Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Demi Bersekolah

29 April 2014   01:36 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:05 17 0
Di sebuah kampung ada seorang petani yang hanya mempunyai sawah seperempat hektar …, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, petani itu mengoptimalkan sawahnya. Petani itu bahagia meskipun hanya dengan sawah seperempat hektar dia bisa menghidupi keluarganya dan sekaligus dia ikut menyediakan bahan pangan untuk masyarakat disekitarnya.

Karena demi mengejar pendidikan/sekolah anaknya sampai pada jenjang yang tinggi, sawah yang hanya seperempat hektar itu… dia rela menjualnya. Karena sudah tidak mempunyai sawah… petani itu bekerja menjadi buruh tani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Setelah lulus dari sekolahnya…, anak petani ini bekerja menjadi salah satu karyawan di sebuah industri. Anak petani ini hanya bisa menghidupi keluarganya sendiri…, sementara ayahnya yang petani itu tetap menjadi buruh tani sampai masa tuanya.

Dikampung yang lain juga ada petani tambak yang sehari-hari mengelola tambaknya yang birisi ikan nila, gurame dan mujaer. Petani ini hanya mempunyai tambak yang tidak begitu luas… hanya ada 5 kotak yang apabila ditotal tidak sampai setengah hektar. Petani ini juga selalu mencukupi keluarganya dengan mengelola tambak tersebut. Dia bahagia… selain bisa mencukupi keluarganya juga dia ikut menyediakan bahan protein hewani bagi masyarakat disekitarnya.

Sama dengan petani dikampung tadi…, demi mengejar sekolah yang tinggi…, petani tambak ini rela menjual seluruh tambaknya. Dia ingin anaknya mempunyai ilmu yang luas, yang nantinya dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Karena semua tambaknya dijual…, petani tambak ini bekerja menjadi buruh pada tetangganya.

Setelah lulus dari sekolahnya…, anak dari petani tambak ini justru galau karena tidak bisa melakukan apa apa. Dia hanya bisa melamar pekerjaan kesana kemari. Mengirim lamaran kebeberapa perusahaan. Dan setelah beberapa tahun, barulah anak ini diterima disalah satu perusahaan sebagai karyawan biasa.

Anak petani ini, juga hanya bisa mencukupi keluarganya sendiri…, dan ayahnya yang telah menjual tambaknya tetap menjadi buruh sampai masa tuanya. (padahal dulunya dia mempunyai tambak sendiri dan mengelola ikan-ikannya untuk dapat menyediakan bahan pakan bagi masyarakatnya).

Di kampung yang sama juga ada peternak sapi yang sehari-hari ngarit untuk sapi-sapinya. Setiap tahun dia mendapatkan keuntungan setelah menjual sapi-sapinya. Kemudian dari hasil penjualan dia belikan lagi sapi dan sisanya untuk kebutuhan hidupnya. Peternak ini juga berharap anak-anaknya bersekolah setinggi-tingginya agar menjadi pinter dan bisa mengangkat keluarganya dan masyarakatnya dengan ilmu yang di dapat.

Peternak ini rela menjual semua sapinya untuk menyekolahkan anaknya sampai kuliah dikampus. Dia rela hanya bekerja sebagai pengarit rumput demi sekolah anaknya.

Setelah anaknya lulus dari kampusnya…, ternyata anak ini juga galau mencari-cari pekerjaan yang sesuai dengan ijazahnya. Ayahnya yang peternak ini bilang….. kirain kalau lulus dari kampus…. Semakin pintar dan semakin canggih melihat peluang dan melihat potensi…. Tetapi ternyata malah semakin galau dan semakin tergantung pada ijazahnya. Akhirnya anak peternak ini bekerja menjadi pegawai honorer dikotanya…, berharap untuk bisa diangkat sebagai PNS.

Kalau dulu ayahnya dapat mencukupi kebutuhannya dan ikut menyediakan bahan pangan berupa daging untuk masyarakat…. Sekarang ayahnya hanya menjadi tukang mengarit untuk sapi-sapi tetangganya…, dan anaknya hanya bisa berharap untuk segera diangkat menjadi PNS.

Kemudian ketiga ayah ini (petani, petani tambak dan peternak) merenung: “benarkah apa yang telah dilakukannya dengan menjual sawah, menjual tambak, menjual sapi demi pendidikan/sekolah anak-anaknya”.

Ketiga ayah ini berasumsi bahwa dengan pendidikan yang tinggi diharapkan anak-anaknya menjadi cerdas, menjadi tercerahkan, mampu mengelola potensi yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat dilingkungannya….., tetapi ternyata harapannya tidak terjadi…

Maka ketiga ayah ini mempertanyakan…… tentang pendidikan yang telah ditempuh oleh anak-anaknya.

Benarkah anak-anaknya berpendidikan? Atau sekedar bersekolah/berkuliah….
Benarkah anak-anaknya mendapatkan pendidikan? Atau sekedar mendapatkan mata pelajaran/mata kuliah….
Benarkah sekolah adalah tempat pendidikan?

Wallahu a’lam
(Agus Mulyono, Malang 4 April 2014)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun