Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Bencana Ilmu Pengetahuan Adalah Bila Istilah Obyektif Ditaruh Hanya Pada Sains

28 Agustus 2024   07:50 Diperbarui: 28 Agustus 2024   10:24 22 1
MENCARI OBYEKTIFITAS DI RANAH NON EMPIRIS-METAFISIS LEBIH SULIT

Bila seseorang merasakan sakit dan orang lain tak tahu apa penyebabnya maka itu adalah sesuatu yang sifatnya subyektif karena orang lain tidak merasakannya, Apakah itu ada obyeknya ? Pasti ada,obyektifitas si sakit adalah pada yang dirasakannya,itupun andai yang bersangkutan tidak berbohong.Tapi lain dengan sakit yang penyebabnya bisa orang lihat misal luka dibacok,maka orang lain pun dapat yakin kalau korban merasakan sakit itu pasti hal obyektif

Nah seorang dokter agar obyektif dalam membuat analisa dan memberi resep maka ia harus bertanya apa yang dirasakan sang pasin bila sang dokter tidak melihat langsung penyebabnya dari luar

Dalam kasus orang sakit maka ada subyek yang merasakan dan ada fihak luar  yang dapat menangkap karena ia pun sama sama manusia yang juga dapat merasakan sakit yang sama.Jadi makna obyektif disini bukan berarti orang lain dapat melihat tapi juga dapat merasakan serta memahami seperti sikap seorang dokter ia faham apa yang mesti dilakukan untuk pasiennya berdasar obyek rasa sakit yang di informasikan si pasien

...............

Ranah sains sering disebut obyektif karena semua orang-umum dapat melihat hasilnya secara inderawi.Sedang di luar sains sering di stigma hanya ranah subyektif karena dipandang tidak empiris.Ini menciptakan semacam ketidak adilan di ranah ilmu pengetahuan seolah obyek ilmu hanya ada di ranah sains dan tidak ada di ranah metafisika.Seolah obyektifitas hanya ada di ranah sains-tidak pada hal hal diluar sains

Jadi untuk hal hal yang sifatnya empiris-inderawi orang lebih mudah menilai sesuatu sebagai "obyektif".Sedang hal hal yang tidak empiris sering atau mudah dilabeli istilah "subyektif". Masalah dasarnya adalah ; tidak semua hal-realitas dalam kehidupan ini serba obyektif dalam artian dapat ditangkap oleh umum secara inderawi

Jadi hal pertama yang mesti di fahami atau dirumuskan dalam dunia ilmu pengetahuan adalah ; bahwa baik ranah fisika maupun metafisika itu sama sama memiliki obyek nya tersendiri dan obyek yang menjadi bahasan tersebut dapat difahami hanya oleh yang mendalami atau memahaminya

Pemahaman atas makna obyektif yang paling dangkal adalah menganggap semua orang bisa menangkapnya dan ini adalah makna obyektif yang sifatnya empiris yang umum mudah menangkapnya semisal cahaya matahari atau sifat api panas

Sedang makna obyektif yang paling mendalam sekaligus ilmiah adalah sesuatu itu obyektif bagi yang telah mendalami atau memahami obyeknya dan makna ini tidak bisa ditarik bersifat umum karena tidak semua orang dapat memahami obyek tertentu

Maka karena itulah secara keilmuan tidak boleh melekatkan istilah "obyektif" hanya dengan hal hal yang sifatnya inderawi-empiris,mengapa ? Karena semua orang punya potensi juga untuk bisa menangkap atau merasakan atau mengalami hal yang sifatnya tidak empiris.Bila banyak orang bisa menangkap-merasakan atau mengalami sesuatu yang tidak empiris maka sesuatu tsb biasanya dapat dilabeli "obyektif" atau memiliki nilai obyektifitasnya tersendiri.Ini sama dengan bahwa semua orang dapat merasakan sakit secara fisik atau marah atau menderita atau bahagia.

Manusia bisa menderita,bahagia, marah,punya keyakinan, dlsb itu semua adalah hal subyektif karena dirasakan atau dialami per individu tapi juga sesuatu yang obyektif dalam arti semua manusia dapat merasakannya atau faham obyeknya ada karena dapat dirasakan.Demikian pula dengan sakit kepala atau sakit perut karena sudah umum dirasakan dan obatnya tersedia dimana mana maka itu dapat menjadi suatu hal yang obyektif

Dari sini kita dapat belajar bahwa hal obyektif itupun bukan melulu hanya suatu yang sifatnya empiris atau bersifat fisik

Nah bagaimana caranya menetapkan obyektifitas pada hal-persoalan-obyek yang tidak empiris ? Ini tentu lebih sulit tapi bukan berarti tidak bisa.Selalu ada jalan - metode untuk memahaminya. Intinya tak boleh menetapkan hal yang tidak empiris selalu sebagai "subyektif" bila obyeknya telah atau bisa difahami minimal oleh banyak orang yang bisa menangkap dan-atau merasakan secara sama

Contoh ; merasakan ketenangan atau kebahagiaan batin saat beribadat itu adalah suatu yang subyektif karena itu pengalaman pribadi,Tapi apakah itu ada obyeknya  ? Ini seperti kasus si sakit tadi,obyeknya adalah pada yang dirasakan.Maka pada orang yang beribadat pun obyeknya ada pada yang dirasakan.Walau tidak semua yang beribadat fisik pasti merasakan ketenangan batin karena misal ada yang cuma ikutan ritual tanpa penghayatan.Tapi bila ada banyak orang bahkan di berbagai pelosok dunia yang merasakan ketenangan atau kebahagiaan batin tsb maka kita mulai dapat menilai ada sesuatu yang obyektif disana atau "sesuatu yang sama yang dirasakan banyak orang".

Nah disini kita belajar menilai sesuatu dari aspek subyektif dan juga obyektif-tidak melulu dari aspek subyektif.Subyektif ketika yang menyatakan satu orang,tapi bila pengalaman itu dirasakan oleh banyak orang di seluruh dunia maka kita mulai menangkap nilai obyektifitas tersendiri dari peribadatan

.......................

Bagaimana dengan ranah metafisika termasuk ranah agama yang sering di stigma orang ranah subyektif,Apakah tidak ada obyektifotas atau hal yang obyektif disana ?

Seperti saya singgung diatas menangkap hal obyektif di ranah metafisika lebih sulit daripada menangkap di ranah fisika,tapi bukan berarti tidak ada.Dari zaman ke zaman hal metafisis itu selalu ada,selalu jadi bahasan,bahkan jadi praktek kehidupan umum seperti agama itu artinya obyeknya ada

Orang beragama di seluruh dunia bisa meyakini hal yang sama,memegang prinsip yang sama,mempraktekkan hal yang sama itu artinya bagi mereka semua ada suatu hal yang obyektif dalam arti yang dapat difahami bersama

MENCARI DAN MENETAPKAN DEFINISI DI RANAH METAFISIK

Hal atau cara atau metode lain dalam mencari nilai obyektif di ranah metafisika adalah mencari dan menetapkan sesuatu yang sifatnya definitif.Definisi sesuatu yang ditetapkan dan difahami bersama itu menjadi acuan untuk menetapkan obyektifitas

Contoh dalam ilmu logika ada hukum yang disebut hukum logika.Salah satu hukum logika berbunyi "dua atau lebih hal yang berlawanan mustahil semua benar".Nah hukum ini bagi orang yang ber akal sehat suatu definisi yang obyektif karena dapat diterima karena difahami.Demikian pula hukum logika semisal hukum identitas non kontradiksi.

Obyektif disini acuannya adalah akal-bukan inderawi.
Inilah perluasan makna obyektif dari sekedar inderawi

Itulah,ilmu logika itu bukan ilmu empiris tapi kebenaran serta obyektifitas dalam ilmu logika dapat dinilai oleh akal pikiran manusia.Artinya,dalam ilmu logika ada definisi definisi yang menjadi acuan untuk menilai rumusan atau pemikiran berdasar logika sebagai obyektif atau tidak

Demikian pula dalam agama wahyu,ada konsep ketuhanan dengan definisi yang jelas.Dan tiap orang yang beragama wahyu memang dapat menghayati persoalan ketuhanan secara berbeda beda sesuai dengan kualitas pengetahuan serta pengalaman yang berbeda tapi secara prinsipiil mereka memagang satu definisi ketuhanan yang sama yaitu bahwa Tuhan agama wahyu adalah maha esa-bukan entitas fisik atau materi-maha kekal-maha menghakimi dll.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun