Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Burjo Lempuyangan

6 Februari 2014   15:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06 72 0
Kang Dadang memiliki nama yang sempurna untuk disematkan pada spanduk vinyl yang tergantung di depan warung burjonya. Alih-alih menggunakan nama klasik seperti Burjo Barokah ataupun Burjo Kabita, ia lebih senang jika namanya terpampang di sana.

Kang Dadang seorang pendiam, namun cukup ramah dan murah senyum. Pelanggan burjo Kang Dadang sangat menggemari hidangan sederhana warung ini, ditambah lagi jam layanan yang terbilang panjang untuk sebuah burjo. Buka pagi, tutup malam.

Pria ini masih lajang, belum ada satupun Bu Dadang dalam empat puluh empat tahun usianya, meski sudah empat kota yang disinggahinya masing-masing tak kurang dari empat tahun.

But there is this girl.

Rumi, supervisor di salah satu cabang kantor perusahaan ekspedisi. Kantor itu ada di seberang Stasiun Lempuyangan. Rumi berusia 32 tahun, seorang pekerja keras dan juga lajang.

Layaknya pekerja-pekerja di seputaran Lempuyangan, makan siang di burjo Kang Dadang sudah sering ia lakukan. Uniknya Rumi tidak pernah sekalipun memesan Bubur Kacang Ijo. Justru mie rebus instan yang menjadi hidangan favoritnya.

Kang Dadang sudah hafal dengan kebiasaan dan jadwal makan Rumi, seperti selalu meminta agar mie rebusnya ditambah potongan cabe, seperti Es Teh Rumi yang dibuat tidak terlalu manis. Dan juga kebiasaan Rumi menambahkan sobekan nori di atas mie rebusnya.

Khusus nori ini, Kang Dadang belum bisa memenuhi permintaan Rumi untuk menyediakan stok nori di warungnya. Alasannya nori tidak bisa ditemui di pasar Lempuyangan.

Rumi pun demikian. Sudah sangat hafal dengan cara Kang Dadang melayani para pelanggan Burjo nya. Kang Dadang selalu menyajikan makanan dan minuman yang dipesan secara bebarengan, sehingga Rumi yang lebih suka menikmati es tehnya sembari menunggu mie rebusnya matang, harus meminta agas es tehnya disajikan terlebih dahulu.

Rumi menyimpan nomor handphone Kang Dadang untuk memesan mie rebus dan diantarkan ke kantornya. Sementara Kang Dadang sedikit berbeda, tanpa menyimpan nomor telepon Rumi, Kang Dadang sudah hafal dengan urutan nomor handphone milik Rumi.

Selain urusan pesan memesan makanan, mereka tidak pernah berkomunikasi melalui handphone, bahkan saat makan di Burjo pun Rumi tidak terlalu banyak bicara.

Mereka sudah tahu tentang kebiasaan masing-masing, hanya saja mereka sama sekali tidak tahu bahwa mereka saling menyukai.

#

Seperti pagi ini, pukul tujuh seperempat tepat waktu Burjo Kang Dadang. Burjo masih sepi.

Rumi mengucapkan salam sebelum menempati sudut favoritnya di dalam burjo. Kang Dadang secara ramah langsung menyambut salamnya, “yang biasa Mbak?”

Rumi mengangguk, “Nggih.”

Lalu prosesi rutin itu terjadi begitu saja, Rumi menyantap sarapan paginya, membayar sejumlah harga dan membereskan kunci motor, dompet dan handphonenya dari atas meja. Wajah Rumi juga nampak seperti biasa, tak ada ekspresi yang tidak biasa.

Hingga ketika Kang Dadang, memberanikan diri untuk sedikit membuka percakapan yang tidak pernah ia lakukan selama dua tahun ini kepada sebagian besar pelanggan burjonya,

"Kalau awal tahun seperti ini, apa sudah ramai pengiriman barang Mbak Rumi?"

Terkejut bukan kepalang Rumi dibuatnya, ia tak tahu Kang Dadang mengenal namanya, mereka tidak pernah secara resmi berkenalan. Cepat-cepat Rumi tundukkan wajahnya yang baru saja terangkat secara otomatis oleh ajakan bercakap-cakap dari Kang Dadang.

Berusaha sekuat tenaga menyembunyikan senyum dari wajahnya. Rumi mengumpulkan pecahan hatinya yang tiba-tiba saja meledak dan menempel di dinding-dinding ruangan tiga kali empat meter ini.

Bahkan Rumi membutuhkan beberapa detik lebih lama dari waktu normal seseorang menanggapi pertanyaan sederhana seperti itu. Dan setelah seluruh pecahan itu terkumpul kembali, Pelan-pelan Rumi menatap Kang Dadang. Dengan senyum terbaik yang pernah ia miliki seumur hidupnya Rumi lantas menjawab,

"Sudah Kang."

Sejurus berikutnya Rumi terlihat gugup, dan tersipu. Segera diraihnya tas jaket dan kunci motornya lalu keluar dari burjo meninggalkan Kang Dadang sendirian.

Mendadak Kang Dadang merasa tidak tahu apapun tentang Rumi. Ia lantas bertanya-tanya, mengapa senyum tadi belum pernah ia jumpai sebelumnya, apakah senyuman itu khusus untuknya, dan apakah masih ada sesuatu yang baru dari Rumi yang ia belum ketahui.

Ia ingin bertanya lagi esok, lusa, keesokan harinya, dan seterusnya.

Tiba-tiba perasaan rindu yang luar biasa muncul serta memenuhi hati dan pikirannya, tidak sabar menunggu waktu dua puluh empat jam berlalu untuk kembali bertemu Rumi.

#
Dadang - Rumi
Lempuyangan 2014

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun