Air adalah unsur paling krusial dalam hidup kita. Dia paling dekat dengan kehidupan. Tanpa air, tak ada kehidupan di bumi ini. Tubuh kita pun memerlukan air yang sangat banyak, bahkan menjadi bagian unsur tubuh. Sebab, air merupakan komponen yang membentuk seluruh jaringan tubuh. Presentasenya sangat besar loh. Dia membentuk 70% tubuh, 85% darah, 80% otak, 75% otot, dan 90% sel.
Lalu, mengapa air penting untuk dilestarikan? Toh jumlahnya banyak. Iya, sepertinya. Tapi tidak, nyatanya. Air, walaupun dianggap sebagai sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun apabila melewati titik kritisnya akan habis. Krisis air sudah mulai melanda. Contoh nyatanya adalah sudah sulitnya memperoleh air bersih. Air tanah, yang dari sejak dulu kala menjadi pasokan kehidupan sehari-hari untuk minum, harus “dibantu” oleh perusahaan air minum agar dapat layak konsumsi.Di luar itu, air tanahsebagian besar hanya dapat dipakai untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Pemompaan air tanah yang berlebihan, terutama maraknya hotel dan mal yang menyedot air tanah, turut menyumbang kelangkaan itu.
Data BPS tahun 2010 jumlah rumah tangga di Indonesia yang memiliki fasilitas sanitasi layak sebesar 55,54%. Sedangkan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak hanya sebesar 44,19%.Data lain dari Kemenpera menyebutkan sistem pipanisasi (PDAM) hanya cukup mengaliri 23% rumah tangga di Indonesia. Selain itu, menurut data UN Water Organisation, pada tahun 2011 terdapat 768 juta orang yang tidak memiliki sumber air bersih untuk minum dan 2,5 milyar orang tidak memiliki sumber air bersih untuk sanitasi (MCK). Ini titik yang kritis. Memprihatinkan bukan?
Upaya Konservasi : Wajib untuk Generasi Muda
Selain itu, bayangkan air yang banyak itu berubah menjadi air bah yang menyebabkan longsor dan banjir, serta menelan korban jiwa maupun harta benda. Jadi, diperlukan upaya-upaya melestarikan air. Caranya, dengan Konservasi Air. Itu bahasa resminya. Arti sederhananya adalah menjaga kelestarian air untuk masa ke masa. Hingga dunia berakhir. Air harus tetap ada dan cukup untuk semua mahluk di muka bumi.
Beragam cara konservasi air bisa kita lakukan. Mulai dari tataran “mikro”, dengan hemat air dalam kehidupan sehari-hari. Langkah “meso” dengan membuat lubang biopori di rumah hingga ke tataran “makro” dengan turut berpartisipasi aktif dengan menjaga lingkungan, misalnya lewat penanaman pohon bakau, pembinaan masyarakat sekitar daerah resapan air. Juga aktif dalam pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai).
Sebagai generasi muda, wajar kalau kamu lakukan ketiganya. Kalau hanya bilang saya lakukan yang sederhana saja, oke. Tapi hmm, kalau ada tenaga lebih, ya boleh lah bro, ikut melestarikan dengan kegiatan voluntary misalnya. Nggak rugi dan ini langkah yang tepat bagi kita generasi muda. Kalau kata saya, itu “selemah-lemah iman” hehe.. Pedas, mungkin, tapi ini penting.
Untuk itu, tiga hal tersebut dapat kamu lakukan sebagai berikut :
Yang sederhana, yaitu menghemat air, tidak berlebihan dalam penggunaannya. Ini misalnya di lakukan dengan menggunakan shower saat mandi, tidak berendam, mengecilkan keran air ketika wudhu, mematikan keran saat membilas tangan dengan sabun baru kemudian menghidupkan lagi, atau menyiram tanaman dengan air tampungan dari hujan.
Sebagai anak muda, urusan hemat air ini sudah seharusnya jadi habit, sudah harusnya biasa. Kalau belum, kamu masih satu langkah di belakang. Jadi, kalau mau satu langkah di depan, dan menjaga “harga diri” sebagai anak muda dan aset masa depan, juga yang mempunyai tenaga lebih besar dan jumlah populasi piramida terbesar sebagai “bonus demografi” sudah sewajarnya upaya kamu dalam pelestarian air ngga cukup begitu saja. Standard.
Nah,segera singsingkan lengan baju, dan mari kita lakukan hal yang signifikan. Sebelum itu, yuk kita mengenal perilaku air dan dampaknya sehingga kita mampu berbuat sesuatu yang memberikan efek, melakukan upaya dini pencegahan dan maupun langkah penanggulangan akibat dari kualitas dan kuantitas air yang berkurang ini. Biar lebih terarah, saya akan paparkan agak fokus ke kawasan Puncak, Bogor dan daerah Jakarta.
Dari DAS, Air Mengalir sampai Jauh Banjir
Kamu tau kan, prinsip air? Dia mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.Dia akan terhambat apabila ada bermacam sampah, tutupan, atau apapun yang menghalangi geraknya. Air juga akan menjadi air bah apabila jumlahnya tak terkendali. Mengapa tak terkendali? Karena air tidak meresap. Tidak kesedot oleh akar-akar pepohonan di bagian hulu.
Dari logika ini, jika kamu sudah tahu istilah “Banjir Kiriman dari Bogor” setiap saat Jakarta kebanjiran, tentu prinsipnya sama.Air, dari gunung menuju laut. Clear kan? Jakarta, berbatasan dengan laut. Air dari sungai yang mengalir di pegunungan menuju dataran rendah menjadi biang utama banjir. Dan ini terjadi saat ini. Dulu, tidak begitu. Nah, pasti ada yang salah toh?
Ada dua aliran Sungai yang membawa air ke Jakarta yaitu DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Semua ada di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Daerah ini berfungsi sebagai daerah resapan air sebagai pengendali ketersediaan air tanah dan permukaan, sekaligus sebagai obyek wisata alam. Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai utama yang bermuara ke Teluk Jakarta dengan total luas daerah aliran 347 km2 dan panjang sungai utama 117 km. Estimasi debit banjir 2-tahunan menurut Nedeco-PBJR (1973) adalah 100 m3/s dan debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m3/s (2000) dan hal ini terkait erat dengan perubahan penggunaan lahan diwilayah DAS, khususnya di wilayah hulu. DAS Ciliwung Kabupaten Bogor yang meliputi 6 (enam) Kecamatan dengan luas 28.636 Ha, yang terbagi atas 2 (dua) bagian, yakni (i) DAS Ciliwung Hulu, (ii) DAS Ciliwung Tengah; DAS Ciliwung ini mempunyai peran strategis bagi kehidupan masyarakat di bawahnya.
Saat ini, masifnya pembangunan villa dan kurang tertatanya perwilayahan (tata ruang) kawasan puncak menjadikan semuanya semrawut. Lahan-lahan yang diperuntukkan untuk hutan berubah fungsi menjadi permukiman villa. Perubahan penggunaan lahan yang mengarah kepada degradasi lingkungan karena adanya sampah dari warga dan wisatawan dan mempercepat laju air karena tidak adanya catchment area menjadi permasalahan di kawasan Puncak (DAS Ciliwung). Dampaknya terjadi hingga hari ini. Banjir di Jakarta.
Sebab, ketersediaan lahan hijau ini berkaitan erat dengan ketersediaan air tanah. Harus ada kawasan resapan di bagian hulu atau daerah tangkapan air dan pembuatan resapan di setiap tempat yang diambil air tanahnya. Kawasan Puncak, dengan DAS nya merupakan daerah tangkapan air yang sudah diregulasi pemerintah. Walau demikian, hasil inventarisasi Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Citarum pada tahun 2004, menunjukkan bahwa luas lahan kritis di wilayah DAS Ciliwung telah mencapai 2.283,9 ha. Luasnya lahan kritis di DAS Ciliwung menunjukkan bahwa sampai saat ini degradasi DAS Ciliwung masih terjadi.
Salah satu komunitas relawan yang ada, yaitu Komunitas Peduli Ciliwung, dalam suatu kesempatan kopdar dengan saya dan teman-teman dari IPB menemukan bahwa sumber cemaran telah tersebar dari hulu sungai sampai batas hutan. Dampak ekologi hilangnya ekosistem sungai diantaranya (1) berkurangnya resapan air sungai ke dalam tanah, (2) berkurangnya daya tahan tanah terhadap aliran permukaan (run off), (3) meningkatnya potensi longsor tebing sungai, dan (4) hilangnya jalur hijau sebagai habitat satwa liar. Dampak lainnya adalah hilangnya fungsi ekonomi dan sosial bagi masyarakat yang berada di sekitar aliran sungai.
Jadi, masalah konservasi air ini krusial teman-teman. Bukan isapan jempol. Dan tidak cukup dengan upaya minim penghematan air di rumah saja. Lalu, upaya apa sih yang bisa kita lakukan?
Konservasi dan Peran Kolaboratif Kita, Generasi Muda
Saya berikan contoh. Bertepatan dengan Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia, 17 Juni 2014 yang lalu, ada MoU (Memorandum of Understanding) alias nota kesepahaman kerjasama oleh Aqua group dan Kementerian Kehutanan untuk mengelola konservasi DAS dan keanekaragaman hayati.Implementasi nyata dari MoU ini adalah pengembangan program konservasidi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGPP) tepatnya di Blok Pasekon, Resort pengelolaan Taman Nasional Cimande Desa Pancawati Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor yang sebelumnya telah dimulai sejak tahun 2012 dan diintensifkan pasca MoU.
Model konservasi Pancawati,demikian umumnya disebut,merupakan program konservasi Aqua bersama dengan berbagai elemen masyarakat yang perlu diacungkan jempol.Apa sebab, karena Pancawati telah menghasilkan model keberlanjutan lingkungan yang memadai. Air, yang merupakan sentral pelestarian dengan demikian membutuhkan pohon. Pohon memerlukan masyarakat untuk menanam dan masyarakat membutuhkan penghasilan untuk perekonomian.
Ketika berkesempatan mengunjungikonservasi Pancawati di Ciherang, Bogor tersebut,saya kagum dengan semua pihak yang kolaboratif. Semua ada disana. Secara konsisten, Aqua bersama pemerintah dan elemen civil society yaitu LSM melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat. Melalui Kementerian PU, misalnya Pak Leonarda yang juga aktivis Kemitraan Air Indonesia (KAI),Pihak Taman Nasional Gunung Gde Pangrango dan Kementerian Kehutanan juga berperan penting dalam mengelola konservasi Pancawati.
Disini jempol untuk Aqua dan para pihak yang terlibat saya berikan.Ada beberapa program yang saya catat ketika berkunjung melihat langsung Pancawati, pada tanggal 25 Mei 2015 yang lalu, antara lain : Pemeliharaan tanaman, Pengembangan Database Pohon berbasis satelit, Pengembangan model pemberdayaan bagi petani penjaga hutan.
Yang kemudian menarik bagi saya, adalah KOBEM. Konservasi Ekonomi Berbasis Masyarakat (KOBEM) merupakan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bersama yayasan Gamelina, Kelompok Swadaya Masyarakat RUPAWAN, masyarakat setempat mengelola dan mengembangkan produk penganan kripik dari pohon yang ditanam disana. Semua sinergi. Sinergi membutuhkan upaya kolaboratif dan proaktif semua pihak. Agar program ini tak jalan di tempat dan atau hanya berada di satu tempat.
Saya sempat mengabadikan produk-produk ini melalui video dan diunggah di youtube. Ini dia.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam upaya konservasi air ini. Pertama, masalah sumberdaya. Dalam hal sumber daya finansial, Aqua memang memiliki dana CSR dan Community Development. Namun itu semua membutuhkan barisan relawan dan anak muda yang mau terjun ke lapangan. Aqua sendiri memiliki relawan hijau yang merupakan masyarakat yang langsung bahu membahu melakukan edukasi masyarakat dan melakukan aktivitas lingkungan khususnya di DAS.
Fokus juga perlu diperluas, sebab Aqua walau bagaimanapun, tetap memiliki keterbatasan. Kawasan DAS hulu Ciliwung misalnya, ada Konsorsium Penyelamatan DAS Ciliwung yang dibentuk oleh berbagai LSM dan kampus IPB juga memiliki visi misi yang sama namun dengan areal yang berbeda. Lebih luas dari Pancawati.Perlu pula kita sebagai generasi muda berperan aktif. Tidak andalkan perusahaan seperti aqua dan merasa cukup bahwa sudah ada konservasi Pancawati maupun konservasi daerah tangkapan air lainnya. Perlu terjun langsung.
Kedua, Manajemen. Tidak cukup hanya dengan melakukan kegiatan awal saja. Menanam seribu pohon tak tuntas. Perlu pendampingan ke masyarakat dan pengawasan dan evaluasi (monev). Model Pancawati yang saya jadikan contoh pun menerapkan itu.
Kita, juga bisa kontributif. Ikut Membeli produk kripik masyarakat yang diolah dari hasil pohon di area konservasi sebagai bagian KOBEM, merupakan kontribusi nyata untuk perekonomian masyarakat sekitar DAS agar mereka sejahtera. Membiasakan membeli produk rakyat lokal ini merupakan budaya yang positif.
Pun juga mengawasi pembongkaran villa yang menyalahi RTH (Rencana Tata Ruang) dan berpotensi menimbulkan longsor dan banjir karena tanpa ijin dan dibangun di kawasan hutan lindung, misalnya, bisa menjadi hal yang kelihatan kecil tapi berdampak luas. Kita bisa lakukan ini juga.
Jadi kalau kamu merasa anak muda, tapi tidak melakukan upaya sebagaimana anak muda lain yang penuh antusias dan motivasi tinggi menjaga kelestarian air di lingkungan, maka kamu anak muda yang bukan hanya biasa saja, tapi tertinggal di belakang.
Yuk mari kita lestarikan air dan berjuang, bersama pemerintah, masyarakat dan juga pihak bisnis yang memiliki visi lingkungan dan nilai kemanusiaan seperti Aqua, dan menjaganya dengan tangan kita.Sinergi bersama untuk lingkungan yang lestari!