September hitam merupakan bulan kelam yang penuh nestapa. Pada bulan ke sembilan tersebut, terjadi peristiwa-peristwa yang tidak mencerminkan kemanusiaan dan pelanggaran dari Hak Asasi Manusia (HAM).
Bahkan, dilansir dari berbagai sumber, peristiwa-peristiwa kelam tersebut hingga detik ini juga, belum terkuak oleh Negara tercinta dengan mengedepankan nilai dan prinsip HAM secara berkeadilan.
Peristiwa tersebut dimulai dari tragedi kematian Munir Said Thalib, pada 7 September 2004.
Munir Said Thalib merupakan salah seorang aktivi Hak Asasi Manusia (HAM) yang memiliki keberanian tinggi dalam menyuarakan keadilan tanpa kebohongan.
Sebab keberaniannya yang sangat tinggi, membuat murka dan panas politikus-politikus Negara, sehingga bertindak licik dengan membunuh Munir Said Thalib tanpa senjata tajam.
Peristiwa kejadian selanjutnya pada bulan September Hitam tersebut, yaitu Tragedi Tanjung Priok, yang terjadi pada 12 September 1984.
Peristiwa tragedi Tanjung Priok tersebut terjadi di Jakarta Utara, tepatnya pada Pelabuhan Tanjung Priok, yang mana kala itu terdapat kegiatan pertemuan beberapa umat Muslim tengah melaksanakan ibadah Sholat Jumat.
Pada waktu yang bersamaan, teror terjadi dengan insiden tindakan kekerasan dan kerusuhan, yang konon hal tersebut dilakukan oleh aparat keamanan dengan tujuan membubarkan pertemuan tersebut.
Kejadian menegangkan kala itu, tentu mengakibatkan banyak korban jiwa dan beberapa juga cedera.
Ketiga, salah satu peristiwa kelam yang diingatkan pada bulan September Hitam yaitu, Tragedi Semanggi II, yang terjadi pada tanggal 24 hingga 28 September 1999.
Peristiwa Tragedi Semanggi II tersebut, merupakan sebuah peristiwa demonstrasi damai protes Mahasiswa dan aktivis bangsa Indonesia, dalam menuntut sistem perubahan politik yang lebih besar, dan tidak sesuai harapan rakyat Indonesia.
Peristiwa demonstrasi besar tersebut terjadi di Jakarta, tepatnya di area sekitar Jembatan Semanggi dan diikuti oleh ribuan peserta demonstrasi.
Konon, diungkap peristiwa Tragedi Semanggi II, merupakan salah satu lembaran kelam di bulan September Hitam, sebab terjadinya pertempuran sengit dalam demonstrasi kala itu.
Ketegangan yang membuat aparat keamanan merasa terancam, melakukan berbagai usaha untuk membubarkan demonstrasi, dengan membuat letusan di sekitar Jembatan Semanggi, sehingga mengakibatkan banyak resiko.
Meskipun telah tertangani, namun peristiwa kelam Tragedi Semanggi II Â tersebut, masih tidak akan pernah tersingkirkan dari sejarah kelam Indonesia, pada bulan September Hitam.
Keempat, yaitu peristiwa terbunuhnya Salim Kancil, petani di desa Selok Awar Awar, Pasirian Lumajang, pada 26 September 2015 lalu.
Jelas peristiwa yang baru saja sekitar 8 tahun lalu di kabupaten Lumajang. Salim Kancil bersama kawanannya yang memiliki usaha keras menyuarakan kebenaran dan keadilan.
Namun, timbal baliknya, Salim Kancil dibunuh dengan penganiayaan dari sekelompok orang yang melakukan kesalahan atau perbuatan ilegal saat itu, bahkan teman Salim Kancil, juga menjadi bahan penganiayaan serupa.
Kelima, peristiwa Demonstrasi aksi damai Mahasiswa secara bear-besaran Reformasi Dikorupsi yang terjadi pada 2019 lalu, yang berpuncak di Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Demonstrasi aksi Mahasiswa dalam Reformasi Dikorupsi tersebut terjadi pada 24 September 2019, yang kini diperingati hari Buruh Tani Nasional, dan berpuncak pada 30 September 2019.
Peristiwa Reformasi Dikorupsi tersebut banyak diperingati, sebab perjuangan Mahasiswa kala itu, dengan sangu keberanian menyuarakan kebijakan dan kebenaran untuk rakyat Indonesia.
Namun endingnya, demonstrasi damai tersebut menjadi bentrokan dengan melibatkan aparat keamanan, sehingga timbul insiden kekerasan dan beberapa Mahasiswa cedera.
Keenam, peristiwa gerakan 30 September PKI, atau biasa disebut sebagai G 30S PKI, yang diperingati pada akhir bulan September Hitam, yaitu 30 September 1965.
Adanya digoreskan sejarah-sejarah kelam yang berkaitan dengan penganiayaan dan ketimpangan pada HAM tersebut, sebagai spion bangsa Indonesia, untuk lebih baik dan sejahtera lagi.
Karena dengan adanya goresan sejarah tersebut pula, menjadikan bangsa Indonesia untuk tidak melakukan hal yang sama, sehingga memberi dampak yang sama pula nantinya.
Hidup dan sejahtera bangsa Indonesiaku! ***