Pada dasarnya media cetak, elektronik, maupun media sosial, memiliki kekuatan yang sangat besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap suatu isu. Proses ini sering disebut sebagai framing, di mana media menyajikan informasi dengan cara tertentu sehingga audiens cenderung menginterpretasikan informasi tersebut sesuai dengan sudut pandang yang diinginkan oleh media. Salah satu cara media melakukan framing adalah dengan memilih kata-kata dan sudut pandang tertentu dalam menyajikan berita. Hal ini dapat mempengaruhi cara audiens memahami suatu peristiwa dan membentuk opini mereka. Selain itu, media juga dapat menggunakan bahasa yang emosional atau provokatif untuk memanipulasi reaksi audiens.
Fenomena framing ini semakin kompleks dengan adanya media sosial. Platform media sosial memungkinkan siapa saja untuk menyebarkan informasi dengan cepat dan mudah. Namun, hal ini juga membuka peluang terjadinya penyebaran informasi yang tidak akurat atau bahkan hoaks. Akibatnya, masyarakat menjadi semakin sulit untuk membedakan antara fakta dan opini, sehingga mudah terpengaruh oleh narasi-narasi yang beredar di media sosial. Konsekuensi dari framing media yang berlebihan adalah polarisasi opini publik.
Context:
Media tidak hanya melaporkan fakta, tetapi juga memilih kata-kata, sudut pandang, dan konteks tertentu untuk menyajikan berita sebagaimana suatu pemberitaan yang menyatakan Analisis Framing Pemberitaan Konflik Rusia dan Ukraina di CNN dan CNBC Indonesia. Proses pemilihan dan penyajian informasi inilah yang disebut sebagai framing. Dengan kata lain, framing adalah semacam "bingkai" yang digunakan media untuk membingkai suatu peristiwa. Bingkai ini akan memandu kita dalam memahami makna dari peristiwa tersebut. Misalnya, jika suatu peristiwa kekerasan disajikan dengan fokus pada korban, maka kita cenderung akan merasa simpati dan marah terhadap pelaku. Sebaliknya, jika peristiwa yang sama disajikan dengan fokus pada akar permasalahan sosial, maka kita mungkin akan lebih cenderung mencari solusi jangka panjang.
Argument:
Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya literasi media yang tinggi di kalangan masyarakat. Masyarakat perlu diajarkan untuk berpikir kritis, menganalisis informasi secara mendalam, dan tidak mudah percaya pada informasi yang belum diverifikasi kebenarannya. Dalam konteks politik, framing media dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil pemilu atau membentuk dukungan publik terhadap kebijakan tertentu. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bagaimana media bekerja dan bagaimana mereka dapat mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi konsumen media yang cerdas dan tidak mudah dimanipulasi.
Counterargument:
Secara fundamental menurut perspektid saya pada framing yang memiliki dasar yang kuat, penting untuk diingat bahwa audiens tidaklah pasif. Mereka memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan mengevaluasi informasi yang mereka terima. Faktor seperti pendidikan, pengalaman pribadi, dan lingkungan sosial juga mempengaruhi bagaimana individu menginterpretasikan pesan media. Selain itu, adanya beragam sumber informasi, termasuk media sosial, membuat audiens memiliki lebih banyak pilihan untuk mendapatkan perspektif yang berbeda. Oleh karena itu, pengaruh framing media mungkin tidak sebesar yang diperkirakan, terutama dalam era informasi yang begitu cepat berkembang.
Recommendation/Conclusion:
Di era informasi yang serba cepat seperti sekarang, literasi media menjadi semakin penting. Dengan kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis, kita dapat membedakan antara fakta dan opini, serta menghindari penyebaran hoaks. Literasi media tidak hanya membantu kita menjadi konsumen informasi yang cerdas, tetapi juga memungkinkan kita untuk berpartisipasi aktif dalam demokrasi. Oleh karena itu, pendidikan literasi media perlu dimulai sejak dini dan terus dikembangkan sepanjang hayat.
About the Author:
Vanesa Amelia Putri, Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Program Studi Hubungan Internasional (22)
References
Almond, G, & G, Bingham P. (1976) Comparative Politics: A Developmental Approach. New Delhi, Oxford & IBH Publishing Company.
Cholis, N., & Wardiana, D. (2018). Manajemen strategi redaksi dan bisnis koran olahraga topskor dalam menghadapi persaingan dengan media online di era konvergensi media. Jurnal Kajian Jurnalisme, 1(2).
De Ornay, E. S., & Azizah, N. (2022). Kepentingan Keamanan Nasional Rusia Dalam Serangan Militer Terhadap Ukraina Tahun 2022. Communitarian: Jurnal Prodi Ilmu Politik, 4(1).La
Herman, A., & Nurdiansa, J. (2014). Analisis Framing Pemberitaan Konflik IsraelPalestina dalam Harian Kompas dan Radar Sulteng. Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(2), 154-168.
Manesah, D. (2016). Representasi Perjuangan Hidup dalam Film "Anak Sasada" Sutradara Ponty Gea. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif. 1(2), 179-189.
Muhammad, Ali. (2015). Selamat Datang Perang Dingin! Kepentingan Rusia Di Krimea Dan Ukraina Timur Dan Ketegangan Hubungan Dengan Barat.Insignia Journal of International Relations 2 (02): 01.
Mulyana, D. D. (2002). Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Lkis Pelangi Aksara.Palombara, J. (2015). Interest groups in Italian politics (Vol. 2223). Amerika:Princeton University Press.
Paramitha, G. A., & Karim, A. A. (2022). Analisis Framing Berita Penembakan Jurnalis AS di Ukraina pada CNNIndonesia. com dan Sindonesws. com. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(5), 376-383.
Satria, G. D., & Junaedi, F. (2022). Representasi Kecantikan Perempuan dalam Iklan Garnier Sakura White dan Wardah White Secret. Komuniti: Jurnal Komunikasi dan Teknologi Informasi, 14(1), 93-119