Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Menanti jemputan

28 Juli 2011   04:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:18 106 1
Sosok tua itu berjalan tertatih-tatih menghampir kami yang sedang becakap-cakap di meja makan.  Seorang perempuan tua berpakaian rapih, selapis bedak dan seulas lipstik menghiasi wajah yang masih menyisakan kecantikan masa mudanya.

"Mau pulang", katanya dengan lirih, menatap wajah teman bicaraku.

"Pulang sama siapa?", tanya temanku.

"Dijemput anak", jawabnya.

"Ya sudah, nanti kalau yang jemput sudah datang ibu boleh pulang.  Sekarang istarahat dulu di kamar ya", kata temanku lagi.

Tubuh tua itupun membalik perlahan, meninggalkan kami.

"Rumah saya jauh, di Tangerang", kataku meneruskan percakapan yang tertunda tadi.

Tiba-tiba perempuan tua itu membalikkan badannya, "Tangerang? Tinggal di Tangerang?" katanya bersemangat. Lalu dengan mata berseri penuh harap meneruskan, "kenal Yunus, pemuka agama di Tangerang?"

"Ya bu, saya tinggal di Tangerang.  Tapi maaf, saya tidak kenal pak Yunus", jawabku, tak tega melihatnya kecewa.

Kembali tubuh tua itu berbalik, dan dengan lunglai tertatih-tatih meninggalkan kami.

"Biasa.  Setiap akhir pekan dia seperti itu, menunggu anaknya menjemput", ibu asrama Panti Werdha yang sedang bercakap-cakap denganku menjelaskan.  "Keluarganya sudah tidak lagi perduli dengan dia, sudah hampir setahun tidak dikunjungi".

--------------------------------------------

Oleh-oleh dari kunjungan ke Panti Werda Kasih Karunia Parung, Bogor.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun