Sebulan lalu menjelang hari raya Idul Qurban kembali saya menempuh perjalanan selama 10 jam dari Tana Toraja menuju kota Makassar. Jika pada bulan-bulan sebelumnya perjalanan saya habiskan dengan tidur di atas bus, maka perjalanan kali ini agak sedikit berbeda. Berbeda karena saya mendapat tumpangan gratis dari kepala sekolah tempatku bertugas dan juga pengalaman baru. Yah, pengalaman baru sebab mampu menikmati pemandangan indah sepanjang jalan dan juga berkenalan langsung dengan salah satu makanan khas yang jarang terdengar di telinga. Inilah yang akan saya ceritakan disini, namun jika terlalu berputar-putar harap dimaklumi, namanya saja kehabisan inspirasi.
Kami meninggalkan Tana Toraja yang terkenal dengan ritual Rambu Solo (sebuah pesta kematian yang kemeriahannya mengalahkan resepsi pernikahan) pukul tiga sore. Toraja adalah salah satu kabupaten terindah di propinsi Sulawesi Selatan menurutku, sebab sepanjang jalan mata memandang yang nampak adalah hijaunya gunung yang masih perawan.
Namanya perjalanan yang tak terikat apapun, maka beberapa kali kami singgah, entah membeli buah tangan atau sekedar melepas penat. Meninggalkan kabupaten Toraja dan memasuki kabupaten Enrekang, maka akan dijumpai penjual sayuran di pinggiran jalan. Yah, Enrekang memang terkenal dengan produksi sayuran segar dengan harga murah sehingga tak salah jika istri kepala sekolahku menjadikannya persinggahan pertama. “Beli sayur untuk mertua, mumpung murah,” ujar ibu empat anak ini.