Hujan di sini sering menenggelamkan halaman rumah bahkan satu gang penuh. Kalau sudah hujan deras, orang-orang biasanya senang lalu menerikakkan “Kuluk kuluk kuluk hujjaaannnnn!” dengan nyaring dan diakhiri suara melengking, atau “Kuluk kuluk kuluk kullluuukkkkkkk!”.
Bagi Anda yang berada di Sampit, jangan heran kalau banyak orang di sekitar yang akan berteriak begitu. Masyarakat setempat memandang hujan deras merupakan anugerah. Kata-kata itu berisi doa agar hujan semakin deras, deras, dan deras. Mereka berteriak dengan ekspresi senang atau sambil dibawa bercanda. Serius, ini betulan.
Saya menengok masa lalu. Hujan sepertinya memang tempat bergantung masyarakat Kalimantan, selain sungai. Jaman dulu, di rumah nenek tidak ada PDAM. Beliau sering menampung air dengan drum-drum. Air dialirkan dengan pipa seadanya dari atap. Kalau sudah hujan, nenek, kakek, dan saya akan rempong basah-basahan mengarahkan pipa ke drum.
Dulu, sebelum ada PDAM, masyarakat Kalimantan menimba air dari sungai untuk keperluan mencuci dan mandi. Sedangkan untuk memasak atau minum, mereka perlu air bersih sehingga hujan deras menjadi harapan. Tentu, hujan ini juga menjadi kebahagiaan bagi para petani. Sekarang, air hujan dimanfaatkan untuk menyikat halaman, kain pel, dan sebagainya. Kata-kata itu pun juga masih sering diteriakkan. Kiranya begitulah asal mula teriakkan Kuluk-Kuluk Hujan.
*Silahkan mengutip asal menyebutkan sumber