Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Bunga Syahdu

1 Oktober 2013   21:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:08 107 0
Di teras Mushala terik siang matahari memanaskan suasana.

“Maaf kak, Salsa datang terlambat lagi”, rengek Salsa.

“Mengapa adik tak menepati janji, ini sudah pukul berapa dik?” sambung Firda.

“Eumm…tadi ada kendala teknis kak, Maaf!” imbuh Salsa.

“Besuk lagi jangan diulangi ya Dik. Baik kita lanjutkan kajian kita hari ini. Materi siang ini tentang konsekuensi keimanan kita terhadap Allah swt yaitu harus senantiasa taat dengan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi apa yang Allah larang” Firda meneruskan materi kajiannya.

Salsa tidak menceritakan kondisi sesungguhnya. Sejenak duduk bersila, paru-parunya sudah terasa sangat sakit. Hampir satu bulan Salsa terserang penyakit misterius, awalnya hanya batuk kecil namun lama-kelamaan membuat dirinya merasakan sesak nafas. Minggu lalu Salsa sempat diperiksa ke rumah sakit dan dokter menganjurkan untuk rawat inap, namun Salsa enggan melakukannya karena kondisi ekonomi keluarga yang serba kecukupan. Salsa mencoba menguatkan tubuhnya untuk tetap menghadiri kajian minggu siang ini. Di samping Salsa sudah duduk teman SMA sekelasnya Dinda dan Mila yang sudah hadir sebelum jam 1 siang tadi.

Di Mushola bercat hijau inilah kami mengkaji Islam bersama. Berita penyakit Salsa ini pun belum diketahui oleh Dinda, Mila dan Kak Firda.

“Uhuk-uhuk..Uhuk…” Batuk Salsa mulai menggelitik dan menggoda.

Suara batuk itu awalnya hanya lirih, namun ditengah pembahasaan materi suara batuknya semakin mengeras tak bisa tertahan. Kuatir menggangu Salsa izin ke belakang.

“Uhuukkk… Afwan kak, Salsa izin”, “Iya dik, silahkan” jawab Firda.

Di tempat wudhu wanita Salsa membatuk sejadi-jadinya. Mencoba menahan suara kerasnya batuk, ditutuplah tangan pada mulutnya. Salsa melepas tangan dari mulutnya ia mendapati darah kental telah membasahi telapak tangannya.

“DEEGGGG!!!”, Salsa kaget. “Astagfirullah”, batinnya.
Rasanya semakin tak karuan, sesak dan tak tertahan. Segeralah ia bersihkan tangannya dengan air kran. Merasa masih menguatkan diri, Salsa tetap melangkahkan kaki menuju kajian di depan teras mushola.

Waktu cepat berlalu, hampir ashar pertanda kajian segera selesai. Kak Firda pun menutup dengan salam dan persiapan salat ashar.
“Kak Firda, Salsa salat dirumah saja kak”, izin Salsa
“Oh iya dik, hati-hati dijalan ya” Sembari bersalaman dan memeluk Salsa.

Jarak Mushola dengan rumah Salsa berdekatan, sekitar 10 menit ia berjalan dan sampai di rumah mungilnya. “Assalamu’alaikum Mak?” tak ada jawab dari dalam. Salsa mulai curiga, bergegas Salsa membuka pintu ke dalam kamar Emak. “Mak!!!!” teriaknya, tak juga ditemui Emak.
Hatinya semakin gusar. Ia lari ke dapur, tak juga ditemukannya. Beranjak ia lari menuju kamar mandi

“Braaaakkk” dia dorong pintu kamar mandi, didapatinya Emak sudah tergeletak tak bernyawa.
“Emaaaaaaaaaaakkkkkkkkk….Maak bangun Mak”, tetesan air mata Salsa pun menderas mengalir tak terbendung. “Tolong..tolooonngg” teriak Salsa.

Kabarnya Emak memang sudah lama mengidap TBC, pengobatannya tertunda karena Emak menguatirkan mahalnya biaya berobat rumah sakit. Kondisi Salsa telah Yatim sejak SMP dan ibunya telah tiada, kini tinggal sebatang kara. Dalam duka dan tetangga yang sudah mulai datang berkerumun.


Ia masuk kamar, ditemukannya secarik kertas di meja. Emak sempat menuliskan pesan “Nak, tetaplah istiqomah berada di barisan dakwah Khilafah. Hingga maut menjemput kita atau kita mati dalam rangka memperjuangkannya”. Diambil pula setangkai Tulip Biru bunga kesukaannya yang terselip rapi dibalik kertas. Salsa tahu ini tulip biru dari hutan yang biasa Emak bawakan saat pulang mencari kayu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun