Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Puisi | Timur

4 Januari 2020   12:28 Diperbarui: 4 Januari 2020   13:17 69 0
Diawali oleh binatang sawah bermain di taman hijau sekitaran beranda nyaris Arc de Triomphe
Berbalut gulungan tikar pandan yang beradu tinjau dengan barisan relief pemanis Metope

Jeritan di balik senyum seorang ibu disayat-sayat keramaian warung soto daging di balik dinding
Iringan taufan bunga-bunga dari arah jam dua belas terpelanting ke warung kopi tiada hening

Jika ketinggian adalah trauma tertinggiku saat ini
Maka gerimis adalah pintu masuk yang harus ku kunci, peduli setan kau Houdini

Aku pikir aku yang paling sendiri
Watu Jagul menamparku sangat nyeri
"Kamu bahkan belum secuil pun dari bebanku", bisiknya di telinga jiwaku
"Kamu masih terbentur, belum terbentuk", potong liang kubur di sebelahnya yang hingga kini masih berjibaku

Sementara langit tumpah di Trenggalek
Semalam suntuk Orion mengencangkan sabuknya tepat di atas ubun-ubunku
Hujan saling kejar bak puingan falsafah memburu analek
Kini selatan dan barat menjadi buku paling rancu sekaligus paling baku

Bukankah untuk mengenali tak perlu saling menganali?
Jalan hidup tak seluwes tubuh penari
Akhirnya pun adalah kembali
Melalui dua kali tenggelamnya mentari


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun