Media Massa adalah pillar ke empat kekuasaan dalam negeri demokrasi. Eksekutif,yudikatif,legislatif dan media. Dari keempat pillar kekuasaan tersebut Yang Sekarang Paling membahayakan dalam menjaga integritas sebagai Bangsa yang Merdeka adalah Media Massa.
Mengapa Media Massa berbahaya: 1. Media massa (radio,televisi,koran,majalan,digital internet media) adalah sebuah ruang kekuasaan Yang Tidak dalam Kendali Rakyat.
2. Media massa khususnya yang menggunakan medium udara milik public tidak menjadikan public sebagai pemiliknya. Frekwensi yang merupakan UDARA milik public/rakyat kini dibeli dipakai sebagai saluran gelombang siar televisi swasta. Perusahaan swasta membayar sewa penggunaan udara/gelombang untuk siaran televisi dan radio: mencari iklan dst. Dimana hanya perusahaan raksasa yang menguasainya dan menyewa jalur udara tersebut. Radio-radio komunitas yang kecil tidak membuat iklan dan hanya sempit jangkauan siaranya.
3. Pencurian frekwensi.
4. Rakyat tidak dapat secara luas menjadi konsumer yang kritis dan kreatif, ataupun kuat terhadap pemberitaan Media massa. Informasi televisi satu arah, dari Redaksi Televisi dengab bias Pemilik bahkan ideologi Perusahan televisi bersangkutan. Disini Rakyat tidak bisa terlibat langsung, misalnya ada beberapa televisi di Indonesia, yang hanya dimiliki oleh beberapa orang yang menguasai saham-nya. Pada saat rakyat membutuhkan berita tentang kegiatan yang mungkin dilakukan oleh menjadi lawan politik dari pemiliknya Televisi yg dijangkau rakyat, tidak disiarkan--maka Rakyat kehilangan Hak atas Informasi yang dikuasai oleh Korporasi.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang menganggap bahwa Konglomerasi Media massa tidaklah bertentangan dengan UUD 1945 merupakan Kemunduran dan BAHAYA Media bagi Demokrasi SEMAKIN JELAS.
Kalau Jaman Perjuangan, Pergerakan Kemerdekaan dan Perjuangan Politik pada Masa Demokrasi awal Indonesia, dimana Surat-kabar dimiliki oleh Partai-partai Jelas, disitu para anggota Partai menulis dan mejual sebagai bagian sosialisasi, agitasi dan propaganda Partai BUKAN INDUSTRI, yang penulis dan redakturnya tidak dibayar, bekerja untuk partai untuk ideologi.
Kini MEDIA massa menjadi berbahaya, terutama Televisi MENGAWINKAN IDEOLOGI Pengusaha dan Pemilik dengan INDUSTRI. Ini ancaman serius demokrasi. Ini jelas sudah terjadi di USA dan Inggris, serta Australia.
Menjadi ancaman serius karena industri dikuasai kapitalis yang semata-mata menjadikan MEDIA sebagai komoditi dan mencari keuntungan setingginya, lalu menindas buruhnya, sementara disaat yang sama menggunakan media itu untuk Kepentingan politik/kekuasaan bagi Ideologi tertentu. Di Amerika Serikat sudah Jelas--semua jaringan FOX adalah Partai Republik, dan yang lainnya mungkin sebagian dimiliki oleh Republik dan Partai Demokrat, maka isi berita pun menjadi jelas arahnya Bias dan Kasar. Apakah kita mau meniru model sana???? No Way, USA memang didirikan oleh Pengusaha pada tahun 1776, tapi Indonesia didirikan oleh Rakyat dan untuk Rakyat.
5. Pekerja media massa seringkali merasa sebagai pekerja dan bukan buruh. Padalah mereka sama saja buruh dari industri media massa yang rawan PHK sepihak. Bahkan seringkali jurnalis harus memberitakan sesuatu tidak sesuai karena tuntutan Bossnya.
6. Baru-baru ini terjadi kasus terhadap Luviana, jurnalis perempuan MetroTv yang diPHK karena hendak mendirikan Serikat Kerja, dan memperjuangkan kesejahteraan karyawan (bukan memperjuangkan individu) namun Luviana di PHK, bahkan sang Pemilik Media tersebut telah membuat fitnah yang menyatakan hal yang sebaliknya.
7. Luviana masih berjuang terus, namun selalu terbentur, bahkan Menakertrans yang harusnya membela pekerja malah berpihak pada pengusaha--pasti karena pengusaha media atau apapun memliki power yang didistribusikan dalam bentuk uang...
berikut antara lain secuplik kisah luviana Metro TV
Sudah sepuluh bulan kasus ketenagakerjaan menimpa Luviana (jurnalis perempuan Metro tv). Luviana diminta mundur kemudian di-PHK sepihak setelah mendirikan organisasi yang merupakan cikal bakal berdirinya Serikat Pekerja di Metro TV. Luviana bersama sejumlah karyawan Metro TV mempertanyakan kesejahteraan dan memperbaiki manajemen Metro TV, dan mengenalkan tayangan tanpa bias gender.