Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Revolusi Ketiga yang Mengubah Manusia

1 April 2010   06:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 263 0
Apakah makna kehidupan? Apakah hakikat manusia? Pertanyaan itu masih menghantui manusia walaupun mitos dan agama telah lama menjawabnya. Ketika disodori pertanyaan yang terakhir, paleontolog George G Simpson menjawab bahwa semua upaya untuk menjawab pertanyaan itu sebelum tahun 1859 sudah tidak ada gunanya lagi dan oleh karena itu sebaiknya kita abaikan saja.

Jawaban yang dimaksud oleh Simpson tersirat di dalam On the Origin of Species yang terbit tahun 1859 dan terjemahan dalam bahasa Indonesia diterbitkan oleh Ikon (2002) dan Yayasan Obor Indonesia/YOI (2003). Tersurat sebagai proses asal-usul spesies, buku ini telah mengubah cara pandang manusia terhadap dirinya.

Semula manusia mengira dirinya sosok biologis adiluhung yang muncul sontak terencana secara gaib, lalu berubah menjadi hasil proses algoritmik tanpa rancangan dan tanpa tujuan, sama seperti tumbuhan dan binatang lain.

Pergeseran itu termasuk gelombang ketiga revolusi cara manusia memandang dirinya dan alam selebihnya. Revolusi pertama datang abad ke-12 lewat Renaisans. Gelombang ini mengalihkan perhatian manusia dari alam gaib ke alam nyata. Lewat Summa Theologica, Thomas Aquinas mencoba menjembatani dua dunia itu supaya alam gaib tetap dipedulikan oleh masyarakat.

Gelombang kedua melanda sejak abad ke-16 ketika Copernicus memperkenalkan paradigma heliosentris, lalu disusul gerakan menolak tafsir harfiah kitab suci untuk menjelaskan manusia dan alam selebihnya. Pergeseran ini dilawan dengan kreasionisme yang berusaha memperlihatkan kesetiaan teks kitab suci dengan dunia sehari-hari. Pada tahun 1650 kreasionis pernah memastikan alam semesta muncul sekejap pada hari Minggu, 23 Oktober 4004 SM, pukul 09.00 berdasarkan jumlah hari dalam kitab suci.

Pada tahun 1802 William Paley memperluas jangkauan kreasionisme ke biologi lewat Natural Theology. Ia menekankan bahwa wujud organisme abadi sejak tercipta sampai kiamat. Argumen Paley dibantah oleh JB Lamarck dalam Philosophie Zoologique (1809). Ia berpendapat wujud organisme berubah seturut waktu akibat pengaruh lingkungan yang diwariskan turun-temurun.

Darwin menemukan proses evolusi yang berbeda sejak melanglang buana ke kawasan selatan dunia (1831-1836). Setelah menimbang selama dua dasawarsa, ia bersama Alfred R Wallace memaparkannya di Linnean Society pada 1 Juli 1858. Makalah mereka disambut dingin oleh sidang sehingga Darwin enggan memublikasikan gagasannya lebih luas. Ia baru mulai menulis pada akhir bulan yang sama setelah terus-menerus didesak oleh geolog Charles Lyell. Pada April 1859 ia selesai menulis naskah yang kira-kira berisi 155.000 kata.

Ia menyerahkan naskah ini kepada John Murray dengan judul An Abstract of an Essay on the Origin of Species and Varieties through Natural Selection. Kata abstract sengaja dipakai untuk menekankan sifat ringkas naskah yang semestinya dua kali lebih tebal. Tetapi usulan ini ditolak oleh Murray dan disunting menjadi On the Origin of Species by Means of Natural Selection.
Semula Murray hanya berminat mencetak Origin sebanyak 500 eksemplar. Tetapi setelah didesak oleh Lyell, ia menaikkan tiras tiga kali lebih banyak. Pada 24 November 1859 sebanyak 1.250 eksemplar cetakan pertama Origindiedarkan dan habis terjual dalam tempo sehari.

Origin cetakan pertama terdiri atas pengantar, 13 bab uraian, dan satu bab kesimpulan. Pada bagian pengantar Darwin langsung memaklumatkan keyakinan bahwa spesies bisa berubah seturut waktu dan perubahan itu tidak mungkin disebabkan secara langsung oleh lingkungan. Keyakinan pertamanya menantang Paley dan yang kedua Lamarck.
Ia membuka Origin dengan menjelaskan ide Seleksi Alam (Bab I-V). Ia mulai dengan menjelaskan kekuatan seleksi buatan dalam budidaya ternak. Ia kemudian memperlihatkan keragaman di alam bebas dan kemungkinan adanya mekanisme seleksi lain. Ia menamakan seleksi di alam bebas sebagai Seleksi Alam. Di bawah tekanan Seleksi Alam, ada organisme yang sekarat lalu punah karena posturnya kurang pas dengan lingkungan. Adapun organisme yang sosoknya paling sesuai bisa beranak pinak dan mendominasi populasi.
Setelah diperkenalkan kepada pembaca, Darwin menggunakan teorinya untuk menjelaskan beberapa fenomena di alam, termasuk yang sudah dijelaskan oleh Lamarck dan Paley (Bab VI-IX). Ia mulai dengan proses peralihan bentuk organisme, termasuk yang paling rumit, sebagai proses algoritmik yang dampaknya lambat laun seturut Seleksi Alam.

Penjelasan ini dilanjutkan reportase mengenai mekanisme Seleksi Alam yang terjadi dalam hitungan menit sewaktu membentuk naluri binatang (Bab VII). Di sini Darwin memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menguji ketangguhan teorinya sekaligus menggebuk penjelasan kreasionis yang tidak bisa dibantah lewat eksperimen. Inilah gebukan Darwin paling telak terhadap kreasionisme.

Pada Bab X-XII Darwin berargumen bahwa ketidaklengkapan tinggalan geologis dan fosil memperkukuh teorinya tentang kepunahan spesies bukannya membantah. Origin ditutup dengan saran supaya klasifikasi organisme disesuaikan dengan prinsip leluhur bersama (common descent).

Berbeda dengan Principia Mathemathica (1687) karya Issac Newton, Origin lebih mudah dicerna oleh pembaca awam. Persoalan baru terasa ketika pembaca menghadapi konsekuensi pemaparan Darwin manakala argumennya tak bisa digugurkan. Sedemikian berat konsekuensi itu sampai-sampai Gereja Katolik baru menerima teori Darwin 137 tahun setelah Origin edisi pertama terbit. Adapun pihak yang masih menentang evolusi darwinian tinggal segelintir kreasionis garis keras.

Sawala paling termasyhur antara mereka dan evolusionis terjadi pada 30 Juni 1860, dalam pertemuan British Association of Advance Science. Malam itu sekitar seribu orang yang hadir yang memadati Oxford University Museum, Oxford, menyaksikan gembong kreasionis, Samuel Wilberforce, berdebat dengan pendukung Darwin paling setia, Thomas H Huxley dan Joseph Hooker. Pada kesempatan itu Wilberforce menistakan Huxley dengan bertanya apakah leluhur kera yang dimaksud evolusionis ada di pihak kakek atau neneknya.

Huxley lalu menjawab bahwa kita tidak perlu malu punya leluhur kera. Leluhur yang memalukan, kata Huxley, adalah orang yang gagal di bidangnya sendiri lalu terjun ke masalah ilmiah yang tidak ia pahami, kemudian mengaburkannya dengan retorika dan mengobarkan sentimen agama sambil memutar balik data ilmiah. Suara tawa dan tempik-sorak memenuhi ruangan menyusul jawaban telak Huxley.

Selama Darwin hidup, Origin dicetak enam kali dengan sejumlah revisi. Revisi dilakukan hampir di setiap edisi, terutama untuk meredam kritik yang datang bertubi-tubi. Akan tetapi, revisi Darwin malah tidak setia dengan penemuan mutakhir dibandingkan dengan edisi 1859. Edisi Origin yang kini dianggap paling tangguh dan jernih justru edisi 1859, bukannya edisi revisi.

Ironisnya, edisi yang paling banyak disalin dan diedarkan adalah edisi terakhir yang revisinya sudah banyak yang rontok. Sialnya, Origin terjemahan YOI dan Ikon tidak tegas-tegas mencantumkan edisi acuan sebagai pertanggungjawaban ilmiah kepada pembaca. Setelah memergoki kehadiran jargon "survival of the fittest" dan "pencipta" (kalimat penutup) baru jelas bahwa mereka bukan menerjemahkan Origin edisi 1859, edisi yang paling tangguh dan paling jernih argumennya.

Resensi ini pernah dimuat di Kompas, 21 Februari 2004.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun