Kadang kita berfikir melebihi batas kemampuan diri sendiri, bahkan terkesan dipaksakan, untuk sekedar mendapat pengakuan tertentu dari seseorang yang sedang menjadi "atasan" kita, dan tanpa disadari, sikap seperti itu kian lama menjelma sebagai bagian dalam kemunfikan sikap hidup bermasyarakat kita, anehnya kita merasa enjoy saja, padahal dalam hati kecil ada penolakan keras yang tak pernah kita hiraukan, mungkin pula... Berdalih ini sebuah kebutuhan demi mempertahankan segala aksesoris materialistik sebagai pembenaran tindakan palsu yang sesungguhnya telah jauh melenceng dari jalur kebenaran itu. Ya, kita sering berucap kata tentang sesuatu yang berlain fakta dengan apa yang sebenarnya kita yakini dalam getaran jiwa... "Naqulu billisani, ma laysa fil jinani". Sahabat ! Sadarkah kita? Atau masih hendak terus beretorika ala kaum falsafis untuk beradu argumentasi basa-basi, ataukah... Sejenak, mari kita heningkan cipta, kembali mencari jati diri, siapakah saya yang tak berdaya ini, hingga harus menipu-Nya?!
KEMBALI KE ARTIKEL