Lihatlah pada iklan di TV yang banyak mengekspos "kemolekan" perempuan sebagai komoditi sekaligus menjadi sasaran produk yang hendak dipasarkan. Tengoklah lagi sinetron-sinetron Indonesia yang sedang populer di TV yang juga menampilakn citra diri dari sosok perempuan kita. Sementara dipabrik-pabrik para buruh perempuan tidak henti-hentinya mendapat perlakuan yang bukan saja karena ia seorang buruh tapi karena ia juga seorang perempuan, terjadi penindasan ganda. Hak-hak yang sepatutnya diperoleh buruh--semisal gaji yang layak, kebebasan berserikat, tunjangan kesehatan, uang makan, dll--pun belum tentu didapatnya apalagi karena mereka buruh perempuan yang dianggap lebih patuh, oleh karenanya tidak perlu mendapat haknya sebagai buruh perempuan semisal cuti haid, cuti hamil dan menyusui, dll. Jika ada tuntutan normatif demikian terpaksa harus menelan pertimbangan pahit diujung paksaan kerja atau PHK.
Berangkat dari ketertindasan perempuan akibat eksploitasi kapitalis (neoliberalisme) yang dilakukan secara sistematik dengan menggunakan kekuatan negara sebagai basis penindasan. Implementasi dari gerakan ini adalah pada pola gerakan yang radikal (dan militan). Berangkat dari satu asumsi bahwa musuh atau akar penindasan perempuan adalah kekautan kapitalis yang demikian besar, terorganisir menguasai teknologi basis/jaringan ekonomi yang kuat, dan mempunyai pengalaman yang lamadalam proses eksploitasi bahkan semenjak revolusi industri. Apalagi dalam eksploitasi tersebut--bagi kaum kapitalis, hal ini dianggap sebagai proses pengembangan--jadi kekauatan militer selalu digunakan dan terinternalisasi, sehingga kekerasan dianggap sebagai hal yang wajar.
Berhadapan dengan kekuatan sistem yang mendunia tersebut merupakan hal yang tidak mudah sederhana bagi gerakan perempuan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai anggota keluarga, karena penindasan terhadap perempuan juga dilanggengkan bahkan dimulai dari lemabag keluarga. Hal ini memperlihatkan kecanggihan sistem kapitalis dalam mereduksi dan memanfaatkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarkat yang pola hubungannya masih feodal (patriarkhi). Dalam beberapa hal memang seolah perjuangan pembebasan perempuan berhadapan dengan wajah kapitalis yang kian waktu kian hadir dengan tampilan lipstik yang mampu mengaburkan proses penindasan, terkecuali pada beberapa sektor seperti klas buruh, dimana eksploitasinya masih dilakukan secara vulgar.
Selamat Hari Perempuan ke-101