Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Rumahmu Adalah Hatimu

15 September 2011   04:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 131 1
Suatu saat, ketika aku sedang bercengkrama dengan Paulo Celho lewat sebuah karyannya Alchemist, datang seorang kawan yang baru aku kenal tadi siang, namanya Zahra Medina. Ia menghampiriku, kemudian ia bertanya,

“Upe diamanakah rumahmu?”.

“Ini rumahku, tempat aku beristirahat dari lelahnya hari”. Jawabku sambil menunjuk kea rah hatiku.

Ia tampak heran mendengar jawaban dariku.

“Lantas bagaimana jika aku ingin berkunjung kerumahmu?”. Tanyanya.

“Datang saja, tidak usah sungkan Zahra”

“Maksudku, harus pergi kemana jika aku ingin menemuimu?”

“Ya dating saja kemanapun kau mau, namun jika itu terlalu sulit bagimu, maka biar aku saja yang menemuimu Zahra”

“Memang kau tahu rumahku upe?”

“Rumahmu juga adalah hatimu”

Ia semakin heran, wajahnya pun terlihat seperti orang yang sedang kebingungan. Ah tak apa, paling aku dianggap oleh dia orang gila.

“Maksudnya?” Tanyanya kembali.

“Hatimu adalah rumahmu. Jika kau ingin menemuiku dengan mudah, maka biarkanlah aku masuk kedalam rumahmu itu. Setiap kau ingin berjumpa denganku, kau tinggal menemuiku di dalam hatimu itu”.

Wajahnya memerah, Zahra menjadi salah tingkah setelah mendengar perkataanku tadi.

“euu..ap..ap..apa maksudmu tadi?” Tanyanya dengan terbata-bata.

“Dari tadi, kau hanya bertanya tentang maksudku terus. Baiklah Zahra, jika kau ingin tahu, biarkanlah aku ada dirumahmu, maka kau akan tahu apa maksudku”

“Hah?”. Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zahra.

“Bagaimana Zahra?” Tanyaku.

Dengan kebingungan yang dialaminya, membuat aku senang. Karena menurutku, seorang perempuan terlihat indah ketika ia sedang kebingungan.

“Lantas bagaimana jika kau masuk ke rumahku, kemudian kau merusaknya?” Tanya Zahra.

“Bukankah rumahmu itu ada penjaganya? Mustahil aku bisa merusaknya jika rumahmu diajaga dengan baik” Jawabku.

“Hah? Memangnya siapa yang menjaga rumahku?” Tanyanya kembali.

“Akal lah yang menjaga rumahmu”. Jawabku sambil menunjuk ke arah kepalanya.

“Bagaimana jika kau dapat mengelabui penjagaku?”. Tanyanya.

“Untuk apa aku mengelabui akalmu, jika aku benar-benar tidak mempunyai maksud jahat dirumahmu?”.

“Bisa saja awalanya kau tidak mempunyai maksud jahat, tapi setelah dirumahku niat jahat itu muncul. Bagaimana jika begitu upe?”.

“Jangan khawatir Zahra, dirumahmu kan ada peraturan”.

“Hah? Siapa yang membuatnya, sehingga dengan peraturan tersebut menjamin kau tidak akan berbuat jahat?”.

Aku semakin senang, wajahnya tampak indah sekali. Zahra, Zahra, semakin tampak raut heran diwajahmu itu.

“Baiklah Zahra, aku akan jawab pertanyaanmu itu. Tapi maukah kau menjaminnya, jika aku menjawab pertanyaanmu itu, maka kau akan biarkan aku ada di rumahmu?” Tanyaku pada Zahra.

“Untuk apa aku menjaminnya?” Tanya Zahra.

“Agar kau mudah menemuiku bukan? Itu pun jika mau, karena untuk apa membiarkanku masuk ke rumahmu tapi kau sendiri tidak ingin menemuiku dirumahmu. Bukankah tadi kau ingin menemuiku Zahra?”

Zahra terdiam beberapa saat. Sorot matanya dalam, terlihat sedang memikirkan sesuatu. Mungkin kata-kataku tadi yang mengganggu benaknya tersebut.

“Iya baiklah upe, aku akan menjaminnya”. Jawab Zahra.

“Yang membuat peraturan dirumahmu itu adalah yang menciptakan hatimu. Jika kau tetap berpegang teguh pada peraturan yang dibuat-Nya, maka aku tidak akan bisa berbuat jahat di rumahmu. Zahra, apakah sekarang kau akan membiarkan aku ada di rumahmu?”.

“Baiklah Upe, Silahkan kau masuk ke rumahku” Jawabnya.

“Dengarlah Zahra, aku bukan orang yang suka memaksa, ini aku lakukan supaya kau dapat menemuiku dengan mudah. Kapan saja dan dimana saja kau ingin menemuiku, maka aku ada dirumahmu, di hatimu Zahra”.

Ia terdiam beberapa saat. Hening suasana saat itu, semakin meyakinkan aku bahwa ia sedang terdiam. Kemudian ia bertanya kembali, “Upe kenapa aku bisa membiarkanmu masuk ke rumahku, ke hatiku?”.

“Dengarlah dengan baik Zahra, wanita itu jatuh cinta karena telinganya. Sedangkan lelaki itu jatuh cinta karena matanya.”. Jawabku.

Zahra pun mengangguk-anggukan kepalanya. Mungkin ia sudah mengerti dengan apa yang aku maksud tadi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun