Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Terorisme dan Ilusi Mati Syahid

28 Juli 2013   22:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:54 313 1
Dua terduga teroris tewas ditembak polisi di Tulungagung, Jawa Timur, 22 Juli 2013 lalu. Pemberitaannya dengan cepat menyebar luas di media maya dan memancing berbagai komentar. Media - media online "garis keras" pun juga turut mengangkat peristiwa tersebut.

Berbagai hujatan dilontarkan kepada polisi yang dianggap terlalu mudah membunuh orang yang belum terbukti bersalah. Selain itu, tak sedikit yang menyanjung para terduga teroris, yang mereka anggap sebagai Mujahidin yang mati syahid.

Mujahidin? Mati syahid?

Aku tak tertarik membicarakan dalil - dalil dibalik penghormatan terhadap para terduga teroris tersebut. Aku hanya tertarik untuk melontarkan pertanyaan kepada para penyanjung terduga teroris tersebut.

Jika mereka para penyanjung beranggapan bahwa para teroris yang berniat mengebom dan membunuh orang lain itu adalah para mujahidin yang mati syahid, kenapa para penyanjung tersebut tidak mengikuti langkah para "mujahidin" itu untuk kemudian terbunuh dan mati syahid?

Masuk akal bukan ketika kita membenarkan sebuah tindakan dan oleh karenanya kita akan melakukan hal yang sama?

Sama ketika si A menyatakan bahwa para terduga teroris itu adalah seorang mujahidin yang sedang berjihad dan oleh karenanya dia akan mati syahid ketika tewas dalam perjuangannya.

Jika saja si A ingat, jihad adalah kewajiban setiap muslim, dan otomatis ketika si A membenarkan bahwa si terduga tengah berjihad, konsekuensinya dia juga wajib melakukan hal yang sama.

Yang terjadi adalah si A hanya berkoar-koar menghujat polisi dan mendoakan terduga teroris mati syahid.

Aku sarankan kepada si A, kalau dia membenarkan tindakan teroris tersebut, maka cukup sudah bualannya dan mulailah mengikuti langkah teroris yang disebutnya sebagai mujahidin itu. Mulailah membunuh orang-orang lain di sekitarnya yang dianggap kafir dan teruslah membunuh hingga dirinya sendiri terbunuh.

Apa yang terjadi? Atas saran tersebut, si A mengatakan jika jihadnya sebatas memberikan dukungan moril dan spirituil mengingat dirinya sudah berkeluarga dan anak-anaknya masih kecil. Yayaya.. Dia lupa kalau keluarga bukanlah alasan untuk tidak mengangkat senjata dalam jihad.

Si A tidak sendirian, dan malah aku tidak pernah mendapat jawaban tegas: "Ya! Aku akan mengikuti jejak para mujahidin itu untuk membunuh para kafir untuk kemudian mati syahid dalam perjuangan itu."

Sebagian besar balik menghujat aku yang melontarkan pertanyaan dan saran seperti yang di atas, dan sisanya hanya berdalih kenapa mereka tidak melakukan hal yang sama.

Bagiku, ketika mereka menyatakan dukungan kepada para pelaku teroris tapi mereka tidak mau melakukan tindakan yang sama (membunuh dan mati syahid), maka hanya ada 2 kemungkinan;

1. Para pendukung terorisme tersebut adalah pengecut dimana mereka hanya berani bersuara memberikan dukungan namun tidak cukup nyali untuk melakukan hal yang sebenarnya merupakan kewajiban bagi mereka yang membenarkan tindakan terorisme di Indonesia adalah jihad. Atau...

2. Jauh di dalam lubuk hati, mereka ragu bahwa tindakan yang dilakukan para pelaku teror adalah tindakan jihad. Mereka ragu jika para pelaku teror tersebut terbunuh, maka mereka mati syahid, dan pada akhirnya para pendukung tersebut juga ragu bahwa pelaku teror tersebut akan masuk surga.

Para pendukung terorisme tersebut semula menyatakan yakin bahwa Imam Samudra cs yang sudah mati ditembak itu mati syahid dan masuk surga.

Namun, dengan cepat mereka hanya sekedar menghujat aku dan berdalih seribu satu alasan ketika aku bilang: "Kalau begitu, kenapa kalian tidak mengikuti jejaknya? Kan yakin tuh bakal masuk surga? Dah, gak usah banyak cakap. Sono gih, buruan! Bunuhin tuh para kafir dan terus bunuh sampe kalian sendiri terbunuh! Sono gih!"

Lihat sendiri kan? Antara mereka pengecut atau mereka tidak yakin mereka akan masuk surga jika mereka melakukan hal yang sama dengan para pelaku teror itu.

Para pendukung itu hanya sekedar membenci orang-orang yang memiliki pandangan yang berbeda dengan mereka.

Mereka hanya senang ketika ada orang-orang yang melakukan teror atas nama pandangan mereka dan melakukan kekerasan kepada orang-orang yang mereka benci.

Mereka hanya berani "nabok nyilih tangan", dan tidak cukup melakukan sendiri karena mereka pada dasarnya tidak yakin bahwa para pelaku teror akan mati syahid dan masuk surga.

Dengan demikian, bagi para pendukung pelaku teror itu sendiri, mati syahid adalah sebuah ilusi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun