Suara kekesalan perempuan berkuncir kuda itu terdengar sangat keras, sembari mengacak-acak kertas yang ada dihadapannya.
Wajahnya tampak murung menatap kertas yang sudah tampak sobek.
"Jangan pesimis gitu, gimana mau paham kalau baru coba sekali sudah kesal." Perempuan itu menoleh ke sumber suara, menatap datar laki-laki yang menghampirinya.
"Apa?! Kamu mau ngejek aku?" tuduhnya.
Namanya Agam, laki-laki itu terkekeh mendengar tuduhan Bina. Padahal, ia tak ada niatan sama sekali untuk mengejek Bina.
"Enggak, aku mau bantu kamu," jawabannya yang langsung duduk di kursi samping Bina.
"Gak perlu, aku bisa sendiri!"
Agam hanya diam membiarkan Bina berusaha sendiri untuk memahami materi kimia dengan sesekali Agam tersenyum kecil kala Bina kesal dengan jawabannya yang salah.
"Mau dibantu nggak nih?" Agam kembali menawarkan bantuan kepada Bina.
"Mau," jawab Bina cepat. Meskipun sedikit gengsi meminta bantuan pada Agam namun keputusan tersebut sepertinya tidak buruk. Apalagi nanti akan ada ulangan kimia, Â sangat malu jika Bina mendapat nilai dibawah KKM.
Suasana kelas kini cukup sepi karena masih pagi dan belum banyak siswa-siswi yang datang, dan dikelas Bina juga hanya terdapat Agam dengan dua teman lainnya yang sibuk dengan urusan masing-masing.
"Ini C nya harus ada 4, nah lihat dari ikatan nya." Bina memperhatikan Agam dengan serius.
"Nah, coba kamu lihat ini. disini ada berapa ikatan?"
"satu," jawab Bina cepat membuat Agam menganggukkan kepalanya.
"Berarti supaya jadi 4 kurang berapa?"
"kurang 3 lagi." Lagi-lagi Agam mengangguk.
"Pinter, nah caranya gitu. Lihat dari C nya bukan H nya. Kamu dari tadi salah disitu aku lihat."
"Ya ampun Agam. Ternyata gitu doang? Makasih ya Agam, aku jadi paham. Nanti kalau ada materi yang gak aku ngerti, aku tanya kamu ya?" tutur Bina dengan senang.
"Boleh, tanya aja kalau misal ga ngerti. Aku bantu kamu sebisa ku."
****
Semenjak hari itu, terlihat Bina dan Agam menjadi sering belajar bersama. Ketika ada materi yang tidak Bina paham pasti selalu bertanya pada Agam.
Agam itu salah satunya siswa pintar dikelas, ia sering mengikuti perlombaan, jadi apapun yang menurut Bina sulit pasti bisa terselesaikan bersama Agam.
"Kamu ternyata bisa gambar?" Bina langsung menutup sketchbook nya ketika Agam berada disampingnya.
"Iya, cuma ga jago," jawab Bina.
"Masa sih? Coba aku lihat gambar-gambar kamu," kata Agam dengan mengambil sketchbook milik Bina namun Bina langsung merebut nya kembali.
"Jangan, gambar aku jelek."
"Nah iya, aku mau lihat seberapa jelek gambar kamu," jawab Agam dengan tertawa renyah membuat Bina memutar bola matanya malas.
"Apasih! gak mau, kamu gak boleh lihat pokoknya, kapan-kapan aja lihatnya."
"Kapan-kapan nya tuh, kapan?"
"Kalau aku sudah jadi bidadari, baru kamu boleh lihat." Agam tertawa kembali mendengar nya. Semenjak dekat dengan Bina, ternyata Bina itu manusia paling aneh yang pernah ada, selalu berkeinginan menjadi bidadari.
"Halu mulu kamu."
Bina terkekeh, "Kita tu perlu halu biar hidup menyenangkan."
"Alay."
"Iya aku alay, soalnya Alayfu," jawab Bina dengan tertawa membuat Agam juga ikut tertawa.
Benarkan kata Agam, Bina itu aneh!
"Eh Agam, ibu aku sudah ada di depan, aku duluan duluan ya."
Agam mengangguk dengan senyum tipis. "Iya Na, hati-hati ya."
Mengenal Bina adalah hal yang menyenangkan menurut Agam. Bina itu freak, jadi seperti ada hal seru bagi nya setiap berbicara dengan Bina. Padahal, Agam tak pernah berpikir bahwa ia dan Bina akan menjadi teman dekat karena dulu, Bina itu selalu judes jadi siapapun pasti takut duluan untuk ngobrol dengan perempuan itu.
***
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan sudah berlalu. Bina dan Agam juga terlihat semakin dekat berteman.
Agam membuat banyak perubahan untuk Bina. Seperti, yang tadinya Bina selalu malas untuk belajar perempuan itu jadi rajin, juga saat dikelas, yang biasanya Bina selalu malas memperhatikan guru atau bahkan tertidur dikelas kini menjadi lebih aktif bahkan Bina juga sering bertanya dan menjawab pertanyaan guru.
"Agam, aku mau ngasi tau kamu sesuatu." Agam mengerutkan keningnya bingung. "Tapi kamu jangan sedih ya," lanjut Bina.
"Kenapa?"
"Besok aku udah gak disini, aku pindah sekolah. Orang tua aku pisah dan aku ikut Ibu ke Semarang."
Agam tampak terdiam mendengar perkataan Bina. Dadakan sekali.
"Aku punya gelang buat kamu, kita couple. Biar kamu ingat terus sama aku." Bina menyodorkan sebuah gelang kepada Agam.
"Kamu serius?"
Bina mengangguk, "Serius. Nanti sepulang sekolah aku langsung pergi ke Semarang."
"Agam, makasih ya udah mah jadi teman aku. Aku senang bisa kenal dan berteman dengan kamu, makasih udah ngajarin aku banyak hal yang gak aku paham, ya."
"Terus jadi manusia baik ya Agam," lanjut Bina.
"Iya Bina. Sama-sama, aku juga senang kok bisa ngajarin kamu. Di Sekolah baru nanti jangan judes lagi ya Bin, serem."
"Hei Agam, aku gak serem ya."
Keduanya tertawa bersama. Agam sering sekali meledek Bina seram dan itu menyebalkan bagi Bina.
Sedih, itu yang Agam rasakan. Tapi memang sudah seharusnya seperti itu 'kan? Setiap pertemuan selalu ada perpisahan dan setiap manusia harus siap akan hal itu.
***
Agam kini sedang berada dirumah Rido, teman kelasnya. Bukan hanya sebagai teman tetapi Rido juga merupakan sahabat Agam.
"Kamu tau gak?"
"Apa?"
"Bina suka kamu tau," jawab Rido dengan wajah tengil khasnya.
Bina menyukai nya? Agam menggeleng, itu tidak mungkin. "Ngawur kamu ya."
"Aku serius, ini Bina nitipin sketchbook nya, isi nya kamu semua hehe, maaf ya aku penasaran jadi ku buka." Rido menyodorkan sebuah sketchbook milik Bina. sketchbook yang pernah Agam lihat waktu itu tetapi Bina tidak mengizinkan untuk melihat gambarnya. Sekarang Agam paham, mengapa Bina tidak mengizinkannya untuk melihat isi gambarnya. Ternyata semua gambar Bina adalah Agam.
Bina menjadikan Agam tokoh utama yang ia gambar.
Amerta dalam sketsa.
Itu yang tertulis pada salah satu gambar Bina. Agam tersenyum melihat gambar-gambar Bina. Bagus, sangat Bagus.
Menurut Bina, jatuh cinta itu musibah. Maka dari itu daripada mengungkapkan Bina lebih memilih untuk menjadikan Agam abadi dalam setiap sketsa yang ia buat. Menjadikan Agam objek utama untuk gambar-gambarnya. Karena sebaik-baiknya jatuh cinta yaitu menjadikannya abadi dalam karya.
"Bahagia selalu ya, Bina," ucap Agam dalam hati.