RAN PASTI merupakan turunan dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dan sekaligus acuan dapat akan digunakan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam  mengonsolidasikan atau mengonvergensikan kegiatan-kegiatan, program dan anggaran dari berbagai sumber (APBN,APBD, APBDdes) serra CSR dalam upaya penurunan stunting.
Dalam acara yang diadakan hybrid di Jakarta dan daring melalui Zoom Meeting dan Live streaming di akun YouTube BKKBN Official, tersebut, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah III Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Budiono Subambang  menambahkan "'Bali memiliki prevalensi stunting paling rendah sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi provinsi lain dalam percepatan penurunan stunting, menjadi contoh  agar semua pemangku kepentingan secara bersama-sama berkolaborasi dalam penurunan stunting melalui pendekatan intervensi sensitif dan spesifik berbasis keatifan lokal" ujarnya'.
Terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI. Pertama, dengan pendekatan keluarga berisiko stunting yang dilakukan dengan intervensi hulu yaitu pencegahan lahirnya bayi stunted dan penanganan balita stunting. Kedua, melalui pendekatan multi sektor dan multipihak melalui pendekatan PENTAHELIX yaitu menyediakan platform kerja sama antara pemerintah dan unsur pemangku kepentingan (dunia usaha, perguruan tinggi, masyarakat, dan media). Ketiga, pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif yang berfokus pada program inkubasi yang memperhatikan kesehatan dan kecukupan gizi 3 bulan calon pengantin, ibu hamil, ibu masa interval, baduta dan balita didukung dengan penyediaan sanitasi, akses air bersih sera bansos.
Dalam sesi panel kedua, Dirjen Bina Bangda Kemendagri, Dr. Teguh Setyabudi, M.Pd  daam paparannya menyampaikan "agar intervensi gizi spesifik dan sensitif masing-masing daerah dapat menyesuaikan dengan target nasional penurunan angka stunting 14 persen, maka laju penurunan stunting per tahun haruslah di kisaran 3,4 persen" . Selanjutnya, Dr.Teguh menegaskan " Untuk itu semua pihak terkait ditagih komitmennya agar pada 2024 tidak ada kabupaten dan kota di 514 Kabupaten/Kota yang menjadi sasaran lokus di tahun 2022 berstatus merah atau  (Prevalensi di atas angka 30 %)".