Aku tak tahu jika semuanya akan berakhir seperti ini. Jiwaku yang dapat sebutan pembrani dan tangguh, kali ini lunglai lemah tak berdaya berhadapan dengan selembar kertas. Ku kerjapkan mata sipit ini, aku menengadah menatap langit biru yang mulai tertutup awan hitam. Ku harap air mataku tak akan membasahi pipiku lagi, tes... air mata itu tetap menetes. Sudah sekitar tiga jam aku duduk di batu besar ini bahkan daun teh yang ada disini seakan menertawakanku tapi tetap ku biarkan.
KEMBALI KE ARTIKEL