Konsep suami sebagai kepala keluarga yang memegang kendali penuh atas rumah tangga telah mengakar kuat dalam banyak budaya selama berabad-abad. Patriarki, sistem sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi dominan, telah membentuk tatanan keluarga dan masyarakat secara signifikan. Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan sosial yang begitu cepat, relevansi konsep suami patriarki terus dipertanyakan. Akar patriarki dapat ditelusuri hingga ke zaman prasejarah, di mana laki-laki seringkali berperan sebagai pemburu dan pelindung keluarga, sementara perempuan bertugas mengurus rumah tangga. Pembagian peran ini kemudian mengkristal menjadi norma sosial yang dianggap alami dan tak terbantahkan. Agama dan filsafat juga turut memperkuat pandangan bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada perempuan. Meskipun zaman telah berubah, namun sisa-sisa patriarki masih dapat ditemukan dalam banyak rumah tangga modern, Beberapa manifestasinya antara lain:
- Pengambilan keputusan sepihak: Suami seringkali menjadi satu-satunya yang berhak mengambil keputusan penting dalam keluarga, tanpa melibatkan istri.
- Pembagian tugas yang tidak adil: Istri masih seringkali memikul beban pekerjaan rumah tangga yang lebih besar dibandingkan suami.
- Kekerasan dalam rumah tangga: Kekerasan fisik, emosional, atau seksual terhadap istri seringkali dibenarkan dengan alasan patriarki.
- Pengendalian keuangan: Suami mengontrol seluruh keuangan keluarga tanpa melibatkan istri.
- Pembatasan kebebasan: Istri dibatasi dalam mengejar karier atau pendidikan.
KEMBALI KE ARTIKEL