Seperti telah saya tulis sebelumnya, pseudosains itu terjadi pada sesuatu yang mengatas namakan sains, klaim mempraktekkan prinsip sains,mengatas namakan memakai metode sains tapi dalam prakteknya menghasilkan suatu yang tidak jelas secara sains-absurd- ambigu-tidak bisa dijelaskan secara hukum fisika
Nah karena metafisika adalah ranah yang tidak memakai prinsip,visi misi dan metode sains maka labelling atau stigma atau tuduhan pseudosains itu tak bisa diterapkan atau dituduhkan pada metafisika atau pada persoalan yang tidak menerapkan metode sains didalamnya
Contoh pseudosains itu sangat nyata ketika sains diseret masuk untuk menjelaskan materi bahasan yang sudah bukan mutlak obyek sains semisal jiwa atau hal ruhaniah.Jiwa atau hal ruhaniah adalah suatu yang bukan wujud fisik-materi sehingga untuk memahaminya  tak bisa menggunakan full metode empiris yang dasarnya mengandalkan pengamatan inderawi
Selama ini kita mengelaborasi, menganalisa serta memahami persoalan kejiwaan atau hal hal ruhaniah seperti pikiran,nurani,akal budi,nafsu, intuisi,mimpi,pengalaman mistis saat koma,sakit jiwa,dlsb bukan dengan mengandalkan metode sains tapi dengan menggunakan pendekatan ruhaniah atau pendekatan psikologis atau dengan menangkap melalui bukti eksistensi karena bukti langsung tak dapat diamati secara empirik
Contoh pendekatan ruhaniah adalah menangkap pikiran dengan pikiran,kita bisa menangkap dan memahami jalan pikiran seseorang itu mustahil dengan menggunakan metode empiris tapi dengan menggunakan pikiran pula
Demikian pula kita menangkap serta memahami perasaan seseorang itu bukan dengan metode empirik tapi dengan menggunaan perasaan pula
Kita menangkap adanya mimpi,intuisi, firasat,keindahan,cinta kasih sayang dlsb bukan dengan metode empirik tapi dengan potensi yang ada dalam ruhaniah kita
Bayangkan kalau semua yang saya paparkan tsb itu full mau dijelaskan hanya memakai prinsip sains dengan mengatas namakan disiplin neurosains-ilmu system saraf maka potensi ke arah pseudosains bisa terjadi
Atau,coba bayangkan kalau ada yang menafikan adanya ruh sebagai tanda sekaligus simbol adanya unsur non materi dalam diri manusia maka itu = membuat klaim bahwa manusia adalah full hanya makhluk yang terdiri dari materi dan lalu beranggapan bahwa manusia bisa dan harus dijelaskan melalui penjelasan material.Dan kalau prinsip materialisme atas manusia tersebut dalam prakteknya mengatasnamakan sains maka akan terjadi praktek pseudosains
Beda dengan bila tidak mengatas namakan sains, misal prinsip "manusia=makhluk materi" atau pandangan materialisme ilmiah atas manusia tersebut di klaim hanya berdasar kepercayaan maka tuduhan pseudosains tidak akan ada
Tuduhan pseudosains akan ada pada suatu yang prakteknya klaim menggunakan prinsip + metode sains tapi rumusannya tidak jelas secara sains,absurd,abu abu,ambigu,tidak bisa diukur,tidak bisa dijelaskan secara hukum fisika,Atau tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut prinsip prinsip ilmiah yang diterapkan dalam sains
Contoh rumusan rumusan atau gagasan teoritis terkait manusia yang di tengarai yang berpotensi pseudosains
1."jiwa produk otak"
2."jiwa otonom itu tidak ada"
3."roh itu tidak ada"
4."sesudah mati maka semua hilang-tak ada kehidupan sesudah mati
5."hati itu tidak ada-semua hanya aktifitas otak"
6."sakit jiwa itu diakibatkan gangguan saraf" (bukan persoalan kejiwaan atau penderitaan batin sebelumnya)
7.Dlsb persoalan psikologi-keruhanian
Artnya,semua itu berpotensi pseudosains BILA klaim mengatas namakan sains tapi tidak akan dituduh pseudosains bila klaim hanya sebuah kepercayaan
Dalam agama wahyu ada ajaran kehidupan sesudah mati dan itu tidak mengatas namakan sains tapi berdasar kepercayaan pada wahyu Ilahi maka akan selamat dari tuduhan pseudosains
Demikian pula proposisi proposisi metafisika dalam filsafat seperti system metafisika yang diajukan para filsuf tak bisa disebut pseudosains karena didalamnya tidak menerapkan prinsip sains seperti metode empirik sebagai dasar pembentukannya
Bagaimana dengan ketika kitab suci menjelaskan alam semesta atau obyek yang juga digumuli oleh sains karena merupakan obyek sains ?
Nah tentu itu boleh dianalisa sesuai prinsip dan metode serta peralatan yang ada pada sains tentu untuk kasus yang manusia masih dapat mengamati atau meng observasi nya.
Bagaimana dengan yang tidak bisa diamati seperti deskripsi penciptaan alam atau deskripsi keberadaan lapisan langit ?
Tentu tak boleh mudah vonis pseudosains terhadap sesuatu yang memang obyek sains (karena bersifat material) tapi yang manusia sendiri belum atau tidak bisa mengamati atau mengobservasinya dan tidak bisa menilai atau merumuskannya berdasar peralatan sains yang ada
Karena dalam kitab suci Tuhan banyak mendeskripsikan hal yang manusia tidak atau belum bisa lihat atau amati (termasuk obyek yang bisa masuk kedalam materi bahasan sains) sehingga secara prinsipiil itu akan kembali ke prinsip kepercayaan