Kala itu umur kita masih belasan tahun. Hidup sebagai dua sekawanan penggembala di sabana bukit yang sempit namun serasa selapang langit. Di banyak waktu itu kita selalu menyempatkan melihat pipit-pipit mematuki biji rumput dan membiasakan hidup dengan kebahagiaan menengadah gerimis sebagai lantunan doa, sambil menggegam butiran embun yang pecah diujung daun sebelum tangan kita menyentuhnya. Juga masih kuingat kau menangis karena kupu-kupu yang menjauhimu untuk kau bawa memeluk senja sambil menamai alam sekata-kata.
KEMBALI KE ARTIKEL