat kepercayaan masyarakat pada lembaga yang melakukan quick count Pilpres 2014, terjadilah saling klaim dan saling mempertahankan argumen masing-masing di antara lembaga quick count.

Satu dari lembaga penghitung cepat atau quick count itu adalah INDIKATOR Politik yang di komandani oleh Burhanuddin Muhtadi, dengan sangat percaya diri dan keyakinan yang dalam pada hasil quick count yang dilakukannya, sempat berkomentar bahwa "hasil surveinya yang paling benar dan jika berbeda dengan hasil KPU maka KPU yang salah".

Pernyataan Burhanuddin Muhtadi ini, jadi polemik yang tidak berkesudahan, karena ada yang setuju dan ada juga yang kontra, biasalah di alam demokrasi di Indonesia ini. Kemudian juga diikuti banyak tanggapan yang bersifat positif dan negatif, jika dikaitkan dengan kinerja dan tingkat kepercayaan pada KPU. Semua orang di Indonesia ini, memang haruslah mempercayai KPU, yang merupakan satu-satunya lembaga negara yang berhak dan berwenang untuk menentukan dan memutuskan siapa yang menang di Pilpres 2014 nanti sesuai dengan UU Pilpres, sehingga pernyataan Burhanuddin Muhtadi dianggap sebagai sebuah hal yang tidak pantas, atau sebaliknya bisa dianggap pantas, kalau kinerja KPU bermasalah.

Memang waktu jualah yang akan menilai semua apa yang pernah diragukan dan diperdebatkan pada masa lalu. Ini juga tidak terlepas dari pernyataan Burhanuddin Muhtadi di atas. Dilihat dari apa yang sekarang terjadi di lembaga KPU, membuat orang ingat kembali pernyataan Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi yang menyatakan hasil surveinya yang paling benar dan jika berbeda dengan hasil KPU maka KPU yang salah dinilai tidak tepat.

Ada beberapa indikasi dan sudah beredar di tengah tengah masyarakat,kejanggalan kejanggalan yang ditemui di web-nya KPU, antara lain;

1. Ada ketidaksesuaian data jumlah perolehan suara salah satu calon dengan jumlah pemilih di TPS tersebut. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa tertulis mendapatkan suara 814, sementara duet Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla memperoleh 366 suara. Sedang di kolom jumlah hanya ada 380 pemilih. Sumber di sini

2. formulir C-1 TPS 01 Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kolom perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak diisi. Namun, seluruh anggota Kelompok Penyelenggaraan Pemungutan Suara dan para saksi telah menandatanganinya.

3. formulir C-1 TPS 21, Desa Sukarasa, Kecamatan Sukasari, Bandung, Jawa Barat, di formulir C1 telah menuliskan perolehan suara masing-masing kandidat. Hanya saja, panitia salah mengisikan jumlah suara sah ke kolom jumlah suara tidak sah. Begitupula sebaliknya.

4. di TPS 41, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, terdapat ketidaksinkronan antara jumlah perolehan suara kedua kandidat dengan jumlah suara sah.Di formulir C-1, Prabowo-Hatta mendapat 289 suara dan Jokowi-JK 231 suara, sedangkan jumlah suara sah 470 suara. Jika benar total suara sah adalah 470, patut diduga 50 suara digelembungkan.

5. formulir C1, TPS 10, Desa Pacekalan, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah,jumlah suara untuk pasangan Prabowo-Hatta adalah 605 suara. Sedangkan untuk Jokowi-JK berjumlah 160. Nah, tetapi pemilih di TPS itu hanya 225. Tentunya jumlah pemilih dengan jumlah suara yang masuk sangatlah tidak sinkron. Sumber di sini

Untuk diketahui yang lebih tidak menarik sekali adalah jawaban dari Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tangerang Ramelan mengatakan dengan tenang dan meyakinkan bahwa yang ditulis sebanyak 814 pada formulir C1, merupakan kesalahan teknis. Yang beginilah yang bisa dihidangkan dan diberikan pada Masyarakat,hanya cukup berkata "kesalahan Teknis". Memang cuma ada banyak kesalahan yang bisa di jadikan alasan, dan itulah yang di ke depankan oleh Anggota KPU Kab.Tangerang ini. Sumber di sini

Jadi nanti kalau ada temua kesalahan lagi di web KPU, maka harap dimaklumi itu adalah kesalahan teknis dan bukan kesalahan Manusia.

Apa yang sudah didapat dan terjadi di KPU selama ini, seakan akan pernyataan yang keluar dari Burhanuddin Muhtadi bisa di katakan "layak, normal" kalau seandainya tidak ada masyarakat atau relawan yang ikut aktif mengawasi dan mengawal data data C1 yang masuk dan di masukan ke KPU.

Ini bisa saja terjadi pada hasil hitungan cepat atau quick count yang di perdebatkan, nantinya setelah KPU mengumumkan hasil resmi versi KPU,maka akan memberikan bukti nyata, bahwa hasilnya normal dan benar seperti itu, ya sesuai dengan hasil quick count.

Tentulah tidak bisa dikatakan cuma "kesalahan teknik" adalah jawaban yang bisa menyelesiakan masalah, dimungkinkan juga untuk menjadikan semua ini ke ruang hukum.Di sinilah Bawaslu dan kepolisian yang berperan aktif untuk menjaga kepercayaan pada KPU bisa di jaga.

Asumsi yang dipake adalah bila kinerja KPU berjalan jujur dan bersih, maka sesuai pengalaman selama ini di Indonesia, hasil perhitungan cepat, bisa di percaya dan hasil KPU akan sama dengan quick count. Namun, bila asumsi itu tidak sesuai maka, hasil perhitungan cepat tidak sama hasil nya dengan hasil KPU.

Salam

Trending Articles tanggal 13 Juli 2014....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun