Terus terang setelah membaca artikel dari 9News, Australia, saya tertegun. Ada perasaan galau yang tak bisa hilang meskipun satu cangkir coklat panas sudah saya teguk. Rokok dan anak-anak, selalu menjadi hal yang mengganggu pikiran saya. Bayangkan, jika seorang anak sudah kecanduan rokok, bukan kepalang anak itu akan mengabaikan larangan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. ini persoalan perilaku dan sikap. Belum lagi dampak terhadap kesehatannya. Selain itu, dunia akan dengan mudah mengangkat issue ini, karena rokok sudah menjadi barang 'langka' di berbagai negara karena sejumlah aturan bersama yang telah disepakati untuk membatasi akibat rokok. Issue rokok seingkali juga membuat Indonesia menjadi target kritik LSM, negara, dan organisasi kesehatan dunia.
Penasaran, saya telurusi portal online dari media lain, ternyata berita ini sudah memviral. Bocah Sukabumi berumur 8 tahun yang tak bersekolah ini telah menjadi internatioanl sensation, hanya karena merokok. Coba saja simak The Telegraph, Pakistan Dailiy Times, Sydney Morning Herald, dan Jakarta Post.Jika sudah seperti ini, biasanya industri rokok yang selalu menjadi pihak pertama yang menjadi objek gerutuan. Namun, meskipun mereka dihujat, mereka juga didamba. Pemerintah suka, karena pajak dan devisa yang mereka hasilkan. Partai politik suka, karena upeti tinggi yang mereka bayarkan. Media dan biro iklan suka, karena bujet iklan yang mereka belanjakan. Atlit dan artis suka, karena sponsorship mahal yang mereka gelontorkan. So what?Dunia boleh menuding kita tak melindungi anak-anak dan orang muda dari pengaruh rokok, namun selama banyak pihak di republik ini menangguk kebahagian dari setiap jengkal asap rokok, kita bisa apa? Kampanye-kampanye anti rokok hanya gerakan seperti asap, sedetik ditiup terlihat, sedetik kemudian menghilang. Karena setengah hati.
Lalu saya berandai: jika bisa bicara dengan banyak petinggi di tanah air, ada sebaris ide yang ingin saya dialog-kan.
Pengecer:
1. Rokok hanya boleh dijual di toko besar yang berijin, tidak warung kecil apalagi asongan. Mereka yang melanggar, beri hukuman berat. Selain itu, untuk mempersulit akses masyarakat membeli rokok.
2. Rokok tidak boleh dijual eceran per batang. Harus perbungkus. Untuk menghindari perokok iseng membeli dan mengkonsumsi.
3. Tidak melayani pembeli anak-anak dan remaja. 4. Rokok hanya dijual bagi dewasa yang berumur 18 tahun ke atas. Berlakukan aturan, pembeli menunjukkan KTP untuk memastikan usia mereka.
Produsen:
1. Kemasan rokok harus polos, tanpa desain. Desain kemasan bisa mempengaruhi minat konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi.
2. Tak boleh beriklan dan memberikan sponsor dalam bentuk apapun. Kita paham dasyatnya pengaruh iklan terhadap minat membeli dan mengkonsumsi.
Penegak hukum:
1. Masih ingat kasus ayat tembakau yang dihilangkan oleh anggota DPR, masuk pengadilan, lalu dihentikan? Buka kembali, adili oknum yang melakukan kejahatan penghilangan ayat itu. Gantung di Monas, untuk menunjukkan betapa serius kejahatan yang dia lakukan.
Produsen:
1. Berhentilah melakukan lobi-lobi jahat dengan pemerintah, partai politik, dan anggota dewan untuk memuluskan usaha. Berbisnislah yang bersih. Taati aturan.
Saya juga ingin berpesan kepada para perokok, agar merokok tidak dekat-dekat dengan orang yang tidak merokok. Tindakan anda tentu sangat menjengkelkan untuk mereka yang sudah bekerja keras menjaga kesehatan. Kesehatan adalah investasi untuk hari tua yang sehat. Selain itu, jangan merokok di depan anak-anak dan remaja. Anda akan menjadi contoh yang buruk bagi mereka. ingin rasanya saya bicara empat mata dengan para petinggi tanah air, untuk berdialog.