Mohon tunggu...
KOMENTAR
Drama

Kencakarupa dan Rupakenca: Anatomi Korupsi Kita

21 Oktober 2013   07:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:14 133 0
Musik mengalun.
Lampu sorot perlahan menyala menerangi sesosok pria perkasa dalam kekalutan jiwa, Jagalabilawa.
Penengah Pandawa itu menyanyikan lagu putus asa didepan sebuah patung menyerupai Garuda Pancasila.

Dudu dadi satria buangan sing agawe atiku sedih.
Ora marga tan bebandha donya sukmaku nalangsa.
Dudu adoh sangka gebyar donya sing gawe gowang jiwaningwang…
Nanging raseksa ratu duratmaka kembar tan bisa sirna
sing agawe sebeling urip ingsun.
Kawula lan adeging praja sangsara tan ana watesnya …


Bukan karena menjadi satria yang terbuang hatiku sedih
Bukan karena tak berharta sukmaku nelangsa
Bukan karena jah dari gebyar dunia yang membuat jiwaku galau
Tetapi raksasa kembar raja maling yang tak bisa dikalahkan
yang membuat jengkel hidup ku
Rakyat dan negara jadi sengsara karena ulahnya.

Jagalabilawa:
Wahai para leluhur pejuang pendiri Astina Pura,
ampunilah segala kelemahanku didepan kekuatan mereka.
Aku tak pernah menangis selama hidupku,
selain saat aku yakin penjahat itu mati,
setelah habis tenaga dan tak-tik kami,
menghabisinya.

Mengumpulkan segala bukti keculasannya,
membeberkan di depan sidang dewa,
hingga menghukumnya
agar tak mungkin lagi nafasnya berhembus.

Sampai kekuatan hitam itu berkumpul,
dalam sebuah lompatan,
menghapus segala bukti,
menutup segala tuduhan,
membuatnya bangkit kembali,
dari kehinaan menuju kemuliaan bak raja diraja.

Ooo, Gusti Kang Akarya Jagad.

Persahabatan mereka begitu indah dan bengis,
seperti Otus dan Efiates …

Musik Menghentak.
Cahaya merah mendominasi panggung.
Dari dua sisi muncul 4 raksasa yang menari-nari.
Mereka sangat lihai melompat satu dengan yang lain.

Mati … mati … mati …
kata mereka kepada kami.
Hidup … hidup … hidup ..
kata kami pada jiwa yang mati.
Tak ada yang mati selama kami hidup.
Hu hu … ha ha …
Hu hu … ha ha …

Tarian raksasa itu serta merta berhenti.
Mereka diam bagai tunggak pohon ulin yang hangus terbakar.
Sekelompok penari perempuan muncul dalam gerakan gemulai
seperti angin yang melepasi rambut gimbal para raksasa itu
dan pakaiannya yang mirip werpak … sehingga
mereka alih wujud menjadi manusia bertopeng senyum
dengan baju necis para petinggi, aparat dan business woman.
Tuan Catut, Bu Kutil, Mr Klepto dan Bos Pandung

Tuan Catut : Kutiiil, Apakah durennya sudah siap?
Bu Kutil : So pasti Tuan Catut, duren siap dibelah kapan saja.
Tuan Catut : Juga buat Ki Singobarong ya …
Bu Kutil : Siap Tuan. Tetapi rupanya Singo sedang diujung tanduk Tuan.
Tuan Catut : Maksudmu?
Bu Kutil : Kelompok Pahlawan Kesiangan itu rupanya menguntit beberapa hari terakhir ini.

Mr Klepto yang sedari tadi diam ikut nimbrung.

Mr Klepto : Ha ha .. tak ada yang diujung tanduk Jeng, semua bisa di atur.
Bos Pandung : Benar Tuan Catut, Anda tidak perlu mengkhawatirkan Kelompok Pahlawan Kesiangan itu, apalagi target kita masih jauh dari tercapai ..

Musik berdebum.

Bos Pandung berkata demikian sambil menekan sebuah tombol hingga muncullah sebuah sorot layar dibelakang mereka terpampang dengan jelas sesosok raksasa dari dunia pewayangan yang menari-nari …

SANG DHALANG yang berpakaian beskap bercelana panjang dan berpeci
memainkan tokoh ini dengan sigap dan terampil
Ia menyanyikan syair ini …

Apa yang kau kira bisa membasmi virus seperti kami?
Bhayangkari dan senjata?
Pengadilan dan pedang kertas?
Dewan Rakyat dan pasal-pasal goyang?
Raja dan sabda yang kabur?

Jangan lah bermimpi
Virus ini telah bermutasi
tertanam dalam bayi-bayi
melekat pada doktrin-doktrin
bahkan di dalam khutbah dan nasehat.

Saling tolong lah kalian,
demi kesejahteraan kawan, keluarga dan kerabat.

Kami akan mengajarkan bagaimana tetap hidup,
sekalipun kamu terancam kematian,
kalian adalah bersaudara,
jadi tak mungkin mati karenanya,

Rupakenca … ca .. ca ..ca ..
Kencakarupa … rupa … rupa .. rupa
Korup ..korup … korup ..

Hiduplah kalian dan lindungilah sesama
demi kehidupan yang abadi

suara bayi menangis ….
Musik menghentak dan hilang bersamaan pangung yang gelap.

Jagalabilawa tertawan para raksasa Jelmaan Rupakenca dan Kencakarupa.

Raksasa : Kau tak akan bisa membinasakan kami hai manusia
Jagalabilawa : Tapi aku akan melawanmu sampai salah satu dari kita binasa
Raksasa : Sungguh mulianya hatimu untuk sebuah kesia-siaan ha … ha … ha ..
Jagalabilawa : Dari apa kalian ini dibuat?
Raksasa : Ha ha ha … lihatlah pahlawan kita mulai putus asa …
dan menangis seperti kerbau disembelih … Tebaslah kami hai pahlawan
maka kami akan bertambah jumlahnya … atau tebaslah lehermu sendiri
hingga selesai sudah riwayatmu …. ha ha ha …

Raksasa mulai riuh, Jagalabilawa kehilangan kata-kata …
Tiba-tiba Jagalabilawa berkata dengan lantang …

Jagalabilawa : Tahukah kalian tentang kisah moyang kalian, kalian sekarang boleh bangga
dan bahagia karena menjadi keluarga kaya dan menguasai apapun bahkan nyawa
bayi, perempuan dan prajurit muda.

Raksasa : Kami adalah darah biru keturunan dewa, yang boleh memetik setiap bunga,
menebang setiap pokok, menghirup darah apapun dan kami tak akan mati.
Karena kami bersaudara ….
saling menghidupkan …
saling melindungi …
saling mengasihi …
dalam cinta yang paling indah dalam relung malam
dan mimpi buruk kalian yang tak pernah mencicipi kenikmatan kekayaan.

Jagalabilawa : Ha ha ha … demi cacing tanah dan tikus got yang melata dini hari
Kalian adalah makhluk yang lahir di waktu candikala
yang lupa purwa duk sina .. asal usul dan adigang adigung adiguna
merasa Batara Guru adalah sepupumu …
Tapi tahukah kalian bahwa tubuhmu tidaklah sesempurna itu ..
Tubuhmu sebesar gajah itu isinya tak lebih hanya sebuah perut dan sebentuk mulut

Para Raksasa terkesiap dan diam.

Jagalabilawa : Demi bangkai Republik yang terus kalian gerogoti,
Dengarlah hai yang suka berpesta pora,
Dengarlah hai yang suka berbohong pada istri sendiri,
Dengarlah raja hipokrisi,
Dengarlah kalian yang tersesat dalam labirin angan-angan yang kau buat sendiri,
Kalian bukanlah keturunan dewa atau darah biru ..
Kalaupun moyangmu dewa darahmu biru …
Kalian lahir dari seonggok bangkai busuk yang berair lindi
Kalian adalah ….

Raksasa : (Tiba-tiba ramah dan manis.) Jagalabilawa, hentikanlah maka aku akan memberimu
kenikmatan surga … jangan kau teruskan (Memohon mode on)
Apa yang kau perlukan Tuan … istana dengan kolam renang dan kamar mandi luas,
Range Rover yang gagah, atau … istri muda yang ranummmhh??
Katakanlah keinginanmu Tuan Muda Jagalabilawa …
Apa susahnya hanya diam? Dan setelah itu semuanya hanya ada kenikmatan?

Jagalabilawa : TIDAK! Tak akan pernah hai yang bermulut manis. Yang kami butuhkan adalah kalian
segera lenyap seperti asap …

Raksasa : HAH … SETAN ALAS. Tahukah kami adalah pemilik nyawamu saat ini kawan?
Kami tahu kau suka minum air putih di warung Pojok.
Kami tahu anak mu sekolah di TK Semi.
Kami tahu istrimu sedang mengandung 5 bulan.
Kami tahu celanamu hanya dua.
Kami tahu jalan pulangmu lewat Kebon Kacang.
Kami tahu bahkan yang kau sudah lupa … kawan ..

Jagalabilawa : So what, hai kalian yang menganggap semua bisa dibeli?

Raksasa : Ok. Jika kau tak mau terima tawaran kami, sadarkah kau ini wayang?
Hanya sebentuk wayang? Kuasamu tak sekeras mulutmu, kawan.

Musik menghentak, sebagian raksasa membuka barisan dan muncullah … SANG DHALANG.

Raksasa : Selamat datang Pak Dhalang apa kabar? Bagaimana apakah usahanya berjalan lancar?
Maaf mengganggumu dengan urusan ini. Ada urusan kecil mengenai seorang
wayang. Jika wayang ini tak ikut kami, pasti kau tak keberatan menerima pinangan kami
Pak Dhalang?

Pak Dhalang : Eh .. oh .. sebenarnya Nak Jagal ini orang baik, jadi aku bisa mengerti
dan jangan khawatir … dia pasti bisa menerima atau akan aku masukkan ke dalam
kotak .. terimakasih-terimakasih … he he …

Musik mengalun …

Jagalabilawa : (Dengan gaya suara suluk dhalang)
Oooong … Yen korupsi wus tekan Pak Dhalang
Sang Bagaskara kaya sirna katutup mendung angendhanu
Wakiling Gusti jare kok bisa tinumbas arta

He … kalian yang bersaudara sehidup semati …
Dengarlah rahasia terbesar ini
Aku tak akan takut menjadi wayang yang diberangus dalam kotak
Kini dengarlah kalian hai raksasa pemerkosa Ibu Pertiwi
Dengarlah kenyataan paling pahit dalam kehidupan glamor kalian

Raksasa : Berpandangan dan merasa terteror seolah akan ditelanjangi.

Jagalabilawa : (Menyalakan lagi layar yang kini menayangkan sebuah film mengenai bangkai busuk)

: Kalian yang mengaku terhormat dan kaya raya … kalian adalah keturunan pemakan
bangkai busuk … kalian adalah para BELATUNG!!

Video belatung:

Negeri ini sebenarnya sudah mati.
Dan kita adalah belatung-belatung pada bangkai Ibu Pertiwi yang membusuk.

Kita adalah binatang yang dilahirkan nyaris tanpa panca indera. Tidak bisa melihat. Tidak kuasa meraba. Tidak juga mendengar. Tidak mencecap. Penciuman kita hanya mampu mengendus sebuah bau. Bau yang menuntun kita untuk mendatangi sumbernya. Bau menyengat yang menjadi sangat merangsang, seperti gemerincing uang. Bau busuk menusuk, seperti birahi yang terbit di pagi hari. Bau anyir yang menyihir, adalah angin kipasan dayang-dayang yang semilir. Ya, seperti bau tahun ini juga yang membawa kita berkumpul di liangnya yang lindi1.

Kita hidup tanpa memerlukan anggota. Organ kita hanyalah mulut dan anus. Kaki tangan pun tidak. Kita bergerak dengan bertumpu pada orang-orang didekat kita. Berguling kesana kemari dengan menindih yang ada dibawah kita.

Dengan mulut kita melahap bagian-bagian tahun yang meluruh. Dari detik ke detik kita terus saja mengunyah. Ya, itulah aktivitas kita. Hanya itu. Makan adalah kerja. Makan adalah olah raga. Makan adalah hidup. Hidup adalah makan.

Ya, kita adalah binatang dengan satu mulut dan satu anus yang terus menerus menggerogoti Jenazah Ibu Pertiwi yang sudah membujur ini, sambil terus menerus menambah jumlah kita dengan persetubuhan yang sangat primitif. Naluri saja yang membimbing kita menebar benih kesana kemari tanpa tahu akan menjadi apa nantinya spermatozoa itu, sel telur mana yang akan dibuahinya. Tidak ada yang kita pedulikan, karena kita adalah binatang terbelakang yang hanya disatukan oleh sebuah aroma.

Anak-anak kita berjubel memenuhi kereta reot menuju masa depan.
Anak-anak kita adalah anak-anak yang tidak mengenal kata apapun kecuali makan. Mereka berebut dengan orang-orang yang lebih tua. Mendorong, menggeser dengan paksa, bahkan melempar mereka ramai-ramai keluar koloni dengan akhir yang sangat pasti yaitu mati. Seperti anak sekolah yang dilemparkan dari atas kereta listrik yang melaju cepat oleh sesamanya.

Karena kita menelan hidangan yang busuk, menghirup udara yang busuk, maka kita juga mengeluarkan kotoran yang sangat busuk berupa cairan kental yang melata. Sebenarnya kalau disebut makan, tentu hanyalah memenuhi sebuah rongga kecil dari bagian tubuh kita yang tak lebih dari seper sepuluh dari besar tubuh kita. Seharusnya.

Tetapi kita makan bukan untuk itu. Bagaimana tidak, jika kita melakukannya siang malam, tanpa istirahat dan tanpa kenyang. Paling kita hanya mundur sejenak dari barisan yang paling depan, paling dekat dengan makanan ke barisan belakang. Kemudian berusaha maju lagi untuk mencecap daging tahun yang semakin lama semakin menipis. Tapi kita merasa harus melahapnya dengan gairah, semangat, gigitan, suapan yang sama besar. Bahkan kalau perlu harus lebih cepat, semakin cepat lagi. Hingga luluh lantaklah Bangsa ini. ***

Kencakarupa dan Rupakenca adalah dua raksasa dalam cerita wayang tidak bisa dibunuh karena jika satu mati maka yang lain akan melompatinya dan membuat si mati menjadi hidup lagi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun