Pada awal tahun 1964 hingga tahun 1965 PKI semakin agresif. Melalui rapat-rapat umum, pimpinan PKI melancarkan propaganda yang bersifat menghasut dan memusuhi lawan- lawan politiknya. Dengan propagandanya, para pimpinan PKI menyerang lawan-lawan politiknya dan menggambarkan lawan politiknya sebagai kapitalis birokrat, kontra revolusi, agen nekolim (neo kolonialisme) dan lain-lain. Selain dengan semboyan, di beberapa daerah propaganda PKI disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan. Kaum tani dan buruh dihasut untuk menyerobot tanah-tanah rakyat dengan alasan landreform. Tindakan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban, baik dari kalangan ulama dari pesantren- pesantren maupun aparat keamanan. PKI juga membentuk blok-blok dalam tubuh ABRI melalui biro khusus yang dipimpin oleh Syam Kamaruzaman. Tujuannya untuk merancang dan merencanakan pengambilalihan kekuasaan. PKI juga mengadakan infiltrasi ke dalam tubuh ABRI dan pembinaan terhadap anggota-anggota ABRI.
Menjelang akhir masa Demokrasi Terpimpin, PKI memperoleh kemajuan yang pesat. Keberhasilan PKI mempengaruhi Presiden Soekarno menjadikan PKI menjadi salah satu partai terkemuka di samping PNI dan NU. Dalam perkembangannya PKI berhasil memperlemah lawan-lawan politiknya, terkecuali TNI-AD. PKI memandang TNI-AD dibawah pimpinan perwira-perwira pancasilais, seperti Jenderal Nasution dan Letjen Ahmad Yani merupakan hambatan terbesar bagi pelaksanaan program-program politiknya. Terbukti dengan ditolaknya usulan PKI tentang pembentukan angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani yang ditentang keras oleh Letjen Ahmad Yani.
Kegagalan dalam pembentukan Angkatan ke V membuat PKI membuat siasat baru. PKI kemudian melancarkan fitnah bahwa Angkatan Darat akan melancarkan kudeta pada 5 Oktober 1965 berdasarkan dokumen yang ditemukan di rumah Duta Besar Inggris Gilchrist. Dokumen tersebut kemudian dikenal dengan sebutan "Dokumen Gilchrist". Dalam dokumen tersebut dikemukakan adanya Dewan Jenderal dalam Angkatan Darat yang bertujuan untuk melancarkan kudeta. Dewan Jenderal terdiri dari petinggi-petinggi AD antara lain, yaitu: Jenderal A.H. Nasution, Letjen Ahmad Yani, Mayjen Suprapto, Mayjen M. T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D. I. Panjaitan, dan Brigjen Sukendro. Pernyataan PKI tersebut dibantah oleh TNI AD.