/1/
Senja, pada sebuah taman. Hujan jatuh pada telapak tangan kita. Sela jemari kita rapatkan, seolah tak ikhlas serpihan jarum langit itu segera ditampah oleh bumi. Namun, tetap ada ruang tempatnya menyelinap, segera melepas kerinduan pada mula segala berasal. Ia jatuh, sebagian melenting, lalu rebah. Dua pasang bola mata kita menatap tanpa berkedip. Bahasa kita, diam. Ada yang pelan-pelan menyelinap pada lobus-lobus hati. Kita terpasung pada mesmerisme senja yang melankolik.
/2/
Embun belum berhenti jatuh sedari pagi, kala baris-baris kalimatmu terbaca lensaku yang minus dua. Di luaran, langit pun belum berhenti berbagi air mata. Siluetmu terbayang, dengan sebuah payung di tangan mengajakku bermain hujan. Marilah kita memetik kuntum-kuntum hujan, menyematkannya pada sela anak-anak rambut kita, hingga kepala kita penuh bunga hujan, menebar wangi langit.
/3/
Almanak tanggal satu-satu, mengantar pada penghujung Juli. Hujan mengemasi langkah pelan-pelan. Tak lagi riuh tariannya mengetuk seng-seng rumah. Tempiasnya tak lagi menyapa saat aku duduk di beranda. Ia jatuh begitu laun, seolah memberi waktu pada ingatan untuk mengumpulkan segala kenang. Telah kumasukkan ingatanku dalam keranjang, sebelum angin kemarau mencecerkannya sepanjang jalan lupa. Di beranda lain, engkaupun memilah kenangan yang kau miliki bersama hujan. Menatanya dalam buket-buket agar tak berserak. Suatu waktu, kita akan saling bertukar cerita tentang riuh di dada saat menyaksikan lambaian perpisahan anak-anak langit.
/4/
Aku tahu kau mencintai hujan. Maka kutitipkan rapalan do’a-do’a pada segala zat cair yang kujumpai. Kutahu, kesemuanya akan berputar-putar lama diantara gumpalan awan sebelum jatuh menemuimu di balik kaca jendela kamarmu. Saat kau pandangi alur-alur pada bening kaca jendelamu, seketika itu pula dedo’a yang kutitipkan kuharap mampu merengkuhmu. Menyampaikan kalam rindu dalam riciknya yang ritmis.
/5/
Pada desau angin kemarau yang pelan-pelan mengetuk, kusampirkan sekelumit rindu di pundaknya. Agar kelak saat ia beranjak, rindu itu disampaikannya pada angin basah penghujan saat mereka bertemu di persimpangan musim. Lalu kita kembali akan merapatkan jemari, kala hujan jatuh dalam rupa mahkota bunga.
.
.
.
Untuknya yang mencintai hujan
Gambar dari sini