“Memang ada kredit mobil yang mudah, cepat, nggak pake ribet dan tanpa uang muka?”
Mungkin terdengar tidak masuk akal jika saya katakan ada. Tetapi bagaimana mungkin orang dapat membeli sebuah mobil secara kredit tanpa menyertakan uang muka. Padahal jika kita menilik iklan mobil baru di surat kabar jelas tertera DP (Down Payment) yang berkisaran 20-30 persen, dan ini juga berlaku bagi mobil bekas.
Sekedar ingin berbagi pengalaman ketika bekerja di Brunei Darussalam pada tahun 2005 sampai pertengahan 2007 sebagai pengemudi. Sebagai informasi, di negara ini mobil pribadi adalah alat transportasi utama. Satu-satunya alat transportasi umum adalah bus kota yang hanya melayani rute tertentu, dan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Bus kota di sana hanya beroperasi dari pagi sampai petang saja. Sedangkan roda dua sangat jarang ditemui, jika ada itu hanya digunakan sebagai alat transportasi untuk delivery service atau kendaraan roda dua ber-CC besar yang dipakai untuk hobi saja di hari libur. Maka bisa kita bayangkan bagaimana repotnya jika tidak memiliki kendaraan pribadi.
Kebijakan pemerintah Brunei yang meniadakan bea masuk terhadap mobil yang mereka import membuat harga mobil di sana bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Bagi golongan berpendapatan tinggi bisa dengan mudah memiliki sebuah mobil Eropa keluaran terbaru. Sedangkan mereka yang berpenghasilan menengah ke bawah biasanya mencari mobil merek Jepang yang diproduksi oleh negara-negara Asean seperti Indonesia dan Thailand. Pastinya pemandangan di jalan raya Brunei yang bagus itu teramat jarang kita temui mobil butut. Jalan raya di sana bisa saya ibaratkan sebuah showroom mobil bergerak.
Awal bekerja saya dikasih pegang sebuah sedan klasik keluaran tahun 80-an warna biru tetapi mulai ada masalah dengan mesin sehingga harus keluar-masuk bengkel. Masalah terakhir ternyata ada spare-part harus didatangkan dari pabriknya di Australia dan itu membutuhkan waktu.
Memang di rumah ada mobil satu lagi, tetapi sulit jika harus saling bergantian dengan anggota keluarga yang lain. Maka majikan berencana untuk membeli mobil baru dengan sistem kredit. Mengapa kredit? Karena selisih antara kredit dengan kontan tidak terlalu besar juga. Lagi pula dana bisa dialokasikan untuk kebutuhan dan usaha lain.
Sebelum menentukan mobil apa yang akan dibeli, maka dibuat perencanaan yang matang. Jadi membeli mobil tidak dilakukan dengan alasan “asal mobil”. Berikut adalah hal-hal yang menjadi perhatian kami dalam diskusi sebelum membeli mobil.
Pertama, menentukan tujuan membeli mobil.Tujuan utama adalah harus ada kendaraan utama di keluarga. Kebetulan majikan bekerja di stasiun televisi yang bekerja berdasarkan shift sehingga pada jam-jam tertentu mobil harus selalu ada. Tidak mungkin menggunakan angkutan umum saat masuk shift malam karena memang tidak tersedianya bus kota pada malam hari. Selain itu di rumah harus ada mobil yang stand by jika ada urusan emergency. Dalam hal ini ada anggota keluarga yaitu nenek yang memang dalam kondisi sakit. Jadi bisa disimpulkan bahwa memiliki mobil adalah kebutuhan yang sangat vital.
Kedua adalah memilih jenis mobil. Di rumah sudah ada jenis sedan dan sedan hatchback sehingga saya mengusulkan untuk mencoba jenis SUV (Sport Utility Vehicle). Di samping itu memang pada masa itu Brunei lagi tren orang memiliki mobil jenis SUV. Dari tampilan memang terkesan sporty dan gagah tetapi tetap punya prestise tersendiri.
Ketiga, menentukan skema pembiayaan. Membeli mobil secara tunai (cash) dirasa berat bagi majikan karena berbagai alasan. Lalu diputuskan membeli mobil dengan sistem kredit yang nantinya disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
Lalu dimulailah ‘perburuan’ mencari mobil baru dengan mengunjungi dealer mobil milik ATPM maupun showroom mobil bekas. Walau tergolong negara kecil namun tempat penjualan mobil bekas bisa dijumpai di mana-mana. Rata-rata mobil-mobil yang dijual di sana relatif masih baru dan bagus. Ini karena masyarakat Brunei gemar berganti-ganti mobil, alias cepat bosan.
Di sebuah showroom kami tertarik pada sebuah mobil SUV model terbaru keluaran pabrikan asal Korea yang jika dilihat dari tongkrongan cukup bagus. Mobil itu keluar dengan 2 jenis mesin, dan kami tertarik untuk memiliki yang bermesin diesel 2000 cc. SUV bermesin diesel ini tidak hanya dilengkapi transmisi otomatis, tetapi didukung pilihan 4x4 WD (roda penggerak). Mesin diesel yang berbakar solar tentu saja membuat lebihekonomis karena harganya lebih murah dibandingkan dengan bensin.
Dari segi tampilan, mobil yang kami incar punya 2 warna yang berbeda dengan warna mobil pada umumnya. Pilihan kami jatuh pada mobil yang warna dominannya mild silver dan bawahnya coklat tua. Lalu jika dilihat dari belakang mobil tersebut juga terkesan sporty karena memiliki double muffler. Interior dalamnya juga bagus sekelas sedan termasuk audio dan pemutar CD. Pada beberapa tempat terdapat soket AC 12 volt yang bisa digunakan untuk men-charge gadget.
Di sana kami juga mendapat informasi lebih detail berkenaan dengan spesifikasi mobil tersebut dari seorang pegawai dari bagian marketing. Mobil incaran kami itu mempunyai garansi selama 2 tahun untuk suku cadang, tanpa melihat catatan kilometer serta penggantian oli dan filternya gratis sebanyak 2 kali termasuk service ringan. Bagaimanapun layanan purnajual harus ikut menjadi pertimbangan dalam memilih kendaraan.
Setelah itu dijelaskan bagaimana skema kredit yang bisa dipilih oleh calon konsumen. Skema kredit mobil di sini cukup menarik karena kita bisa membeli sebuah mobil tanpa harus membayar uang muka (DP) terlebih dahulu. Selain itu jangka waktu kredit yang di Indonesia paling lama 5 tahun, maka di Brunei kita bisa mengambil tenor pembiayaan selama 7 tahun. Apakah dengan memanfaatkan fasilitas jangka waktu kredit 7 tahun membuat harga semakin mahal? Ternyata tidak sama sekali, harga mobil tersebut jika kontan dalam kisaran BND 35,000.- (on the road) dan per bulan cukup membayar cicilan sekitar BND 370.-.
Langkah selanjutnya adalah mengisi data-data seperti yang umum dilakukan dalam pengajuan kredit kendaraan. Tetapi tidak dibutuhkan banyak penyertaan fotokopi dokumen lain seperti layaknya pengajuan kredit di Indonesia, karena sepertinya di Brunei administrasi data-data pribadi sudah terintegrasi dengan baik. Asli benar-benar tidak pakai ribet. Nantinya pihak dealer sendiri yang akan membawa data tersebut ke bank di mana majikan mempunyai rekening untuk gaji bulanan, yaitu Bank TAIB (Tabung Amanah Islam Brunei) milik pemerintah Kerajaan Brunei. Jadi kredit kendaraan di Brunei tidak menggunakan jasa lembaga pembiayaan lain.
Rasanya tidak sampai 2 minggu kami sudah dihubungi via telepon oleh pihak dealer bahwa pengajuan kredit kendaraan sudah disetujui oleh bank. Beberapa hari kemudian kendaraan langsung diantar oleh pihak dealer ke rumah. Mobil tersebut langsung bisa digunakan karena sudah dilengkapi dengan surat kendaraan resmi yang dikeluarkan oleh jawatan transportasi beserta plat nomor kendaraannya. Berbeda dengan di Indonesia, mobil yang baru keluar dari dealer biasanya masih menggunakan plat nomor putih. Sedangkan untuk pemotongan gaji dilakukan tidak pada bulan berikutnya, tetapi pada 1 bulan kemudian. Jadi mobil yang kami terima sekitar tanggal 20-an bulan September 2006 itu, baru pada awal bulan November pihak bank melakukan pemotongan gaji.
Begitu mudahnya masyarakat di sana memiliki sebuah mobil memang bisa membuat kita iri. Jadi jangan heran jika rata-rata mahasiswa di Brunei mempunyai kendaraan pribadi. Mereka bisa kredit mobil dari uang allowance (tunjangan) yang setiap bulanan mereka dapatkan dari pemerintah yang jumlahnya boleh dikatakan lebih untuk membayar cicilan sebuah mobil kelas city car. Persaingan yang ketat antar dealer mobil dalam memperebutkan ‘kue’ yang tidak besar itu, membuat masing-masing pihak mempermudah kepemilikan kendaraan. Jadi dalam hal ini konsumen mendapat secara tidak langsung mendapat keuntungan tersendiri.
Begitulah sekelumit pengalaman dalam membeli kendaraan roda empat dengan sistem kredit di negara Brunei Darussalam. Dimana pemerintahnya sengaja membuat regulasi dan juga skema kredit kepemilikan kendaraan yang mudah bagi rakyatnya yang hanya berjumlah sekitar 300 ribu jiwa saja. Di sana memiliki mobil telah menjadi sebuah keharusan yang sulit ditawar. Lalu apakah sistem ini bisa diterapkan di Indonesia? Mungkin saja bisa, tetapi saya tidak berani membayangkan apa jadinya jalan-jalan raya kita nanti.
salam