Tentu saja, hal ini bertolak belakang dengan realitas sejarah Islam masa silam. Dalam catatan sejarah, di bawah komando Rasullah SAW., Islam datang membawa hal-hal baru tentang hidup bermasyarakat sehingga menjadikannya lebih beradab dan modern. Hal ini dapat kita baca dalam dokumen Piagam Madinah. Dokumen ini adalah salah satu bukti tertulis bagaimana Rasullah SAW., memulai membangun sistem bernegara dengan asas Islam yang toleran dan modern sebagaimana yang menjadi rujukan sistem pemerintahan era kini. Tidak heran, jika kemudian masa-masa ini dinamakan sebagai negara Islam.
Untuk mengenal lebih jauh bentuk negara Islam yang bisa mewakili eksistensinya di era sekarang dan bagaimana konsep pemerintahannya, serta kekhalifahannya, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mendedah kembali sejarah negara Madinah dari mulai terciptanya akad kontrak sosial dan pembuatan undang-undang dasar negara sebagai pengatur sistem ke-pemerintahan, sebagaimana prinsip utama berdirinya negara di era modern.
Dan prinsip ini harus dimiliki dulu oleh masyarakat sebelum membangun negara, jika tidak, ia akan sulit mendapatkan pengakuan secara resmi oleh negara-negara lainnya. Baik diakui secara de facto maupun de jure. Karena Hal tersebut akan menjadi identitas negara untuk bisa bersanding dengan negara-negara lainnya, sebagaimana yang dilakukan oleh negara Indonesia saat mendeklarasikan prokalamsi kemerdekaan di Jakarta oleh IR. Soekarno untuk mendapatkan pengakuan secara resmi oleh dunia. Dari pemahaman ini, kita akan menyulusuri piagam madinah sebagai akad kontrak sosial dalam standar-standar era modern tentunya dan pandangan kenegaraan pada umumnya.
Piagam Madinah dan Standar Konstitusi Era Modern
Hidup tak selamanya berwajah sama, sewaktu-waktu bisa berubah diluar kontrol manusia, bisa berupa kesedihan maupun kegembiraan. Hal ini sejak masa dahulu telah ada. Para agamawan menyebutnya sebagai ‘hikmah’ dari Tuhan. Seperti halnya, kematian persiden Anwar Sadad, misalnya, memberikan hikmah kepada pemerintah Mesir untuk meningkatkan keamanan publik dengan mengalihkan pusat pemerintahan di berbagai tempat. Begitu juga kasus bom Bali 1 dan 2 di Indonesia, mengispirasi pemerintah Indonesia dalam meningkatkan keamanan sosial dengan membentuk densus 88 dalam menangani serangan-serangan yang dilakukan oleh kelompok teroris.
Sebagai pusat control masyarakat, pemerintah tentunya telah menyadari hal itu, kejadian-kejadian mendadak yang bisa mengacaukan ketentraman negara bisa diselesaikan dengan baik. Dengan adanya konstitusi sebagai landasan negara, pemerintah dengan mudah bisa menentukan sikap jika tiba-tiba ada kasus yang terjadi di masyarakat.
Dari sini, kita bisa menemukan fungsi pemerintah sebagai nyawa negara dan fungsi konstitusi sebagai panca indra negara. Tanpa keduanya, tentunya kejadian yang saya contohkan di atas akan membuat kontruks masyarakat menjadi terbelah. Satu kelompok acuh tak acuh, sedangkan komunitas lain merebutkan kekuasaan untuk saling menguasai. Dan generasi masyarakat dalam kasus ini akan sendiri punah dengan saling berperang dan menghakimi menurut keinginan mereka sendiri.
Sebagaimana yang terjadi masa silam, masyarakat Yastrib sebelum datangnya Rosullah Saw.,saling bermusuhan demi membalaskan dendam saudaranya yang dibunuh, percaya dengan takhayul dan masih dalam bentuk kabilah . Dalam konteks ilmu sosial, hal ini sungguh primitif sekali, menyelesaikan masalah hanya menggunakan adu kekuatan dan emosi kemarahan. Seperti yang dikatakan August Comte dalam karyanya De Philosophie Positive bahwa manusia pada tahap primitif meyakini bahwa alam dengan manusia mempunyai kesamaan atau kehendak untuk bertindak seperti mana halnya manusia. Ada perasaan dalam dirinya kekuatan alam yang akan membantu dirinya. Seperti kepercayaan animism dan dinamisme. Kemudian Islam datang, sistem kabilah dan penjajahan dilenyapkan dari kehidupan masyrakat Yastrib. Ini dalam teori lanjutan August Comte sebagai fase perubahan menuju masyarakat modern. Karena pada fase ini masyarakat Yastrib telah dikenalkan dengan teologis, metafsis dan positif.
Perubahan fase ini ditandai dengan lahirnya piagam madinah sebagai akad kontrak sosial untuk bersatu dan memilih seorang pemimpin untuk mereka. Sebelum lahirnya piagam madinah ini, sebagian dari penduduk Yastrib melakukan gerakan stimulant politik berupa perjanjian aqobah pertama dan kedua dengan Rosullah Saw.,fakta ini semakin menguatkan bahwa negara Madinah sebagai negara modern telah melalui tahapan-tahapan yang semestinya. Seperti mana yang diteorisasikan oleh intelektual barat tentang perubahan masyarakat primitif ke modern.
Terlebih lagi, akad kontrak itu dijadikan sebagai rujukan ketika ada konflik di antara mereka. Hal ini sesuai dengan fungsi konstitusi untuk mendamaikan konfik yang terjadi. Beserta di ubah pula nama Yastrib menjadi Madinatur Rosul. Bagi saya perubahan nama ini cenderung sebagai proklamasi berdirinya negara Islam. Meski pada umumnya, para orentalis menolak mengakui itu.
Ada fakta yang terselip di sini, yaitu cara pemilihan pemimpin untuk negara Madinah. Pada waktu itu, terpilihnya pemimpin dipegang penuh oleh rakyat. Bahwasannya, kedaulatan rakyat inilah yang bisa menjadikan si manusia menjadi pemimpin. Dan dalam permasalah ini, Rasullah Saw., lah yang terpilih menjadi pemimpin. Dari analisa sementara ini menunjukkan bahwa sistem yang dipakai Rasullah Saw., adalah seperti bentuk pemerintahan negara Republik dengan adanya rakyat yang mempercayakan kepemimpinan negara Madinah kepada Rasullah Saw.,
Dalam standar modern, pemilihan semacam itu menjadi ciri negara Republik. Sedangkan dalam sistem yang digunakan Rasullah Saw.,dalam menerapkan hukum dan memberikan kebebasan individu dalam beragama, cocok dengan konsep demokrasi dalam pemaknaan sekarang. Hal ini sesuai dengan perkataan Masdah Mulia dalam bukunya Negara Islam tentang asas demokrasi sekarang, yaitu kebebasan, musyawarah dan persamaan. Begitu juga menurut Muhammad Alim dalam bukunya Asas-asas Hukum Modern dalam Islam kajian komprehensif islam dan ketetanegaraan (LKIS, 2010,159). Hanya saja, meski mempunyai asas yang sama, tapi ruang gerak dan pedoman dasar demokrasi ala Islam beda jauh dengan demokrasi ala modern. Di Islam tetap menggunakan prinsip nalar hukum Islamnya untuk mengaturnya, beda dengan Barat, bahwa demokrasi bebas memberi ruang rakyat untuk berkreasi.
Agar tidak terjadi campur-aduk, pertama-tama yang harus dipahami adalah dalam konstitusi negara Islam seperti piagam madinah tidak menginginkan pisahnya agama dari pemerintah, sedangkan dalam konstitusi negara modern cenderung ingin memisahkan keduanya. Perbedaan karakter inilah yang menjadikan demokrasi ala Islam tidak lah sama dengan demokrasi ala barat. Ini secara tidak langsung menyuruh kita untuk tidak semerta menyamakan sistem demokrasi yang di usung oleh negara Madinah dengan terma yang digunakan oleh barat.
Republik –Demokrasi; Bentuk Domestifikasi Negara Islam
Rasullah SAW., tidak pernah memberi nama bentuk dan sistem pemerintahan negara Madinah dengan Musyawarah ataupun demokrasi, atau pun republik. Nama-nama itu muncul setelah Rasullah Saw., wafat, seperti nama demokrasi, republik, musyawarah sebagai sebuah sistem dan bentuk negara Madinah. Dan ketika masa khulafa rashidin sistem ini diartikan sebagai khilafah Islamiyyah karena menggatikan posisi Rosullah SAW., sebagai pemimpin umat dalam beragama dan bemasyarakat.
Untuk itu, dalam masalah nama, bagi Prof. DR. Moh. Mahfud MD,SH, SU, Islam tidak mempunyai bentuk pemerintahan dan sistem politik yang khusus, tapi Islam mengajarkan bagaimana hidup bernegara dan berpolitik. Begitu juga menurut Husain Haikal, bahwasannya dalam Islam tidak mempunyai bentuk pemerintahan yang baku, dengan kata lain, bisa saja monarki absolut, monarki kontitusi, republik absolut, republik parlementer, republik kontitusi, republik demokrasi. Islam menurut beliau, hanyalah hanya meletakan dasar-dasar ke-pemerintahan, berupa tata nilai dan pedoman hidup.
Jika memang benar begitu, tidak ada bentuk baku dalam pemerintahan Islam, bagi saya itu ada. Maka dari situ mengkaji ulang negara Islam untuk menemukan hal tersebut adalah keharusan. Dengan membaca kembali sejarah negara Madinah. Dan hal ini menurut saya, sah-sah saja. Tidak salah jika orang melihat demokrasi sebagai sistem yang cocok untuk Islam karena mengandung sikap kebebasan, permusyawarahan, dan keadilan, begitu juga dengan menerapkan bentuk republik, di mana pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, sebagaimana dilakukan pada pendirian negara Madinah dan khulafa rashidin. Hanya saja, yang perlu digaris bawahi di sini adalah, kontitusi negara Islam harus berjalan sesuai dengan ajaran Islam, menjunjung tinggi ajaran tauhid, bahwa pemimpin tetaplah manusia biasa, bukan sebagai wakil Tuhan sebagaimana yang terjadi pada masa Abasiyah, di Syiah, Muawiyah dan kerajaan Romawi, Yunani pada masa dulu. Kita bisa melakukan protes terhadap pemimpin jika dirinya tidak taat terhadap agama, malah kita boleh untuk menentangnya, bila prilakunya selalu menyalahi aturan agama. Sebagaimana pidato Abu Bakar al-Sidiq ketika dilantik menjadi khalifah pertama, berpidato, yang salah satu intinya adalah “taatilah aku ketika aku masih taat kepada ajaran agama Islam dan tegurlah aku disaat lalai dengan ajaran agama Islam”. Dengan begitu, antara masyarakat, negara dan pemimpin terjalin rasa ukhuwah islamiyyah yang kuat untuk saling membantu.
Beranggapan karena ada bentuk pemerintahan Islam, menurut saya, bentuk yang paling cocok dikatakan negara Islam adalah negara Republik Demokrasi. Karena negara Madinah yang didirikan oleh Rasullah Saw., mempunyai persamaan ciri dengan negara Republik yang menganut sistem demokrasi. Mulai dari cara pemilihan pemimpin, permusyawratan, kebebasan berpendapat dan berkeyakinan, manajemen dan kesetaraan.
******
Dalam sejarah, budaya Arab telah mengenal sistem ‘demokrasi’ dalam pemaknaan sebuah budaya masyarakat bukan negara untuk menyelesaikan masalah mereka. Kebebasan individu sangat dijunjung tinggi pada masa itu. sehingga setiap dari individu baik dari kaum badawi maupunhadari tetap mendapat perlakuan yang sama. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Darul Nadwahsebagai tempat berkumpulnya para kabilah pada saat-saat tertentu. Abu bakar, misalnya, dalam pemerintahannya tetap menjunjung tinggi persamaan hak. Semua diatur dengan hukum-hukum al-Qur’an yang adil. Kita juga bisa melihat, bagaimana Umar bin Khattab menerapkan kesetaraan dirinya dengan rakyat dengan tetap tidur dilantai. Berjalan diwaktu malam tanpa ada pengawal untuk memeriksa keadaan masyarakat. Senantiasa bersama-sama dalam duka dan gembira.
Hal ini akan tampak beda, ketika melihat masa kekuasaan Bani Umayah, karena pada dasarnya, pemerintahannya dipengaruhi oleh Romawi, dengan menggunakan sistem monarki absolut. Ini bisa dilihat dengan pusat pemerintahannya bukan lagi di makkah maupun madinah, tapi di daerah Mesir, sebelum berpindah lagi.
Begitu juga pada pemerintahan Abbasiyyah, pemerintahannya dipengaruhi oleh sistem kerajaan Persia. Jabatan raja diperoleh melalu garis turunan, bukan pemilihan dari rakyat. Disamping pemerintahan yang otoriter, sistem raja adalah wakil dari tuhan tumbuh kembali. Dari sini, kita bisa petakan, sistem monarki absolut, demokrasi, republik yang terjadi pada masa itu. jika pada dasarnya sistem demokrasi dan republik lahir di masa sebelum masehi, di Yunani, maka tidak salah, jika Islam juga telah menerapkan republik demokrasi pada negara Madinah. Dan yang penting lagi adalah daerah Hijaz tidak pernah tersentuh dengan kekuasaan Yunani. ‘Demokrasi’ lahir di tanah Arab karena budaya Arab yang asli yang sejalan dengan konsep demokrasi. Sistem komunikasi sosial mereka juga mengenggam erat-erat nilai-nilai demokrasi, baru kemudian diakulturasi dengan nilai-nilai keislaman bersama ajaran teologisnya. Dengan memahami budaya tanah Arab pada waktu itu, kita bisa memahami terbentuknya negara Madinah yang menerapkan sistem demokrasi dan menggunakan gaya republik . Kesimpulan terakhir yang bisa diambil adalah Hukum pemerintah bisa diadopsi dari ajaran agama dengan mempertimbangkan aspek humanism dan kesejahteraan masyarakat.
Pada akhirnya, negara Islam adalah negara yang tidak memisahkan ajaran Islam dari UUD pemerintahan dan tetap menjadikan al-Qur’an sebagai sumber hukum yang tertinggi. Tata tertib negara tetap menjamin kebebasan rakayat dan kesejahteraan rakyat. Kekuasaan tertinggi tetap milik Tuhan dan manusia hanyalah implikasi dari kekuasaan-Nya. Dan negara Madinah adalah bentuk konkrit negara Islam yang bahasa sekarang dibahasakan sebagai negara Republik Madinah dan demokrasi sebagai sistemnya.