Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bukan Agen Ganda

22 November 2010   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:24 142 1


Ada seseorang yang pernah bilang, "menulis di media online adalah sesuatu yang sia-sia." Benarkah?

Orang yang berkata seperti itu pasti tidak tahu kasus Prita Mulyasari. Atau penundaan pembangunan gedung baru DPR. Juga kasus-kasus lain yang akhirnya "dimenangkan rakyat" karena menyampaikan aspirasi, dukungan, atau tentangan melalui media online. Juga kritikan kepada seseorang atau sebuah golongan, yang akhirnya disorot oleh media massa seperti televisi dan koran, pada awalnya adalah sesuatu yang ramai dibicarakan di media online.

Saya percaya sebuah tulisan memiliki kekuatan. Buktinya pada masa orde baru, tulisan yang beredar di masyarakat mendapat sensor dari pemerintah. Tulisan juga sifatnya abadi. Sebuah tulisan puluhan tahun yang lalu, bisa saja masih relevan dengan keadaan di masa kini. Jujur saja, saya pribadi terinspirasi oleh tulisan-tulisan Soe Hok-Gie dan akhirnya mulai menulis seperti sekarang yang saya lakukan.

Saya menulis juga karena ingin didengarkan. Merasa didengarkan oleh banyak orang itu mempunyai kepuasan tersendiri. Saya bukan Dewi Lestari, Djenar Maesa Ayu, Joko Anwar, atau Raditya Dika. Yang blognya selalu dikunjungi orang tiap hari, yang tulisannya selalu dapat 'tempat' di media massa, yang twitnya banyak di'RT' pengguna twitter karena mempunyai ribuan follower. Jadi saya lebih suka menulis disini (dan media online lainnya), karena pasti tulisan saya ada yang baca, dan saya percaya, tulisan saya sedikit banyak bisa mempengaruhi perubahan di pikiran manusia Indonesia.

Saya juga bukan agen ganda, seperti istilah beberapa orang yang suka crossposting tulisannya dimana-mana. Misalnya di Politikana dan Kompasiana. Karena dasarnya saya ingin didengarkan, saya ingin tulisan saya dibaca banyak orang. Pembaca di Politikana belum tentu orang yang sama di Kompasiana. Begitu juga sebaliknya.

Menulis juga bisa melatih kepekaan kita pada sesuatu. Yang tadinya tidak peduli, bisa menjadi lebih peduli. Yang tadinya tidak memahami, jadi lebih paham terhadap persoalan yang sedang terjadi. Mengurai pikiran dan pertanyaan dalam sebuah tulisan, adalah sebuah terapi untuk "mengangkat" beban yang ada di pikiran. Menyampaikan 'uneg-uneg' istilahnya. Well, sama saja seperti curhat yang tujuannya ingin didengarkan, menulis juga bisa menjadi media untuk menumpahkan isi hati dan pikiran.

Menulis di media online juga bisa menguji kedewasaan. Yang tadinya hanya "ngedumel" dengan rekan kerja atau teman di kampus, dan biasanya mendapat tanggapan yang mendukung atau tidak mempertanyakan pendapat kita karena alasan "menjaga hubungan baik", di media online kita bisa melatih kedewasaan kita dengan mendapat tambahan pengetahuan atau sanggahan dari orang-orang yang membaca dan menanggapi tulisan kita, karena mereka tidak pernah dibebani dengan hubungan pertemanan atau kekeluargaan. Pada akhirnya hal itu bisa membuat pikiran kita lebih dewasa.

Hidup ini juga singkat, bukan? Tidak cukup waktu untuk mempelajari banyak hal tentang kehidupan, kalau hanya belajar dari pengalaman sendiri dan lingkungan sekitar. Jadi, dengan membaca opini orang lain yang beda lingkungan dan pengalaman hidupnya, kita bisa menjadi lebih berwawasan dalam menilai sebuah persoalan. Karena di media online kita bisa "bertemu" dengan berbagai macam orang dari berbagai macam latar belakang.

Jadi jika ada yang berpikir kalau menulis di media online adalah sesuatu yang sia-sia, mungkin dirinya adalah orang yang tidak ingin menjadi dewasa. Dirinya hanya ingin mendapatkan kata 'iya' dan 'setuju' pada pendapat pribadinya. Seperti penguasa pada orde baru, bukan?

Salam reformasi!

Sampaikan pikiranmu kepada dunia, karena pengetahuan adalah milik seluruh umat manusia. [Soe Hok-Gie]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun