Pagi. Sepi. Sendiri. Sudah sekian lama tak ada seorangpun yang menemani. Pa'e sudah pergi ke kampung abadi. Anak-anak Ma'e juga sudah pergi. Ada yang di Bekasi mencari rezeki. Ada yang di Jember menuntut ilmu syar'i. Hal ini membuat Ma'e depresi. Ma'e harus melawannya. Jangan sampai ia "with drawl" (menarik diri dari masyarakat). Jangan sampai ia merasa tak berarti. Sehingga ingin bunuh diri.
Beberapa perasaan seperti rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia bercampur aduk di dalam hati Ma'e. Dan Ma'e berusaha melepasnya satu persatu.
Reeeng! Reeeng! Reeeng! Terdengar suara motor Tak lama kemudian Penjual sayur berhenti di depan rumah tetangga sebelah. Kemudian dia berteriak-teriak lantang memanggil pelanggannya, "Yuur, sayuuur!"
Ma'e bergegas mengambil dompetnya---dompet talikur warna coklat hadiah dari teman taklim.
Ma'e terkejut ketika melihat isi dompetnya. Ternyata tak ada sepeserpun. Ya, sejak Ma'e tak bekerja di rumah tetangga sebagai ART (Asisten Rumah Tangga), dompet Ma'e sering kosong melompong. Kecuali jika ada tetangga yang membeli pegagan yang tumbuh subur di kebun imutnya maka satu-dua lembar uang ribuan mengisi dompetnya.
Tubuh Ma'e langsung terkulai lemas. _Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un_
"Muslimah sejati tak boleh berputus asa dari rahmat-Nya! Bukankah ada Dia yang selalu siap menolongmu, Ma'e? Meskipun berjuta kali kamu memohon pertolongan kepada-Nya, " bisik lubuk hati Ma'e tiba-tiba.
"Baiklah, aku akan memohon pertolongan kepada-Nya saja," sahut ego Ma'e. Lalu Ma'e pun berdoa sambil menengadahkan tangannya ke langit, "Ya Allah, aku tak punya uang untuk berbelanja ke mlijo. Berilah aku lauk dan sayur untuk buka puasaku nanti. Aamiin Yaa Rabb."
"Ingat pesan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 45. _Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk."_ ucap lubuk hati.
"Iya. Semoga Allah ta'ala memberiku kesabaran dan kemampuan untuk tetap istiqamah salat."
"Aamiin Yaa Rabb!" Ucap Lubuk hati. Kemudian ia menyuruh Ma'e salat Dhuha "Sana sholat Dhuha dulu. Kalau mengurus tanaman dulu dan keasyikan...bisa-bisa Ma'e lupa salat Dhuha nanti."
"Tahu saja kau, lubuk hati!" Seru Ma'e sambil melangkahkan kaki menuju mihrab untuk salat. _Qodarullah_ wudhunya belum batal. Jadi Ma'e langsung bisa salat Dhuha.
Usai salat Dhuha Ma'e pergi ke halaman samping rumah, menengok kebun imutnya.
Ma'e mengambil gembor. Lalu Ma'e menyiram tanaman dengan air cucian beras kemarin. Tanaman yang mendapatkan prioritas siraman air cucian beras adalah alokasia, monstera dan aglonema. Sisa air cucian beras Ma'e siramkan ke tanaman berbunga seperti melati, mawar, gardenia, kemuning, aster, dahlia dan anggrek. Sedangkan "mont rose", lavender, telang, vinca dan beberapa tanaman berbunga lainnya cukup Ma'e siram dengan air biasa. Karena dengan izin-Nya mereka sudah bisa berbunga selama mendapatkan sinar matahari langsung.
Ketika Ma'e tengah asyik menyiram bunga, pedagang tempe mendatangi rumahnya. Lalu ia menyerahkan tas kresek kecil berisi tempe kepada Ma'e. "Ini tempenya, Bu!" Kata Pedagang Tempe.
"Dari siapa pak?" Tanya Ma'e sambil menerima tas kresek yang berisi tempe mentah.
"Maaf Bu. Orangnya tidak mau diketahui namanya," jawab pedagang tempe.
"Baiklah. Terima kasih. Semoga Allah ta'ala memberinya balasan!" Ucap Ma'e.
Pedagang tempe itu pergi setelah mengucapkan salam. Ma'e menaruh tempe di atas meja di dekat situ. Lalu Ma'e melanjutkan pekerjaannya.
Ma'e merunduk-runduk di bawah pohon murbei. Mengintai burung kecil yang sedang berkicau sambil terbang dari satu dahan ke dahan lainnya. "Qodarullah" induknya membuatkan sarang di atas pohon murbei.
Tiba-tiba mata Ma'e tertumbuk pada sebuah benda hijau berbentuk oval yang menggelantung di antara dedaunan labu Siam. Beberapa waktu sebelumnya memang Ma'e mengalungkan batang tanaman labu Siam ke cabang pohon kersen--pohon yang tumbuh di dekat pohon murbei. Melihat labu Siam sudah berbuah cukup besar, hati Ma'e langsung melonjak kegirangan. "Akhirnya kau berbuah juga labu Siam. " Ucap batin Ma'e
"Alhamdulillah. Setelah setahun lebih Ma'e merawatku... akhirnya aku berbuah, " sahut Labu Siam kalem.
Tak lama kemudian Ma'e memetik labu Siam, "Maaf, labu Siam. Habis ini aku akan memotong-motongmu. Lalu aku memasakmu menjadi sayur bening labu Siam!"
Tanaman Katuk yang tumbuh di depan tanaman labu Siam mendadak berseru, "Kemarilah, Ma'e! Petiklah daunku. Dan masaklah aku bersama labu Siam!"
Ma'e tersenyum. "Baiklah, Katuk. Aku akan memetik daunmu dan kemudian memasakmu bersama labu Siam menjadi sayur bening."
Ma'e berjalan menuju ke tempat tanaman katuk tumbuh dan kemudian memetik beberapa lembar daunnya.
"Alhamdulillah daunku bermanfaat," kata Katuk.
"Ma'e! Petik daunku juga. Biar aroma sayur beningnya harum dan segar!" Seru Kemangi.
Ma'e menghampiri tanaman Kemangi. Lalu Ma'e memetik beberapa beberapa lembar daun kemangi.
Mae membawa semua sayur dan tempe ke dapur. Ma'e akan mengolah semua bahan mentah itu menjadi kuliner anti depresi. Pada sesi pertama Ma'e membuat sayur bening. Bahannya labu Siam, daun katuk dan kemangi. Bumbunya irisan bawang merah, bawang putih, kunci, garam dan gula secukupnya.
Pada sesi kedua Ma'e membuat tempe penyet. Tempe digoreng. Lalu dipenyet di cobek yang berisi sambal. Hmm, sungguh menggoda selera Ma'e. Meskipun bahannya sederhana. Sambalnya Ma'e buat dari tiga buah tomat, lima buah cabe rawit merah, dan terasi yang sudah ditumis plus gula dan garam. Semua bahan itu Ma'e haluskan di cobek.
"Alhamdulillah akhirnya aku punya sayur dan lauk untuk berbuka nanti," ucap Ma'e usai memasak. Kesedihan Ma'e pun berkurang.
Setelah shalat Dhuhur dan tilawah, Ma'e mengambil buku diari, menulis puisi. Kali ini Ma'e membuat puisi untuk mencegah depresi. Judulnya Puisi Anti Depresi.
Dalam sendiri
Kau tak pernah sendiri
Kau tak akan sepi
Kau tak perlu sedih
Sebab ada Dia
Ada labu Siam dkk
Ada kata-kata
Ada cinta-Nya
Ma'e menutup buku diarinya dengan hati berbunga-bunga. Perlahan tetapi pasti dengan izin-Nya depresinya pun pergi.
Bondowoso, 3-12-022