Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Sekadar Bernostalgia

18 November 2020   21:34 Diperbarui: 18 November 2020   21:43 130 9
Tulisan ini sebetulnya berisi pengalaman saya ketika masih bergabung dalam salah satu lembaga pendidikan calon imam Katolik di Indonesia. Waktu itu, saya pernah terlibat dalam sebuah kegiatan kunjungan ke salah satu paroki di keuskupan Malang, Jawa Timur. Kegiatan ini bernama "Misi Umat Vinsensian". Kegiatan ini biasanya terjadi setahun sekali dan berlangsung selama sebulan. Anggota kegiatan ini terdiri dari biarawan dan biarawati yang berkarya di seluruh keuskupan Malang.

Kegiatan ini diselenggarakan dan didanai oleh Kongregasi Vinsensian. Di tempat kunjungan, setiap anggota dibagi ke dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diberi tugas untuk memberikan materi - yang berkaitan dengan teologi pastoral Katolik - kepada umat Katolik di sana. Saya juga diberi tugas tertentu yang tidak biasa. Tidak biasa, karena saya sebelumnya belum pernah mengampu tugas semacam itu, yakni  menjadi mc di setiap pertemuan. Namun, pengalaman itu setidaknya melatih saya untuk terbiasa dengan public speaking.

Saya bersyukur telah terlibat dalam misi umat Vinsensian kali itu.  Rasa syukur ini pertama-tama saya lantunkan kepada Tuhan Yesus, sebab Ia boleh memilih saya untuk ambil bagian dalam misi  yang amat luhur ini. Rasa syukur ini juga berangkat dari kesadaran bahwa dalam misi ini, saya telah belajar banyak hal, terutama bagaimana mengolah kecenderungan saya yang suka bermalas-malasan atau hidup dalam zona nyaman.

Perlu diketahui bahwa, setiap anggota yang terlibat dalam kegiatan ini disebut misionaris. Disebut demikian, karena memang setiap anggota diutus untuk bermisi. Para misionaris kali itu bermisi ke paroki St. Theresia Pandaan, Keuskupan Malang.  Saya dan ketiga teman saya adalah misionaris yang mewakili Serikat Maria Montfortan. Harus saya akui, awalnya, saya begitu bahagia terpilih sebagai utusan kongregasi SMM. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun