Jejak konflik berdarah yang bermula sejak 8 September 1984, penolakan anggota Bintara Pembina Desa terhadap spanduk yang mengkritik pemerintah dengan tak beretiket.
Tragedi yang terjadi sejak 8 September, di Tanjung Priok, Jakarta Utara, sebab menyuarakan kebenaran, berupa kritikan terhadap orde baru.
Anggota Bintara Pembina Desa yang tidak terima, melakukan aksi yang tak beretiket. Juga tidak mendengar peringatan warga kala itu.
Sehingga tepatnya 10 September 1984, terjadi kericuhan dan cekcok antar Bintara atau Prajurit dengan warga. Permasalahan yang tidak dapat terselesaikan, membuat warga gemas sehingga membakar satu motor marinir. Saat itu pulalah, ditangkapnya 4 orang warga oleh oknum.
Tepat pada 12 September 1984 kala itu, beraksi dan melakukan aksi pergerakan sekitar 1500 jiwa pejuang ke Polsek dan Koramil demi menyuarakan suara yang tertindih.
Namun saat itu juga, terjadi pengepunan oleh aparat, menjadikan Tanjung Priok 1984 ricuh berdarah. Hingga saat ini, tetap kan tergores untuk memperjuangan hakikat bangsa Indonesia.
Dari kisah kelam Tanjung Priok tahun 1984 kala itu, menjadi bukti perjuangan para aktivis untuk menjadi sejarah serta pelajaran untuk Mahasiswa dan pemuda saat ini.
Bahwa, perjuangan yang sejati hanya untuk kebenaran yang haqiqi. ***