Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Tarian Kesunyian Desa: Sebuah Sosiologi Kompleksitas

15 Oktober 2013   13:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:30 86 0
Sahabatku,

hari ini aku menulis secarik kata

ungkapkan kerinduan untuk bumi ini

merangkai azah untuk pertiwi

Ibu pertiwi sedang menangis

tapi ia terus dendangkan lagu tempoe doelo

tentang tarian musim panen

tentang kisah anak gembala

tentang seruling dayung anak nelayan

tentang tangan-tangan terampil

merenda benang menenun harapan



hari ini aku kembali menulis tentang ini

di buku diary puisi hidupku

hanya untuk menggelorakan harapan

karna

aku takut kehilangan harapan

di tengah corat moret bangsa ini

di tengah kegundahan pluralisme

aku termenung makna kurban hari ini

satu hal



berani tinggalkan rasa amanmu



kembali kayu perahu sampan

kembali genggam pacul

kembali renda benang



Bangun desa dalam tarian kesunyian

bergerak dalam senyap saat embun masih enggan tinggalkan mimpi

berderak tapak jejak buat mentari pagi

Ia petani dendakan "koda"

bait-bait dari sebuah kisah

mereka lantunkan rindu untuk pertiwi

mereka rindu negeri ini berpihak pada mereka

saat anak tanah berkianat pada empunya mamon

harga diri terusik, petani tergerus

erosi budaya pun melanda

Desa dalam kesunyian terus merenda harapan

nyanyian terus bergemah

memanggilmu pulang

bangun pertiwi

bangun Indonesia

minimal belajar kejujuran dari petani

menatap miniatur Indonesia  yang kian

tergerus oleh resim Presiden yang lemah dan pengecut

Indonesia bangkit

tarikan tarian petani

dendangkan syair nelayan

.....





Uran Oncu

15 Oktober 2013

Sepenggal refleksi di hari Kurban. Untuk para sahabat Muslim

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun