Madinah sedang dilanda paceklik. Kemarau panjang telah membuat kering kebun-kebun kurma, maupun kebun-kebun yang lain. Tidak banyak yang dihasilkan dari hasil panennya. Ekonomi pun terkena krisis. Barang kebutuhan sehari-hari langka. Kalaupun ada harganya berkali lipat, karena ulah para tengkulak.
Tidak sedikit pun tanda musim kemarau akan berakhir. Masyarakat Madinah mulai pesimis. Kesengsaraan yang mereka rasakan sepertinya masih akan berlangsung lama.
Tiba-tiba terdengar kabar bahwa Utsman bin Affan dan rombongan dagangnya tengah dalam perjalanan pulang ke Madinah dari Syam, dengan membawa barang kebutuhan sehari-hari dalam jumlah banyak. Masyarakat Madinah pun senang. Karena kebutuhan hidup mereka akan tersedia dengan harga normal.
Namun lain halnya dengan para tengkulak. Mereka tersenyum. Mereka membayangkan keuntungan yang berlipat jika bisa memborong semua barang yang dibawa Utsman bin Affan.
Mereka pun kemudian menunggu kedatangan rombongan dagang Utsman bin Affan. Mereka berniat membeli semua yang dibawa Utsman dan menjualnya kembali dengan harga dinaikkan beberapa kali.
Tibalah kemudian rombongan dagang yang dipimpin oleh Utsman bin Affan. Para tengkulak kemudian memberhentikan rombongan itu, salah seorang langsung berkata kepada Utsman bin Affan.
"Wahai Utsman, tak perlu lah kau bawa semua barang dagangan ini ke Madinah. Biar kami yang membeli semuanya.
Sambil tersenyum Utsman bin Affan bertanya balik, "Memangnya kalian berani membeli berapa untuk semuanya?"
"Kami akan membeli tiga kali lipat dari harga kau membelinya!" jawab salah seorang tengkulak.
Utsman bin Affan menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, kami akan membelinya lima kali lipat!" jawab tengkulak yang lain.
Utsman bin Affan kembali menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu kami akan membeli dengan harga sepuluh kali lipat." Teriak seorang tengkulak. Mereka mulai kesal.
Lagi-lagi kepala Utsman bin Affan menggeleng.
"Hai, Utsman! Bagaimana kalau kami naikkan harganya menjadi dua puluh kali lipat?"
Utsman bin Affan tersenyum sambil menggelengkan kepala. Lalu dia berkata, "Kalian tidak akan sanggup membelinya."
"Memangnya akan kau jual berapa?" tanya para tengkulak penasaran.
"Tujuh ratus kali lipat. Mungkin lebih," jawab Utsman bin Affan.
"Hah gila! Mana ada di Madinah orang yang sanggup membeli dengan harga segitu." Para tengkulak menjawab dengan nada melecehkan.
"Ada!" jawab Utsman bin Affan pendek.
"Siapa?"
"Allah!" jawab Utsman bin Affan sambil mengarahkan telunjuk kanannya ke atas.
Kemudian Utsman bin Affan membacakan sebuah ayat Al-Quran.
"Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 261)
"Aku akan menginfakkan semua barang yang kubawa uni kepada semua masyarakat Madinah, supaya mereka tidak kesulitan lagi."
Para tengkulak pun tertunduk lemas mendengar jawaban Utsman bin Affan tersebut.
Ayat di atas adalah janji Allah swt. Barangsiapa menginfakkan hartanya, akan Allah balas berlipat-lipat. Sampai tujuh ratus kali lipat. Bahkan akan ditambah lagi.
Ramadan adalah waktu yang sangat tepat untuk berinfak. Selain akan mendapatkan balasan yang Allah janjikan, juga pahalanya dinilai sebagai pahala ibadah wajib.