Bila acuannya penangkapan manusia maka Istilah "obyektif" sering di maknai sebagai sesuatu yang dapat ditangkap serta difahami secara umum.Istilah tsb juga sering di paralelkan dengan konsep "kebenaran"."kebenaran itu harus obyektif" demikian sering kita dengar
Tapi kalau istilah obyektif kita kembalikan pada akar kata "obyek" atau acuannya "obyek"nya maka semua hal ternasuk yang tidak selalu ditangkap serta difahami umum itu bisa memiliki obyeknya tersendiri. Sains, filsafat,agama, psikologi,hukum,budaya sampai seni semua memiliki obyeknya tersendiri. Masalahnya; Apakah semua-umum menangkap,merasakan, mendalami serta memahami semuanya ?
Maka kalimat "obyektif bagi saya subyektif bagi anda" itu relevan bila saya menangkap,merasakan,mendalami,memahami tapi anda tidak"
...........
Apakah kebenaran itu mesti selalu tentang sesuatu yang harus terlebih dahulu dilabeli kategori "obyektif" ? Apakah semua yang dikategori subyektif pasti bukan kebenaran atau tidak ada kebenaran didalamnya ? Apakah subyektifitas tidak punya kaitan dengan kebenaran ?
Bagaimana kalau memerlukan pengalaman subyektif atau sang subyek terlebih dulu untuk menangkap dan memahami sesuatu sebagai kebenaran ?
Apakah suatu atau semua obyek pasti ditangkap dan difahami semua orang secara umum ? Bagaimana kalau obyek tersebut dapat ditangkap serta difahami hanya oleh fihak tertentu yang mengalami dan mendalami ?
Bagaimana misal persoalan metafisika atau agama bisa difahami tanpa didalami terlebih dahulu oleh sang subyek ? Apakah persoalan metafisika termasuk agama bisa ditangkap-dialami-difahami secara langsung oleh umum-semua orang bahkan tanpa didalami seperti semua orang melihat cahaya matahari atau bulan ?
Bukankah untuk melihat obyek alam secara.lebih luas saja orang harus pake teleskop hubble ? Terus bagaimana dengan yang tidak menggunakannya ? Bagaimana alam menurut pandangan yang pakai dan tidak pakai teleskop hubble ?
Bukankah untuk dapat memahami obyek metafisika orang perlu memakai alat (analoginya sama dengan teleskop) yang metode nya bukan dan tidak biasa digunakan dalam sains ? Terus bagaimana metafisika menurut orang yang mendalami pake alat dengan yang memandang metafisika tanpa menggunakan acuan alat metafisika ?
Jadi bila yang namanya obyek (dalam artian sebenarnya) itu adalah harus menurut yang menangkap dan memahaminya maka istilah "obyektif" pun harus menurut yang menangkap dan memahaminya.Maka percuma memaksakan istilah obyektif pada fihak yang tidak menangkap serta memahaminya.Bagi orang yang tidak menangkap serta tidak memahaminya sesuatu itu bisa merupakan hal subyektif
Sudah umum kalau Istilah "obyektif" sering dimaknai sebagai sesuatu yang bisa ditangkap serta difahami semua orang secara umum.Persoalannya adalah ; Bagaimana kalau tidak semua orang dapat melihat atau mengalami atau memahami obyeknya ?
Maka kalau harus kita kembalikan kepada substansi obyeknya-bukan kepada penangkapan manusianya,maka idealnya yang memahami obyektifitas dari sesuatu adalah hanya yang menangkap- merasakan-mendalami atau memahaminya dan bukan umum yang harus jadi acuan karena belum tentu semua orang mendalami sesuatu obyek tertentu
MARI KITA KEMBALI KE AKAR KATA YANG MENJADI DEFINISI DASAR
Persoalannya adalah ; Bagaimana kalau tidak semua orang melihat atau mengalami atau memahami obyeknya ?
Istilah "obyektif" atau "obyektifitas" akar katanya adalah "obyek"-sesuatu yang ditangkap oleh subyek,Nah persoalannya apakah obyek tersebut pasti bisa ditangkap oleh keseluruhan ? Bagaimana kalau yang bisa menangkapnya hanya sebagian ?
Bagi seseorang yang telah merasakan buah tertentu maka bagaimana rasa buah itu maka itu obyektif baginya tapi orang lain yang belum merasakan menganggap itu bukan obyektifitas karena mereka belum merasakan
Bagi seseorang yang menggunakan akalnya sesuatu itu obyektif dalam arti logika akalnya telah bisa memahami tapi bagi yang tidak menggunakan analisa akal ? Ya tetap akan dipandang "subyektif". Ilmu logika dalam filsafat misal bagi yang telah mendalami itu sesuatu yang obyektif dalam arti "sesuai dengan obyek akal sebagai alat berpikir yang cara berpikirnya sistematis".Tapi bagi yang cara berpikirnya melulu empiris ilmu logika saja dapat dikategori subyektif,terus filsafat atau metafisika itu dipandang hal subyektif karena bagi dia hal obyektif adalah hanya yang empiris
..............
Masih ada orang yang berpikir statis seolah kebenaran itu mesti obyektif dalam arti "bisa ditangkap dan difahami semua orang secara umim", bila tidak maka ia dikategori subyektif dan dipandang sebagai "bukan kebenaran" atau tidak berkaitan dengan kebenaran
Sekarang ambil contoh ;
Ada beberapa orang dan beberapa hewan yang menyaksikan peristiwa tabrakan termasuk diantaranya ada orang gila,ia juga bisa melihatnya karena masih punya indera termasuk ayam dan kucing yang ada di TKP karena mereka juga punya indera
Artinya,bagi semuanya termasuk orang gila dan hewan peristiwa itu obyektif dalam arti karena teramati oleh semuanya
Tapi Apa yang menyebabkan peristiwa itu tabrakan atau mengapa bisa terjadi hanya orang waras yang bisa menjelaskannya, orang gila dan hewan tak bisa menjelaskan
Nah obyektifitas dalam peristiwa tsb mengerucut pada fihak tertentu yang masih punya akal untuk menganalisa mengapa tabrakan bisa terjadi dan bisa menilai fihak mana yang bersalah
Jadi bila makna obyektif diperluas pada pengertian "memahami" bukan sekedar "melihat" maka yang namanya obyektifitas tidak selalu ditangkap semua orang
Karena yang namanya obyek dalam kenyataan apakah cukup dilihat untuk disebut "benar" tentu tidak karena ia juga mesti difahami.Contoh ; manusia dan monyet sama sama melihat benda teknologi tapi fihak mana yang faham benda teknologi tersebut ? Ya hewan tidak akan memahaminya.Dan juga tidak semua manusia bisa memahami mekanisme sebuah benda teknologi
Bagi orang orang yang faham-memiliki ilmu tentang sesuatu maka sesuatu itu obyektif,tapi bagi orang orang yang tidak memiliki ilmunya bagaimana dapat menilai sesuatu itu obyektif ?
Jadi untuk menilai sesuatu sebagai "obyektif" (dalam artian dialami-difahami) maka manusia memerlukan alat,nah kalau alatnya tidak ada atau tidak dimiliki maka bagaimana sesuatu itu dapat dikategori obyektif ?
Artinya, obyektifitas itu bukan selalu tentang sesuatu yang dilihat mata telanjang semua orang,bukan selalu tentang semua yang juga dialami serta dirasakan semua orang.Tapi oleh fihak tertentu yang menangkap obyek tersebut dan fihak lain tidak atau belum tentu dapat menangkapnya
Nah orang orang yang tidak atau belum bisa menangkap atau memahami obyek tertentu sudah biasa menyebut sesuatu itu sebagai "subyektif",Tapi bagi orang orang yang telah bisa menangkap atau memahaminya bukankah sesuatu itu obyektif ?
Apakah makna obyektif harus selalu "umum,bisa ditangkap dan difahami semua orang" ?
Bagaimana dengan teknologi yang didalami dan difahami oleh sebagian manusia dan tidak oleh keseluruhan ?
Bagaimana dengan metafisika yang didalami oleh sebagian orang dan tidak oleh seluruh manusia ?
Bagaimana dengan agama yang didalami oleh sebagian manusia tapi tidak oleh keseluruhan manusia ?
Nah disini makna pengertian "obyektif" harus kita geser dari "umum-bisa dilihat dan difahami semua orang" menjadi "bisa dilihat,dialami serta difahami" hanya oleh yang melihat,mengalami dan memahaminya"
Artinya buat apa memaksakan istilah "obyektif" pada orang yang tidak melihat,mengalami,merasakan serta memahami.Bagi yang tidak melihat,merasakan,mengalami atau memahami maka sesuatu itu akan tetap dipandang subyektif
Misal contoh lain ;
Ada serombongan orang pergi ke hutan dan menemukan ular yang ekornya bercabang.Nah bagi mereka yang melihat ular yang ekornya bercabang adalah hal obyektif tapi bagi orang lain tetep hal subyektif.
Atau saya pribadi misal mengalami hal mistis dalam keadaan sadar maka bagi saya itu hal obyektif karena saya bersentuhan dengan obyek walau itu diluar dunia fisika atau "dunia lain",Tapi bagi orang lain itu tetap hal subyektif