Karena itu muncullah psikologi fungsional yang berwawasan sangat luas (makro) yaitru adanya kajian tentang perilaku, selain kajian tentang fungsi proses mental dan hubungan antara proses mental dan tubuh manusia. Namun keluasaannya itu, dianggap menjadi kurang fokus dan tidak terorganisasi dengan baik.
Dari kelemahan itu muncullah teori belajar behavioristik yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, khusuunya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku sebagai hasil belajar dan terjadi karena adanya stimulus dan respons.
Lalu teori behaviorisme ini di modifikasi oleh beberapa ahli dan akhirnya muncullah neo behaviorime tetapi hanya berbeda pada identifikasi factor khusus yang dianggap berpengaruh terhadap belajar.
Teori behaviorisme memiliki pandangan yang bersifat molekuler, memandang tingkah laku sebagai hasil dari ikatan stimulus respons saja sehingga tidak dapat menggambarkan proses mental yang terjadi. Teori ini tampaknya kurang mengindahkan proses mental yang terjadi selama belajar.
Maka teori behaviorisme ditentang oleh teori kognitivisme yang memandang bahwa belajar bukan semata-mata proses perubahan tingkah laku yang tampak melainkan, sesuatu yang kompleks yang sangat dipengaruhi oleh kondisi mental siswa yang tidak tampak.
Teori humanistime yang meyakini bahwa perilaku harus dipahami bukan sekedar dikendalikan atau direkayasa. Teori ini memiliki pandangan bahwa belaja itu memanusiakan manusia. Teori ini mementingkan pilihan pribadi, kreativitas dan aktualisasi diri setiap individu yang belajar.
Teori humanisme dan teori behavirorisme memiliki kelemahan yaitu masing-masing memandang siswa dari sudut pandang yang berbeda yaitu sebaga mesin(behaviorisme) atau sebagai manusia yang mampu mengambil keputusan tanpa pengaruh dari luar (humanism). Kenyataannya seorang siswa tidak pernah sendiri melainkan selalu berada dalam situasi sosial dimana ia menjadi bagian dari situasi atau sebaliknya.
Maka muncullah teori belajar sosial yang memandang keadaan sosial juga berpengaruh terhadap belajar.
Teori kognitivisme merupakan reaksi dari behaviorisme yang dinilai bersifat mekanistik dalam menjelaskan fenomena belajar. Behaviorisme dianggap sama sekali tidak menjelaskan dinamika internal seseorang yang mempengaruhi keputusan atau pilihan untuk berperilaku tertentu.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar lebih menekankan proses daripada hasil yang menentang teori teori yang mengutamakan hasil belajar bukan proses.
Konstruktivisme memaknai belajar sebagai proses mengkonstruksi pengetahuan melalui proses internal seseorang dan interaksi dengan orang lain. Dengan demikian hasil belajar dipengaruhi pula oleh kompetensi dan struktur intelektual seseorang. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, serta faktor internal lainnya, seperti konsep diri dan percaya diri dalam proses belajar. Disamping itu hasil belajar juga dapat dipengaruhi oleh dialog dengan orang lain dan lingkungan, seperti lingkungan budaya dan tingkat sosial ekonomi. Prespektif konstruktivisme pembelajaran dimaksudkan untuk mendukung proses belajar aktif yang berguna untuk membentuk pengetahuan dan pemahaman.
Jadi pergeseran teori- teori belajar itu terjadi karena kelemahan yang ada dari teori-teori sebelaumnya. Teori sebelumnya tidak dihilangkan secara mutlak tetapi sebagai tonggak teori selanjutnya agar lebih memenuhi belajar yang baik dan sesuai kenyaatan manusia di lingkungannya.