Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Treaty Amity and Cooperation (TAC); Sebuah Perjanjian Multirateral ASEAN

5 Maret 2015   04:05 Diperbarui: 4 April 2017   17:20 6051 0
“Dengan Treaty Amity and Cooperation, tidak akan ada penggunaan ancaman atau kekerasan dalam menyelesaikan masalah antar Negara dan Negara,” kata-kata tersebut merupakan ucapan Kao Kim Hourn, Sekertaris Negara dan Kementrian Luar Negeri Kamboja sesaat setelah penandatanganan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama (Treaty Amity and Cooperation) di Phnom Pehn, 12 Juli 2012 lalu. Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Kao Kim Hourn, Antonio de Anguilar Patriota, Menteri Brazil untuk External Affairs sebelumnya saat penandatanganan Treaty Amity and Cooperation (TAC) dalam KTT ASEAN di Nusa Dua, Bali pada hari Rabu, 16 November 2011 menyatakan bahwa Brazil membangun komitmennya untuk menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan dalam upaya mendukung TAC .

Berbicara mengenai Treaty Amity and Cooperation atau biasa disingkat dengan TAC, perlu ditelisik kebelakang mengenai asal-usul dan sejarah perkembangan TAC. Secara harfiah, Treaty Amity and Cooperation (TAC) merupakan Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama dalam lingkup Asia Tenggara yang melibatkan pihak ketiga apabila terjadi konflik. Namun, muncul pertanyaan, mengapa negara-negara diluar Asia Tenggara seperti Brazil dapat terlibat dalam perjanjian ini ? Bahkan negara-negara adidaya seperti Inggris dan Amerika Serikat dapat terlibat dalam perjanjian TAC ini. Pada tanggal 22 Juli 2009, Hillary Rodham Clinton, istri mantan presiden Amerika Serikat Bill Clinton yang menjabat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, menandatangani perjanjian TAC ini . Seperti halnya Amerika Serikat, Uni Eropa dan Inggris pun turut menandatangani TAC ini pada tanggal 12 Juli 2012 lalu .

Menurut Prashanth Parameswaran , AS memandang bahwa ASEAN merupakan organisasi regional aktif yang didalamnya terdapat negara-negara yang dapat dijadikan lahan investasi sehingga AS perlu mengadakan kerjasama dan berperan aktif di Asia Tenggara, salah satunya lewat TAC ini. Sampai saat ini, ASEAN merupakan organisasi regional teraktif didunia. Hal ini yang turut memicu negara-negara diluar Asia Tenggara semacam berlomba-lomba untuk mengadakan kerjasama dengan negara-negara dibawah naungan ASEAN.

Menelisik lebih jauh ke belakang, sebelum TAC dibentuk, ASEAN praktis belum memiliki instrumen penyelesaian konflik dalam lingkup Asia Tenggara. Berbeda dengan ASEAN yang cenderung berorientasi politik, TAC lebih cenderung berorientasi pada keamanan. Konsep mengenai keamanan sendiri telah terlebih dahulu dibicarakan pada pertemuan para Menteri Luar Negeri di Kuala Lumpur yang menghasilkan Zone of Peace, Freedom, and Neutrality pada tanggal 27 November 1971. TAC didirikan pada tanggal 24 Februari 1976 di Denpasar, Bali, Indonesia. Saat itu bertepatan dengan The Declaration of ASEAN Concord I, anggota ASEAN antara lain Indonesia yang diwakili Soeharto, Malaysia yang diwakili Datuk Husein Onn, Singapura yang diwakili oleh Lee Kuan Yew, Filipina yang diwakili Ferdinan Marcos, dan Thailand yang diwakili oleh Kukrit Pramoj menandatangani perjanjian TAC ini. Kemudian secara berurutan Brunei, Papua Nugini, Laos, Vietnam, Kamboja, Myanmar, RRC, India, Jepang, Pakistan, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru, Mongolia, Australia, Prancis, Timor Leste, Bangladesh, Srilanka, Korea Utara , Inggris, Amerika Serikat dan terakhir Brazil sebagai satu-satunya negara di Amerika Latin menandatangani perjanjian ini.

Secara mendasar, TAC dibuat untuk mengatasi konflik dan pertentangan dalam lingkup internal Asia Tenggara . Seperti yang kita ketahui bersama, Asia Tenggara merupakan tempat yang dijadikan sebagai ‘lahan perang’ oleh negara-negara diluar Asia Tenggara. Vietnam dan Indonesia merupakan contoh nyata negara yang terlibat perang cukup lama dalam konteks Asia Tenggara. Selain itu, Thailand pun merupakan negara yang seringkali dilanda kudeta. Dengan latar belakang tersebut, maka dibentuklah TAC. Secara konsep, tujuan dibentuknya TAC diantaranya adalah menghormati kemerdekaan, kesetaraan, kedaulatan, dan integritas territorial semua bangsa, membebaskan negara-negara dari paksaan dan campur tangan eksternal, tidak mencampuri urusan internal negara lain, menyelesaikan sengketa dengan jalan damai, menolak penggunaan ancaman dan kekuatan (militer), serta mengefektifkan kerjasama regional .

Sejalan dengan dibuatnya TAC, Asia Tenggara pun memiliki sebuah konsep zona bebas, netral, dan damai dari ancaman negara lain di luar Asia Tenggara dalam Zone of Peace Freedom and Neutrality atau biasa disingkat dengan ZOPFAN. Namun, usaha untuk membentuk Asia Tenggara yang aman dan damai seringkali terbentur oleh riak-riak konflik yang terjadi didalam regional Asia Tenggara. Sengketa perbatasan seringkali menjadi masalah sehingga TAC ini dipertanyakan. Dalam perkembangannya TAC memang mengadakan kerjasama dengan negara-negara didalam dan diluar Asia Tenggara untuk menjalin persahabatan dan kerjasama.

TAC memang dibentuk dengan tujuan menyatukan negara-negara di Asia Tenggara dan tidak saling mengintervensi dalam urusan apapun. Namun, dalam perkembangannya dari tahun 1976 hingga kini, perjanjian mengenai persahabatan dan kerjasama ini seringkali tersandung masalah-masalah regional terutama masalah perbatasan negara. Padahal perjanjian ini telah disahkan oleh Majelis Umum PBB dan secara eksplisit disebutkan bahwa TAC berguna untuk menyelesaikan masalah persengketaan agar terciptanya perdamaian dan keamanan sesuai dengan Piagam PBB. Kedepannya, TAC diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di Asia Tenggara sejalan dengan ikut sertanya negara-negara di luar Asia Tenggara dalam perjanjian ini. Apalagi dengan adanya MEA tahun 2015, TAC merupakan salah satu unsur penting dalam terjalinnya kerjasama dalam lingkup MEA.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun