Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Rayuan Pulau Kelapa

18 Februari 2010   15:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:51 179 0

"Tanah airku Indonesia...negeri elok amat kucinta...Tanah tumpah darahku yang mulia yang kupuja sepanjang masa...” demikian sepenggal lirik Rayuan Pulau Kelapa, airmataku tak terbendung saat mulai mendengarnya, fenomena tersendiri bagiku, tak tersadar dan tak terpikir, kecintaanku akan negeriku ternyata terpatri dengan sebegitu rupa.

Kesukaanku adalah berada di hamparan sawah yang luas, ditengah hutan yang lebat, atau di sebuah perkebunan teh yang luas di dataran tinggi, langit biru dan berbagai bentuk gumpalan awan berpadu dengan hijaunya pepohonan dan tumbuhan, permadani hijau yang bergerak indah diterpa angin, bau semerbaknya membangkitkan gairah dan sensasi tersendiri, ini kesukaanku.

Masih tak mengerti bagaimana sebuah lagu Rayuan Pulau Kelapa itu mampu membuatku terisak bagai kehilangan kekasih, atau rindu yang sangat, perlahan aku susuri perasaanku, memilah ini dan itu, sampailah aku pada sebuah kekecewaan yang sangat, negeri yang kucinta ini, tumpah darahku, tanah airku, telah berubah rupa sedemikian rupa, lama tak terpikir, lama tak terbesit, lama terlupakan, sebuah negeri agraris, dimana seluruh rakyatnya tak harus menderita kelaparan. Sejak saat itu aku mulai memberanikan diri untuk bermimpi, negeriku, dimana aku berpijak, perlahan akan kembali menjadi negeri agraris, dimana rakyatnya tak lagi harus menderita kelaparan.

Semasa remaja, aku pernah membaca sebuah buku tentang “Cyber Kinetic”, buku yang menarik, mengenai daya tarik menarik yang kita ciptakan melalui pikiran kita, buku itu menghantarkanku pada buku-buku lain yang sejenis, pikiran dan ucapan kita, percaya atau tidak akan menciptakan sebuah gelombang yang memancar pada alam semesta, mengakibatkan sebuah daya tarik menarik, sehingga suatu saat akan menghantarkan kita pada mereka yang memiliki gelombang dan frekwensi yang sama, pertemuanku dengan seorang peneliti Probiotik Organik, sama sekali bukan suatu kebetulan, memang sejak lama aku tak lagi mempercayai istilah – kebetulan.

Kenalan baruku ini, bukan kenalan baruku, pertemuan demi pertemuan, percakapan demi percakapan, bak sahabat yang telah kenal begitu lama namun terpisah begitu lama pula.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun