Belasan tahun yang lalu. Ketika usia saya sekitar 44 tahun dan hendak melahirkan anak kelima, saya mengalami kasus yang disebut "Ketuban Pecah Dulu" atau KPD
Pada bulan terakhir saya memeriksakan kehamilan di bidan desa posisi kepala bayi saya meragukan. Sungsang tidak, posisi kepala di bawah pun tidak. Mau memeriksakan kehamilan lewat USG ke dokter ahli kebidanan, saya tak punya uang.
Bidan desa menganjurkan saya untuk melahirkan bayi di rumah sakit saja. Karena, kalau ada masalah serius seperti bayi sungsang maka bisa segera ditangani oleh ahlinya. Tetapi, saya takut akan disuruh operasi Caesar. Juga takut akan mengeluarkan biaya besar.
Setiap selesai sholat, saya sering bersujud lama sambil terus-menerus berdoa memohon kepada-Nya agar bisa menjalani persalinan normal tanpa operasi Caesar.
Malam itu saya tidur dengan posisi tubuh hampir di tepi ranjang. Setelah terlelap, saya bermimpi menjalani persalinan di ruang bersalin rumah sakit. Begitu bayi lahir, saya terbangun dan tahu-tahu saya sudah berada di lantai.
Tak lama kemudian terdengar letupan kecil. Ternyata air ketubannya pecah. Padahal saya belum merasakan kontraksi yang hebat.
Ketika suami saya datang dari mengisi pengajian, saya berkata, "Bi. In Syaa Allah besok pagi aku mau ke rumah bidan. Karena tanda-tanda kelahiran sudah ada."
"Ya!" Jawab suami saya.
Setelah mendengar jawaban suami, saya mempersiapkan baju bayi dan baju saya yang hendak saya bawa besok.
Rabu 16 Agustus. Sekitar pukul tujuh pagi saya naik angkot. Turun di suatu tempat. Lalu saya berjalan kaki sejauh 1km menuju ke rumah bidan desa.
Tiba di rumah bidan desa saya mengatakan air ketubannya sudah pecah. Kemudian bidan pun memeriksa saya. Dan bidan bilang saya mengalami KPD atau Ketuban Pecah Dulu
Beberapa jam setelah itu terjadi pembukaan satu. Tetapi kemudian tak terjadi pembukaan lagi alias macet. Sementara itu air ketuban terus-menerus merembes.
Kamis 17 Agustus. Sore. Saya mengalami pembukaan dua dan kemudian macet.
Di sela-sela kesibukan menunggu pembukaan sempurna, saya mengemil kurma.
Jumat 18 Agustus. Sore. Saya mengalami pembukaan tiga. Seharusnya saya dirujuk ke Rumah Sakit karena air ketuban merembes sudah lebih dari dua hari 224 jam. Kepala bayi masih belum turun ke jalan lahir. Tetapi saya tak mau ke rumah sakit. Karena saya tak mau operasi caesar. Selain karena biayanya mahal juga efek pasca operasi caesar.
Sabtu 18 Agustus. Pagi. Kata bidan desa, saya sudah pembukaan 4 dan ketuban di rahim saya hampir kering. Mendengar hal itu suami saya panik dan meminta saya segera berangkat ke RS. Maka demi taat pada suami, saya pun berangkat ke RS. Tentu sambil tetap berdoa dan dzikirullah, sholawat serta istighfar dalam hati..
Di Rumah sakit saya diberi dua pilihan yaitu menjalani operasi Caesar atau persalinan induksi--persalinan paksa dengan cara induksi yaitu dirangsang dengan hormon oxytocin lewat infus.