Ide saya, kedua sekolah berembuk untuk membuat semacam tugu peringatan bagi para korban tewas dengan nama-nama mereka terpatri di sana. Jika perlu, sertakan potret-potret korban. Dirikan di perbatasan kedua sekolah, dengan ukuran besar. Secara berkala, adakan event 'peringatan' mengenang korban, dengan mengundang para sahabat dan keluarga mereka. Dengan cara ini, siapa tahu siswa-siswa yang secara sengaja atau tidak, yang masih memiliki dendam dan amarah terhadap lawan, bisa tersadarkan.
Lokasi tugu, bisa menjadi spot untuk kontemplasi, untuk merenung dan berdoa. Saling interaksi antar siswa, guru, alumni, keluarga korban, dan masyarakat. Lebih jauh, tugu bisa menjadi 'cermin' dan 'buku pelajaran' bagi para penggunanya.
Tugu peringatan, banyak digunakan oleh berbagai bangsa di dunia untuk menandai berbagai peristiwa. Misalnya, tugu peringatan di Lubang Buaya, dibuat untuk mengenang para korban G30S/PKI, Ground Zero di Bali atau di New York untuk mengenang para korban teroris. Di Phuket, Thailand, pemerintah setempat membangun sebuah tugu untuk memperingati bencana tsunami sekaligus mengenang mereka yang jadi korban.
Korban tawuran pelajar mungkin tak 'sepenting' korban keganasan PKI. Tapi nyawa tetaplah nyawa, apalagi kejadian ini terus terulang yang melibatkan generasi muda yang sepantasnya mati saat berjuang membangun negeri, bukan meregang nyawa hanya karena persoalan remeh-temeh. Maka, sebelum ada jatuh korban lagi, sesuatu yang 'besar' perlu dilakukan. Segera.