Masih berkaitan dengan aksi 28 Januari 2010 lalu. Saya sendiri sebenarnya mendukung aksi ini, aksi yang menuntut kegagalan program 100 hari KIB ini. Ribuan massa yang menggeruduk, yang datang dari berbagai elemen. Tidak hanya dari mahasiswa, tapi juga buruh, petani, dan nelayan.
Petisi 28 yang mengaku cukup puas, masih akan melanjutkan aksinya hingga SBY, Boediono, dan Sri Mulyani mengundurkan diri. Tetapi saya tidak sependapat dengan tuntutan pengunduran diri tokoh yang namanya di sini disebutkan terakhir, yaitu Sri Mulyani.
Saya memiliki opini tersendiri untuk tidak memberatkan Sri Mulyani. Yang malah mungkin opini saya ini memberatkan SBY.
Sebenarnya sederhana opini itu. Anda tahu kan, siapa itu menteri? Menteri adalah pembantu presiden. Menteri menjalankan tugas pembantuan, suatu tugas yang dipercayakan karena presiden memiliki banyak tugas lain untuk mengatur negara ini. Umpamakanlah kita seorang tamu, rakyat adalah tamu dalam sebuah rumah. Majikannyamenyuruh pembantu untuk menyajikan makanan pada tamu. Jika makanan itu enak, bersyukurlah majikan karena tamu senang. Sebaliknya, jika tidak enak, maka bisa terjadi majikan yang akan ‘dirasani’ oleh si tamu.
Sudah seharusnya majikan-lah yang menjadi penanggung jawab. Dalam dunia nyata, presiden-lah yang seharusnya menjadi penanggung jawab. Harus berani mengatakan ‘Saya bersalah.’ Sikap yang jantan ini mungkin akan menimbulkan pro-kontra lagi. Tetapi paling tidak, Presiden kita sudah menunjukkan keberanian menghadapi resiko sebagai seorang presiden. Katanya militer, kok tidak jantan?
Oh iya, tidak beralih dari judul artikel ini, saya ingatkan lagi bahwa menteri hanyalah pembantu presiden. Tidak sepantasnya seorang pembantu presiden yang bertanggung jawab atas Century…
Tanggung jawab, dikemanakan?