Saya berasal dari keluarga miskin akut. Udah turunan miskin, susah. Jadi, kepala kami, isi otak kami, sehari-harinya dipenuhi dengan pikiran dan taktik serta ide-ide bagaimanakah cara mengisi perut esok hari agar tidak kelaparan. Ketika bersekolah tak pernah memikirkan harus sekolah di sekolah yang bagaimana karena bisa sekolah saja sudah beruntung. Ketika makan baso di pinggir jalan, tidak memikirkan apakah tangan si abang basonya habis ngupil, habis bersihin isi telinganya, habis benerin bannya atau tidak, yang penting perut kenyang. Bisa beli baso saja sudah merupakan suatu kemewahan.
KEMBALI KE ARTIKEL