Sehari tiga kali ia harus masuk ke kamar ibu suaminya untuk mengantarkan makanan dan bahkan harus menyuapinya. Padahal sang ibu baru berumur 50 tahun dan masih terlihat seperti 49 tahun.
"Pengen banget gue lemparin nih makanan ke mukanya, atau gue campurin sianida aja kali, sekalian!" gerutunya, tentunya dalam hati. Mana berani dia bilang langsung wong dia bucin sama si Budi suaminya.
Tiap kali ngadu ke Budi, selalu disambut dengan tausiah. Katanya dia harus menyayangi dan melayani mertua seperti ibunya sendiri. Lah, kalau seperti itu kan harusnya mertua yang melayani Santi, persis seperti mamanya lakukan selama ini. Sungguh pemikiran anak durhaka.
Pagi tadi, Santi masuk ke kamar mertuanya dengan membawa baki berisi croissant dan secangkir cairan kuning keemasan yang menguarkan aroma harum. Tidak seperti biasanya wajah Santi terlihat cerah seperti awal musim kemarau yang hangat.
Sudah tiga hari ini mertuanya tidak keluar dari kamar karena batuknya kambuh. Budi pun terpaksa tiap malam menemani ibunyadan meninggalkan istri yang baru dinikahi sebulan sendirian.
"Kamu bawa minuman apa, Yang?" sambut Budi sambil mengangkat cangkir dari nampan.
"Ada deh. Pokoknya setelah minum ramuanku ini, dijamin Mamah bakalan nggak batuk lagi," sahut Santi sambil mengedipkan matanya dengan manja.
Walaupun sedikit curiga, Budi tetap menyuapkan minuman itu ke mulut sang ibu dengan telaten. Santi terlihat duduk di ujung ranjang sambil memijat kaki mertuanya.
"Tumben kamu baik banget, Yang?"
"Ya harus baik lah, aku kan sayang sama harta Mamah."
"Apa?"
"Eh, maksudku aku kan sayang banget sama kamu, Sayang. Kan kamu itu harta paling berharganya Mamah."
"Oh, kirain!"
Setelah meminum habis satu cangkir ramuan dari Santi, tiba-tiba sang ibu mertua duduk dan menunjuk ke arah Santi.
"Santi! Minuman apa yang kamu berikan ke Mamah?"
"Emang kenapa, Mah?" Teriak Budi panik. "Jangan-jangan Mamah diracun?"
Wajah Santi pucat pasi. Tubuhnya gemetar dan ia pun mulai menangis.
"Emang kenapa, Mah? Mamah nggak suka ya? Terlalu pedas atau terlalu manis ya?"
"Enggak, kok. Siapa bilang! Mamah kaget karena jahenya berasa banget. Manisnya juga pas! Mamah jadi berasa segar dan muda lagi! Kamu pinter banget bikin jamu!"
"Oh, itu wedang jahe, Mah. Buat meningkatkan stamina sama biar tubuh Mamah anget, jadi nanti batuknya cepet sembuh."
"Makasih ya, Santi. Kamu memang menantu terbaik. Ya sudah, sana kalian sarapan dulu, Mamah mau tidur biar cepet sembuh."
Sepasang pengantin baru itu pun bergandengan menuju meja makan.
"Sayang, itu beneran kamu yang bikin wedang jahe?" Selidik Budi penasaran.
"Ya akulah. Orang tinggal sret, buka sasetnya terus seduh. Aku kan beli Jaeku Jahe Instant ke Bu Umi Sakdiyah Sodwijo temen Facebook yang sering aku baca cerpennya di Kompasiana."
"Sudah kuduga! Hahahaha ...."
Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya.
(Bersambung)