Anisa membuka mata perlahan. Raga yang lelah memaksanya menggeliat, merenggangkan tangan ke atas lalu menoleh ke samping kirinya. Dia mendapati Mbak Siti yang sedang duduk di kasur yang sama, tersenyum kepadanya, hingga terlihat gigi putihnya yang rapi. Mbak Siti hanya tersenyum kepadanya, hening, tanpa suara, tetapi Anisa tidak merasa takut sedikitpun. Meskipun ia sadar, tempat Mbak Siti bukan di sini lagi. Namun sosok di depannya nampak begitu nyata. Anisa merasakan ketenangan, seperti dahulu saat Mbak Siti masih ada.Â
KEMBALI KE ARTIKEL