Menurut Sugiyanto, Pondok Pesantren Nurul Iman Al-Ashriyyah meminta sejumlah uang ketika Ia akan mengambil ijazah anaknya yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan di pesantren tersebut. Jumlahnya mulai dari 70 juta rupiah kemudian turun menjadi 17 juta setelah melakukan dialog.
Dari Humas Pesantren menyebutkan peraturan untuk mendapatkan pendidikan gratis di pesantren Nurul Iman adalah menyelesaikan seluruh jenjang pendidikan hingga lulus S1 dan mengabdi selama 2 tahun.
Dari dua pengakuan di atas, mungkin bisa dicari akar permasalahan dari kejadian ini. Apakah dari pihak pesantren tidak memberi tahu pihak orang tua murid dari pertama kali mendaftarkan diri dan masuk ke pesantren bahwa semua murid sibebaskan biaya pendidikan asal menyelesaikan pendidikannya sampai S1 dan melakukan pengabdian?
Entahlah apa jawaban dari pertanyaan itu, apakah pesantren tidak mensosialisasikan hal itu pada orang tua murid dulu sekali ketika anak itu pertama masuk jenjang sekolah dasar? atau sudah disampaikan tetapi ada sebagian orang tua yang tidak mendengar?
Setidaknya saat ini Kementerian Pendidikan sudah turun tangan menyelesaikan masalahnya. Dan sepertinya pak Sugiyanto tidak harus kehilangan ginjal demi ijazah anaknya. Semoga semua berakhir baik.
Pesan yang saya dapat, sebaiknya memang ketika mau melakukan perikatan apapun pastikan membaca dan memahami peraturan yang tertulis sebelum membubuhkan tanda tangan.
Salam.