Sejarah singkat beberapa lokasi peneluran penyu di pesisir pantai Papua
Profil Pantai Peneluran Penyu Kaironi
Wilayah kepala burung bagian utara Irian jaya ( sekarang Prop. Papua Barat) berada diantara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari berdasarkan hasil survei WWF Irian Jaya 1981-1982 ada terdapat 5 kawasan pantai yang menurut Dr. Ronald G. Petocz dalam bukunya tentang Konservasi Alam dan Pembangunan Irian Jaya, memberi kepastian bahwa kawasan pantai-pantai tersebut sangat cocok dan produktif untuk tempat peneluran penyu belimbing (Dermochelys coroacea) terbesar di Indonesia, disamping sebagai tempat peneluran penyu hijau (Chelonia midas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Kelima kawasan pantai yang dimaksud oleh WWF Papua telah diusulkan sebagai Cagar Alam, masing-masing CA. Pantai Sidei- Wibain (18 km), CA. Pantai Mubrani-Kaironi (20 km) dan CA. Pantai Sausapor (14 km) terletak di kabupaten Manowari sedangkan CA. Pantai Wewe-Kwoor (20 km) dan CA. Pantai Jamursba –Medi (28 km) terletak di Kabupatemn sorong.
Dari kelima kawasan pantai tersebut 4 diantaranya telah dilaksananakan tata batas definitif di lapangan oleh sub BIPHUT Manokwari, masing-masing CA. Pantai Mubrani-Kaironi dan CA. Pantai Sidei -Wibain pada tahun 1991, serta Pantai Sausapor danPantai Jamursba Medi pada tahun 1995.
Pesisir pantai Kaironi berada di wilayah Kampung Kaironi merupakan potensi sebagai pantai peneluran jenis-jenis penyu di dunia. Dulunya, kira-kira sebelum tahun 1997semua penyu yang mendarat untuk bertelur di pantai ini selalu diburu oleh masyarakat lokal. Baik sangaja atau tidak sengaja masyarakat juga mencari penyu di perairan pantai kaironi hanya untuk mengkonsumsi daging penyu hasil tangakapan mereka. Alhasil, sejak tahun 2000, WWF Papua telah memasuki kawasan ini dan mulai memberi pengertian kepada masyarakat akan arti pentingnya spesies penyu dalam ekosistemnya, sejak tahun 2000 sampai saat ini, wilayah pantai peneluran mulai dijaga oleh masyarakat lokal sendiri yang diatur dalam sistem sasi, dan mereka diajari oleh WWF sebagai patroler (penjaga pantai peneluruan penyu). Berdasarkan informasi dari masyrakat lokal yang juga patroler, musim peneluran adalah bulan Maret-Juni. Saat tiba di lokasi peneluran, banyak sekali ditemukan sarang telur yang telah ditandai dengan menancapakan beberapa kayu kecil disekitar sarang atau dibuat pagar, hanya saja setiap sarang tidak diketahui berapa umur sarang tersebut, hanya beberapa sarang saja yang diberi kode tanggal pada pita agar sehingga dapat diketahui sudah berapa lama umur telur yang berada di dalam pasir. Jumlah sarang sampai saat kami datangi mencapai duaratusan sarang yang masih terdapat telurnya.
Aksesibilitas
Untuk mencapai lokasi pantai peneluran penyu di Pantai Kaironi sangat mudah karena telah ada sarana transportasi penghubung dengan jarak dari kota Manokwari kurang lebih 20 km, dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat, waktu yang ditempuh mencapai 3 jam.
Peluang
Acara Pelepasan tukik
bagi penelitian dan pendidikan
Mengingat masih sangat kurangnya data dan informasi darilokasi ini, padahal lokasi ini sangat tepat bagi mereka yang ingin melakukan studi tentang penyu dan pendidikan lainnya, karena lokasi ini terdapat 3 ekosistem yang memiliki karakteristik baik flora, fauna dan ekologi.
Wisata alam
Lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan objek wisata bahari maupun wisata alam karena selain sebagai lokasi peneluran penyu setiap tahunnya, lokasi ini juga terdapat estuary, hutan pantai alami seta memiliki keindahan pantai. Kendala yang dialami oleh pengunjung adalah belum tersedianya tempat tinggal atau pemondokan (sarana peristirahatan).
Estuari
Kebersihan Pantai
Lokasi ini berada jauh dari perkampungan masyarakat, selain itu telah di protec WWF oleh sehingga aktifitas masyarakat telah dibatasi dalam kawasan peneluran ini. Sampah ataupun limbah rumah tangga tidak dijumpai di lokasi ini.
Sarang dan sistem keamanannya
Berdasarkan hasil pengamatan bulan Mei 2009, ada terdapat 175 sarang yang ditandai, dari 175 sarang tersebut 126 sarang tidak dipagari sisanya 49 sarang telah dipagari. Material pagar berupa kayu buah (sebutan masyarakat lokal) atau kayu apa saja (tanpa melihat jenis tanaman) yang diperoleh dari sekitar pantai tersebut serta tali yang digunakan untuk mengikat kayu tersbut berasal dari kulit kayu tanaman Hibiscus talacius ( kangkung pantai= sebutan masyrakat lokal).Mengenai ukuran pagar, menurut patroler tidak ada ukuran khusus namun disesuaikan dengan kayu yang didapat serta ukuran sarang. Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap sampel pagar memiliki panjang 1,50 meter dan lebar 1,20 meter serta tinggi kurang lebih 90 cm. Kayu yang ditancapkan kedalam pasir kurang lebih 15 cm. Dengan adanya pembuatan pagar, hal ini menandakan bahwa pada lokasi peneluran penyu ini masih ada ditemukan adanya perodator alami.
Selama masa inkubasi sekitar 40-60 hari, sarang-sarang ini setiap paginya diawasi, apabila ada tukik yang keluar maka akan dihitung jumlahnya dan kemudian dilepas. Selama pengamatan ada ditemukan tukik yang mati di dalam sarang serta telur yang infertil.
Pemeriksaan Sarang Telur
Predator
Mulai penyu mendarat di pantai maka keterancamannya pun telah dimulai sampai penyu itu kembali ke laut, begitu juga terhadap telur yang telah diletakkan sampai menjadi tukik yang akan menuju ke laut. Di pantai Kaironi ada sejumlah fauna yang menjadi predator alaminya yaitu: Bufo melanotictus (kodok), Kepiting dan Canis domestic (anjing).
Faktor alam lain yang meyebabkan gagalnya masa inkubasi adalah erosi dan gelombang air laut. Aktifitas manusia seperti mencari ikan dengan menebarkan jaring/jala sampai saat ini masih dilakukan di pantai Kaironi, hal ini tidak bisa di cegah karena telah menjadi aktifitas harian masyarakat setempat untuk mendapatkan ikan untuk dikonsumsi sehari-hari. Tetapi aktifitas ini dilakukan pada pagi hingga sore hari dan masyrakat setempat telah berkomitmen bahwa aktifitas mereka tidak mengusik daerah peneluran penyu tersebut.